Indovoices.com-Pendidik harus mampu menanamkan akhlak yang mulia, kompetensi, dan komitmen kebangsaan kepada anak didiknya. Hal ini ditujukan agar generasi muda Indonesia ke depan akan menjadi generasi yang tidak hanya cerdas tetapi juga produktif.
Demikian disampaikan Wakil Presiden (Wapres) K.H. Ma’ruf Amin saat memberikan keynote speech pada acara Wisuda Sarjana Strata 1 (S1) Angkatan XXIII Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Shalahuddin Al-Ayyubi Jakarta Tahun 2020 di Gedung Serba Guna 1 Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta Timur.
“Setidaknya ada tiga hal penting yang harus Saudara-saudara perhatikan. Ketika menjadi seorang pendidik yaitu akhlak, kompetensi, dan komitmen kebangsaan. Saya mengubah paradigma yang selama ini ada di pesantren, yang mengatakan pahala itu diberikan atas dasar kepayahan/kelelahan. Saya kira itu tidak tepat. Tapi yang tepat adalah pahala itu diberikan kepada apa yang maslahat/manfaat yang dihasilkannya atau tingkat produktivitas yang diberikannya,” ungkapnya.
Akhlak Mulia
Lebih lanjut Wapres menjelaskan bahwa posisi akhlak sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Hal ini ditunjukkan secara eksplisit oleh para pendiri bangsa dalam pasal 31 ayat 3 UUD 1945.
“Posisi penting tersebut tidak terlepas dari karakteristik masyarakat Indonesia yang religius, karena agama dan akhlak merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan,” ujar Wapres.
Selain itu, tambah Wapres, keberadaan akhlak yang utamanya tercermin dalam ajaran agama, juga sangat penting untuk menangkal nilai-nilai buruk yang diakibatkan perkembangan modernisasi dan globalisasi. Nilai buruk tersebut antara lain, munculnya sifat materialisme dan hedonisme yang disertai moralitas tidak terpuji korupsi, manipulasi, penyalahgunaan wewenang, menghalalkan segala cara, kekerasan, pemerasan, pornografi, pergaulan bebas, dan lain-lain.
“Keberadaan akhlak ini penting dalam konteks pengelolaan negara yang baik (good governance), [dan] pembangunan bangsa yang maju dan beradab. Moralitas akhlak dan karakter yang tangguh akan menjadi modal bagi persaingan global yang tak dapat dihindari,” tegasnya.
Kompetensi
Dihadapan 604 wisudawan sarjana pendidikan agama Islam, Wapres menyatakan bahwa kompetensi seorang pendidik juga menjadi hal penting yang harus diperhatikan. Yaitu kemampuan pendidik untuk menghasilkan peserta didik yang memiliki daya saing yang tinggi, utamanya dalam memenuhi kebutuhan pasar tenaga kerja.
“Saat ini banyak dari para sarjana yang belum terserap jadi tenaga kerja handal. Hal itu disebabkan kurang jelinya lembaga pendidikan menangkap kebutuhan pasar tenaga kerja,” terang Wapres.
Untuk itu, Wapres menekankan pentingnya penguasaan kompetensi spesifik bagi peserta didik. Ke depan, hal ini diharapkan menjadi fokus utama para pendidik dan lembaga pendidikan.
“Ini menjadi salah satu jalan untuk mewujudkan salah satu program prioritas Pemerintah, yaitu menciptakan SDM unggul untuk Indonesia Maju,” tuturnya.
Komitmen Kebangsaan
Di dampingi Ibu Wury Ma’ruf Amin, Wapres mengungkapkan bahwa hal terakhir yang menjadi aspek penting dalam pendidikan ialah komitmen kebangsaan (nasionalisme). Menurut Wapres, komitmen kebangsaan yang dilandasi rasa cinta tanah air dan kesadaran untuk mencapai, mempertahankan, dan mengabadikan identitas, integritas, kemakmuran, dan kekuatan bangsa tidak boleh bertentangan dengan ajaran Islam.
“Nasionalisme bukan saja tidak bertentangan bahkan sejalan dan dianjurkan oleh ajaran Islam,” imbuh Wapres.
Wapres mengatakan bahwa hal ini dibuktikan dengan hadist Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, yakni Rasulullah SAW jika datang dari bepergian, kemudian melihat dataran tinggi Madinah, Beliau mempercepat jalan untanya, dan bila menunggang hewan yang lain, Beliau memacunya.
“Hadist ini menjadi dalil dua hal. Pertama, keutamaan Madinah itu sendiri, dan yang kedua dianjurkannya mencintai bangsa dan merindukannya,” jelas Wapres.
Wapres juga menegaskan kembali bahwa Indonesia adalah negara kesepakatan. Dan dalam Islam, sesuatu yang telah disepakati bersama tidak boleh dilanggar.
“Pancasila adalah kesepakatan, NKRI adalah kesepakatan. Oleh karena itu, kita tidak boleh mengganti Pancasila itu dengan ideologi lain, tidak boleh juga mengganti sistem negara NKRI dengan sistem selain republik. Walaupun sistem yang menggantikan itu adalah Islami, seperti khilafah, tetapi itu tidak boleh dilakukan karena menyalahi kesepakatan,” ucapnya.
Karena itu, lanjut Wapres, nilai cinta tanah air dan nasionalisme penting untuk ditanamkan kepada anak didik sedini mungkin guna menumbuhkan kesadaran dan komitmen kebangsaan yang tinggi. Hal ini dilakukan dengan pemberian pemahaman agama yang moderat seperti Islam wasathiyah rahmatan lil ‘alamin, Islam yang moderat, bukan Islam yang radikal.
“Kita sedang lakukan upaya-upaya (meningkatkan) komitmen kebangsaan dan kontra radikalisasi dilakukan sejak mulai Paud, SD, SMP, SMA, sampai Perguruan Tinggi, supaya masyarakat tahan terhadap pengaruh (radikalisasi) itu yang sekarang banyak dilakukan,” pungkasnya. (kominfo)