Indovoices.com – Pupuk dan pestisida merupakan sarana produksi yang sudah menjadi bagian dalam kegiatan usaha tani. Karena itu untuk menjamin keberhasilan usaha tani, pemerintah memantau terus peredaran kedua sarana produksi tersebut.
Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP), Kementerian Pertanian, Sarwo Edhy mengatakan, pihaknya saat ini sedang berupaya menertibkan berbagai pelanggaran-pelanggaran di sektor pupuk dan pestisida. Data Ditjen PSP, pupuk terdaftar terdiri dari anorganik sebanyak 1.650 merk, organik 765 merk, dan pupuk formula khusus sebanyak 26.169,179 ton.
Sementara, pestisida terdaftar sebanyak 4.437 formulasi. Terdiri dari insektisida 1.530 formulasi, herbisida 1.162 formulasi, fungisida, rodentisida, pestisida rumah tangga dan lain-lain 1.745 formulasi.
Sarwo mengatakan, pihaknya menemukan beberapa jenis modus pelanggaran pupuk dan pestisida. Diantaranya mengedarkan pupuk tidak sesuai izin, mutu dan efektivitas, mengedarkan pupuk tidak sesuai dengan kemasan, mengedarkan pupuk yang sudah habis izin edarnya dan menambahkan unsur berbahaya (B3) tanpa melakukan izin terkait unsur tersebut.
“Ada juga yang menggunakan nomor izin edar produsen lain, menggunakan merk produsen lain, logo ditambah ataupun dimiripkan dengan logo pupuk lain (tidak sesuai dengan yang didaftarkan) dan mengganti merk tidak sesuai dengan yang didaftarkan,” tuturnya.
Dalam mengamankan pupuk subsidi, Kementan juga sudah menerbitkan Peraturan Menteri Pertanian No. 47/Permmentan/SR.310/12/2017 tentang Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian TA. 2019.
Permentan ini untuk menjamin aksesibilitas petani dalam memperoleh pupuk dengan harga yang terjangkau. Juga menjamin ketersediaan pupuk dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) Pemerintah. Alokasi pupuk 2019 sejumlah 9.550.000 ton, dengan jumlah anggaran Rp 27,3 triliyun dan terbagi dalam jenis pupuk Urea, SP36, ZA, NPK dan organik.
Begitu juga dengan kasus pestisida. Sarwo mengungkapkan, ada beberapa modus dalam pelanggaran peredaran dan pemalsuan pestisida. Misalnya, kemasan pestisida memuat gambar komoditi tanaman dan jenis organisme Pengganggu Tanaman (OPT) yang tidak sesuai dengan yang terdaftar, produsen yang mempunyai izin edar tetapi tidak pernah berproduksi. “Ada juga kasus produsen tidak menyampaikan laporan produksi dan penyaluran,” ujarnya.
Selain itu, lanjut Sarwo, ditemukan juga produsen mengedarkan pestisida terbatas sebelum melakukan pelatihan pestisida terbatas, mengedarkan pestisida dengan izin edar produsen lain, mengedarkan pestisida yang izinnya masih dalam proses pendaftaran, mengedarkan pestisida yang sudah habisi zin edarnya, dan mengedarkan pestisida yang sudah kadaluarsa.
“Untuk menghindari beredarnya pupuk atau pestisida palsu, kami telah mewajibkan produsen melakukan monitoring terhadap kios/binaan distributor masing-masing, kaitannya dengan produk tersebut,” tegasnya.
Kebijakan lainnya menurut Sarwo, satu tahun sebelum surat ijin edar habis atau kadaluarsa, produsen pupuk harus memperpanjang izinnya. Selain itu, secara periodik pemerintah akan mengecek produk yang dikeluarkan produsen.
“Ada kejadian dari hasil uji laboratorium ternyata ternyata spesifikasi atau kadar formula di bawah standar. Kepada produsen lalu kita minta dalam jangka waktu tertentu untuk menyesuaikan dengan standar. Jika tidak ada respon, kami akan mencabut izin edarnya,” tegas Sarwo.