Analisa kerakyatan sepak terjang partai berbasis agama & partai nasionalis dari masa ke masa.
Oleh Ripen Rehalat :
Jumat, 29 juni 2018.
Pengalaman traumatis masa lalu mendorong umat islam mendirikan PARPOL.
NU perpengalaman selama 32 tahun ORBA sama sekali tidak di beri kesempatan menduduki jabatan di kabinet, padahal sebelumnya ada kursi tertinggi yaitu waperdam.
Di sisi lain, ada para eks Masyumi lebih lama lagi mengalami getirnya sejarah politik. Bukan saja sejak tahun 1960 tidak pernah dapat jatah kursi, tapi malah tokoh2 Masyumi di kucilkan dan bahkan di masukan di dalam penjara dari semua tingkat, di buru seperti penjahat, dan disingkirkan seperti kucing kurapan.
Padahal begitu banyak tokoh2 Masyumi yang punya kontribusi besar atas berdirinya bangsa ini.Katakan saja seperti: Mohammad Nasir, Sjarifuddin Prawiranegara, Burhanuddin Harahap dan masih banyak lagi tokoh2 Masyumi yang punya kontribusi besar terhadap bangsa ini, namun miris karena politik mereka harus di singkirkan.Kalo menurut saya, bangsa ini hanya bisa menghukum, namun tidak bisa berterimakasih.
Dari pengalaman traumatis inilah petinggi umat islam berbondong-bondong membuat PARPOL ISLAM dengan tujuan agar umat islam tidak hanya menjadi PENUMPANG, TAPI HARUS MENJADI PENGEMUDI di Negri yang di dominasi oleh umat islam (Mayoritas Islam).
Namun perasaan traumatis dan dendam lama tidak bisa menyelesaikan masalah keumatan, seperti kata orang TIDAK ELOK JIKA MENGAMBIL KEPUTUSAN DALAM KEADAAN MARAH.
Perlu kita ketahui, politik itu berdimensi Tunggal, yaitu dimensi rasional, sedangkan Agama berdimensi banyak.
Keikutsertaan agama dalam politik akan merusak ukhuwah, sebab dalam politik tidak di kenal kawan abadi, tapi yang ada ialah kepentingan abadi.
Dalam penyampaian saya ini bukan berarti bahwa Islam tidak boleh peduli terhadap hal-hal yang bersifat politis,dan hanya menekankan pada ibadah-ibadah ritual saja, tapi untuk menjaga kemungkinan jangan sampai islam terkena getah politik.Sebab kesucian Islam tidak boleh di nodai dengan kotornya permainan politik, sebab jangan sampai islam terjerumus pada praktek-praktek politik dagang sapi, adigang-adigung politik, serta permainan politik uang dan politik praktis.
Jika kita belajar daripada political will orang-orang Amerika, di sana tidak ada PARPOL yang berbasis Agama, tapi gaya hidup dan penyelenggaraan Negara selalu mengedepankan nilai2 Kristen.
Olehnya itu, tokoh2 islam, para ulama, para Da’i dst, jika mau merebut kekuasaan agar Islam dapat berkuasa, dan Indonesia di pimpin oleh Ulama, harusnya tergabung dalam PARPOL Non Agama seperti PDI-P, Golkar, Gerindra Hanura, disitu. Agar perebutan kekuasaan kalangan Ulama dapat mendominasi kekuasaan disetiap PARPOL,dan dapat mempengaruhi setiap keputusan dalam PARPOL.
*Kesimpulan* politik berdimensi tunggal, agama berdimensi banyak,menjadikan agama sebagai politik alat adalam bentuk reduksionisme yang melahirkan petualangan politik yang akan bermuara kerusakan dan kehancuran pada umat,
serta ulama harus bermain terbuka,dan bebas, tanpa membuat faksi-faksi Islam yang pada akhirnya akan melahirkan perpecahan pada umat, serta ulama hanya sekedar menjadi Penumpang bukan Pengemudi,dan hanya di pakai sebagai pemadam kebakaran jika terjadi perpecahan dalam Negara.
*Anda boleh saja jual nama Tuhan untuk mencapai hastrat politik tapi ingat Tuhan tidak bisa di ajak kompromi*..