Indovoices.com -Pakar Kesehatan Masyarakat, Hermawan Saputra, mengatakan transportasi umum tertutup seperti KRL, MRT, atau Bus Transjakarta bisa lebih rentan akan transmisi virus corona dibanding jasa ojek.
Hermawan mengatakan, jika tak disertai dengan protokol kesehatan yang ketat saat penataan normal baru (new normal), bisa jadi transportasi publik yang tertutup malah menjadi ‘sarang’ penyebaran wabah virus corona.
“Kalau dalam satu ruang tertutup, ada AC dan berdekatan satu sama lain, ini yang lebih rawan, kalau tidak betul-betul jaga jarak, memakai masker, dan menjaga kebersihan,” ungkapnya.
Meski demikian, Hermawan menegaskan risiko penularan pun masih tinggi pada layanan ojek yang sifatnya di ruang terbuka akibat minim jarak antar penumpang dan pengemudi. Selain itu, ada berbagai kontak fisik dalam jarak kurang dari satu meter yang tak terhindarkan seperti komunikasi, pembayaran jasa melalui uang tunai, dan kegiatan lain.
Untuk itu, dia meminta pemerintah untuk tak buru-buru melonggarkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan memulai tatanan normal baru jika belum siap. Sebab, resiko dan konsekuensinya bisa jadi di luar kendali pemerintah.
Apalagi, jika kebijakan hanya di atas kertas dan belum diuji terlebih dahulu. Ia mengingatkan pemerintah untuk benar-benar mengkaji resiko penyebaran wabah virus corona serta mengedukasi masyarakat.
Idealnya, penerapan kebijakan normal baru dilakukan secara bertahap sehingga tak seluruh lini bisnis atau sektor pekerjaan dibuka sekaligus dalam satu tanggal. Peraturan yang belum teruji dan kebingungan masyarakat disebutnya bisa jadi menjadi tiket kekacauan yang sebetulnya bisa dihindari.
“Kalau ada regulasi tapi di lapangan tidak jalan sama saja bohong, kadang pemerintah sekadar mengeluarkan kebijakan dan aturan tapi tidak dicek implementasinya di lapangan seperti apa,” ujarnya.
Hermawan menilai pemerintah harus berkomitmen dan konsisten dalam mengeluarkan kebijakan yang sinkron antara Kementerian, Pemerintah Pusat, dan Pemerintah Daerah. Fasilitas dan infrastruktur yang memadai pun harus menjadi fokus pemerintah sebelum membuka kembali perekonomian nasional.
Dia menyarankan kepada pemerintah untuk menyediakan petugas ekstra dalam setiap halte atau di dalam ruang transportasi publik agar jarak fisik setiap penumpang dapat terjaga.
Tak lupa, Hermawan berpesan kepada masyarakat untuk mengadopsi cara berpikir kenormalan baru yaitu kedisiplinan dalam menjaga jarak dan sanitasi diri, termasuk tak melepas masker di ruang publik.
Sebelumnya Polemik mengenai izin operasi ojol di tengah penerapan new normal sendiri masih terus bergulir. Beberapa waktu lalu, Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, mengatakan bahwa pemerintah akan melarang ojol beroperasi saat penerapan new normal.
Hal itu tertuang dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 440-830 Tahun 2020 yang menyatakan bahwa ojek tetap ditangguhkan seperti saat Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
“Pengoperasian ojek konvensional/ojek online harus tetap ditangguhkan untuk mencegah penyebaran virus melalui penggunaan helm bersama dan adanya kontak fisik langsung antara penumpang dan pengemudi,” demikian kutipan keputusan yang ditandatangani Tito itu.
Simulasi dari Sekarang
Dokter spesialis paru Erlina Burhan juga mengingatkan transportasi umum yang menjadi pusat berkumpulnya masyarakat bisa menjadi pusat transmisi covid-19. Apalagi, jika para penumpang tidak disiplin dalam menjaga jarak dan berdesak-desakan tak mau mengalah.
“Kalau di MRT/LRT/transportasi umum itu orang masih berdekatan ya masih akan terjadi transmisi, kecuali tetap berjarak, pakai masker dan cuci tangan,” katanya.
Tak hanya masyarakat, pemerintah pun diminta Erlina untuk sigap dalam menjalani tatanan normal baru dengan mengatur kuota maksimal per-gerbong yang jelas hingga aturan spasi berdiri atau duduk antar penumpang.
“Harus simulasi dari sekarang biar saat new normal berlaku masyarakat bisa siap,” paparnya.(cnn)