Beberapa minggu yang lalu, saya harus gagal panen satu batang pisang yang akan dipanen diakhir bulan ini. Melihat gejala-gejala awalnya seperti kelebihan suatu unsur (nutrisi). Ketika sudah mulai sekarat, saya tebang, bongkar akarnya juga. Kemudian memotong bagian batang pisang dan buahnya. Ternyata penyebabnya adalah virus. Didalam bagian tengah batang ada lendir warna kemerahan, bintik kehitaman juga ada. Didalam buah juga demikian. Tak jadilah makan pisang bulan ini.
Yang mau dibahas disini bukan pisang, tapi virusnya. Virus itu hidup dan berkembang dalam sel inang yang hidup. Ia menginvasi dan memanfaatkan sel inangnya. Jika inang tidak melawan dan membiarkan virus itu berkembang, maka inangnya akan mati. Sebaliknya, bila dilawan maka virus itu tidak akan berkembang dan bisa saja mati. Kira-kira begitulah orang-orang radikal, intoleran dan rasis, bagaikan virus bagi bangsa ini. Jika dibiarkan, tidak dilawan, akan menggerogoti bangsa ini dan mereka akan berkuasa serta berbuat sewenang-wenang.
Orang radikal bisa ada dimana-mana. Mereka ini merasa benar sendiri dan suka memaksa kehendaknya. Bertopengkan agama, berlindung dibalik kitab suci. Padahal ada agendanya mau mengubah ideologi bangsa ini. Ketika dipukul mundur, teriak-teriak tidak jelas. Tidak lupa memainkan bakatnya, play victim. Menyerang pemerintah tidak demokratis, pancasila dan segala tetek bengeknya dikeluarkan untuk pembenaran kelompoknya.
Begitu juga dengan orang-orang intoleran. Sebagai contoh, ketika MK memutuskan hari Selasa yang lalu bahwa para penghayat kepercayaan bisa menulis kepercayaannya di kolom KTP. Cukup banyak yang kecewa dan menyayangkan keputusan MK tersebut. Disamping itu, ada yang ingin mengkaji terlebih dahulu keputusan MK itu. Tentu keputusan ini adalah angin segar bagi para penghayat kepercayaan yang selama ini didiskriminasi atau bahkan jika ada perlu sesuatu yang berhubungan dengan hal administrasi mengisi kolom agama dengan salah satu agama yang diakui negara. Tidak ada keadilan bagi mereka. Dalam UUD 1945 pasal 29 jelas bahwa setiap penduduk berhak untuk beribadah menurut agama dan kepercayaannya. Dan negara harus menjaminnya. Dengan adanya keputusan MK itu, seketika iman Anda langsung goyah, terombang-ambing bahkan luntur ?
Orang rasis pun sama saja, sesuka hatinya bicara tanpa mikir. Memuji satu ras dan mencaci maki ras lain. Cara pandang orang rasis ini memang cetek, pendek pikir dan buta sejarah. Satu dua orang bre**sek dalam suatu ras bisa saja terjadi tapi apakah lantas kita simpulkan bahwa semua orang disuatu ras itu bre**sek ? Cara pikir yang konyol.
Kejahatan, kezaliman semakin berkembang karena diamnya orang baik. Mungkin sudah sering kita dengar pernyataan itu. Sadar atau tidak, secara tidak langsung orang baik yang diam sebenarnya turut menyuburkan terjadinya radikalisme, intoleransi dan rasisme. Mayoritas di negeri ini menginginkan kedamaian, tidak ada radikalisme, intoleransi dan rasisme. Tetapi nyatanya diam. Padahal seharusnya suara orang baik yang menonjol dan mendominasi. Takut dan tidak berani berhadapan dengan mereka ? Gus Yaqut (Ketum GP Ansor) dalam sebuah diskusi dengan semangatnya mendorong para hadirin untuk tidak takut berhadapan dengan orang-orang radikal, intoleran dan rasis. Saya semakin semangat menghadapi virus-virus ini.
Virus-virus bangsa ini sudah ada dihadapan dan mulai menggerogoti kita. Mau kita apakan virus-virus ini ? Seperti yang sudah saya sampaikan diawal, kalau tidak dilawan, diobati, maka kita sendiri yang akan hancur. Bangsa tercinta ini akan porak-poranda. Yang tersisa adalah puing-puing dan penyesalan.
Konsekuensi yang kita terima ketika melawan virus-virus ini, mungkin kita akan dibenci, dimusuhi, dijauhi atau bahkan difitnah, dan lain-lain. Sederhananya, pasti ada “harga yang harus dibayar” ketika melawan virus-virus bangsa ini. Cara-cara menghadapinya tentu bukan dengan cara yang sama (seragam) dari setiap kita. Kita hadapi, lawan, dari berbagai sisi dan sudut. Bukan dengan cara-cara brutal, keji dan menjijikkan. Jika demikian, tak ada bedanya kita dengan virus-virus itu. Bagi saya (salah satunya), menulis dan menyebarkan tulisan untuk menangkal virus itu. Jika Anda guru, bisa gunakan profesi itu untuk menangkal virus-virus itu disekolah. Mengajarkan anak-anak sekolah untuk tidak bertindak radikal, intoleran dan rasis. Intinya, pilihlah cara yang efektif dan efisien untuk melawan dan Anda bisa maksimal melakukannya. Bersama-sama kita tenggelamkan virus-virus ini.
Jadi, masihkah diam ?
Tetap menjadi silent majority ?
Anda kah anti-virus virus-virus bangsa tercinta Indonesia ?
Selamat merefleksikan Hari Pahlawan
Salam Anti-virus
*Silakan baca tulisan lain Kelas Teri https://goo.gl/H4H9Cc