Indovoices.com-Menanggapi hal itu, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Heru Kristiyana membantah temuan kepolisian tersebut. Heru menegaskan SLIK merupakan sistem pelaporan dari lembaga jasa keuangan kepada OJK yang berisi data fasilitas pinjaman debitur, bukan data simpanan nasabah. SLIK menggantikan sistem pengecekan debitur yang sebelumnya dilakukan oleh Bank Indonesia atau dikenal BI Checking.
“Yang ada adalah data pokok debitur. Jadi tidak ada jumlah simpanan berapa itu tidak ada di SLIK,” ungkap Heru di Gedung OJK, Kompleks Perkantoran Bank Indonesia, Jakarta.
Data pokok debitur hanya memuat nama, nomor induk kependudukan (NIK), jenis kelamin, nomor pokok wajib pajak (NPWP), tempat dan tanggal lahir, alamat, pekerjaan, tempat bekerja, bidang usaha dan status gelar.
Sehingga SLIK tidak memuat jumlah simpanan juga tidak memuat nama ibu kandung nasabah.
“Artinya kalau mau bobol data pokok sebenarnya enggak mesti harus lewat SLIK juga. Orang bisa dengan mudah mendapatkan data seperti nama, alamat, nomor KTP kan, misal dari undian di mall, beli tiket kan pakai nomor KTP. Berarti bisa dari sumber lain, yang belum tentu SLIK,” ujarnya.
Selain data pokok, SLIK juga berisi rincian informasi kredit nasabah. Menurut Heru, informasi kredit bukan data rahasia, namun memang aksesnya terbatas.
Di sinilah fungsi SLIK yang sebenarnya yaitu sebagai sarana pertukaran informasi kredit antar lembaga jasa keuangan guna mendukung kemudahan akses perkreditan atau pembiayaan.
“SLIK ini sebenarnya fungsinya menggantikan BI Checking. Untuk menganalisis jika seseorang mau mengajukan kredit, bagaimana risiko, penilaian kualitas debitur,” ujar Heru.
Pihak yang wajib menjadi pelapor adalah bank umum, bank umum syariah, unit usaha syariah, BPR, dan lembaga pembiayaan. Pihak lain yang dapat menjadi pelapor ialah lembaga keuangan mikro, financial technology (fintech), termasuk koperasi simpan pinjam yang memenuhi syarat dalam POJK PPID SLIK.