Capres 02 akhirnya mengaku bila memiliki lahan di Kalimantan Timur setelah diungkap Capres nomor urut 1 Joko Widodo, dalam debat Capres di Hotel Sultan, Minggu 17 Februari 2019 malam.
Uniknya terkuak fakta lain dalam sebuah diskusi publik bersamaan nobar tim kedua Capres, di Hotel Aston Samarinda, Jalan Pangeran Diponegoro di hari yang sama.
Adalah Andi Harun yang juga merupakan Ketua DPD Partai Gerindra Kaltim, awalnya menyebutkan bahwa Prabowo hanya punya tanah, bukan tambang batubara.
“Memang Pak Prabowo punya aset di Kaltim, di Berau. Land property di Berau itu, benar-benar hanya bentuk tanah,” katanya.
Sampai disini masih belum ada kejutan. Kejutan muncul setelah dia mengatakan, pemilik konsesi atas tanah Prabowo itu, adalah Berau Coal. “Jadi hak ekstradiktif batubaranya adalah Berau Coal. Jadi, saya ingin clear dulu di situ,” ujar Harun.
“Jadi seluruh lahan Pak Prabowo di Berau, batubaranya adalah milik Berau Coal. Pak Prabowo juga tidak punya tambang di Kaltim ini,” tegas Harun, yang juga Ketua DPD Partai Gerindra Kaltim itu.
Nah lho, kok bisa Berau Coal menjadi pemilik konsesi atas tanah Prabowo? Siapa pemilik Berau Coal itu? Mari kita telusuri.
Kembali ke beberapa tahun yang lalu, 26 Maret 2014. Sebuah artikel dari Bbc Indonesia menuliskan dalam kalimat pembukanya bahwa Keluarga Bakrie secara resmi telah melepas kepemilikannya di perusahaan tambang baru bara, Asia Resource Minerals (ARMS) yang mereka didirikan bersama Nat Rothschild.
Sebagai salah satu langkah, pengusaha Samin Tan membeli saham Bakrie (sebanyak 23,8%) di ARMS. Dengan pemisahan ini, ARMS mengatakan akan fokus menggarap anak usahanya yang lain, Berau Coal. Artinya penguasa Berau Coal adalah Nat Rothschild (Yahudi) dan Samin Tan (Aseng).
23 Juli 2015, Grup Sinar Mas melalui Asia Coal Energy Ventures Limited (ACE) resmi menjadi pemegang saham pengendali PT Berau Coal Energy Tbk (BRAU).
Berdasar data Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VII DPR RI, 1 Oktober 2018. PT Berau Coal merupakan salah satu diantara 10 pengekspor batu bara terbesar dimana produksinya 15,6 juta ton dan Ekspor 11,8 juta ton.
Fakta-fakta tersebut adalah paradoks untuk Prabowo sendiri. Di satu sisi dirinya mengkritisi pembagian sertifikat yang dilakukan oleh Jokowi untuk masyarakat kecil. Dirinya bahkan pernah menyebutkan adanya sekelompok elite yang menguasai sebagian besar kekayaan alam Indonesia.
Agar lebih terkesan pro rakyat, dalam debat pilpres tahap dua Prabowo tidak ragu mengatakan ingin mewujudkan pasal 33 UUD45 dimana bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
Namun di sisi lain, dirinya adalah salah satu elite yang menguasai lahan ratusan ribu hektare. Bahkan mengkonsesikan lahannya di Kaltim ke Berau Coal untuk menambang batu bara yang terkandung di lahan tersebut.
Sentilan panas dari Jokowi kepada Prabowo terkait penguasaan lahan di Aceh dan Kalimantan Timur berhasil memutarbalikkan logika ‘tanah dikuasai elite’ yang selama ini menjadi jargon kampanye Prabowo.
Dalam debat, Jokowi tidak menyebutkan penguasaan itu tidak sah, Jokowi juga tidak menyebutkan apa status tanah tersebut. Yang ingin Jokowi sampaikan adalah adanya politikus yang setiap lima tahun sekali menuding-nuding 1 persen elite yang berkuasa atas 40 persen lahan di Indonesia. Eh rupanya salah satu dari 1 persen itu adalah si politikus itu sendiri.
Ada politikus yang sekali setiap lima tahun menjelang pilpres berteriak-teriak agar kekayaan alam di Indonesia jangan sampai dikelola asing dan aseng, eh rupanya batu bara di lahannya sendiri disershkan ke asing dan aseng untuk dikelola.
Ada politikus yang sekali setiap lima tahun berbicara soal ketimpangan di masyarakat bahkan tidak ragu meminta sumbangan dari rakyat yang penghasilannya tidak seberapa, eh rupanya punya kekayaan jauh melampaui sebagian besar rakyat di negeri ini.
Setan teriak setan atau maling teriak maling? Biarlah pembaca yang menilainya sendiri.