Indovoices.com-DPR tengah membahas revisi UU Mahkamah Konstitusi (MK) meski virus corona tengah mewabah di Indonesia. Setidaknya ada 14 poin perubahan dalam revisi UU MK. Mulai dari masa jabatan hakim konstitusi yang diperpanjang menjadi 70 tahun hingga syarat minimal calon hakim 60 tahun.
Revisi UU MK yang ‘mengistimewakan’ itu pun diduga memiliki maksud terselubung. Diduga hal itu sebagai cara DPR dan pemerintah agar MK menolak uji materi UU KPK dan Perppu Corona yang masih berproses.
Terhadap dugaan itu, MK menegaskan para hakim konstitusi tidak akan terpengaruh terhadap revisi UU dalam menguji sebuah UU, termasuk UU KPK dan Perppu Corona.
“MK menjaga independensinya, makanya tak ikut-ikut dalam urusan revisi UU MK,” ujar juru bicara MK, Fajar Laksono.
Ia enggan berspekulasi mengenai dugaan maksud terselubung. Sebab menurut dia, MK dalam hal revisi UU bersikap pasif.
“Namanya juga analisis ya ndak apa-apa. Silakan ditanyakan pada DPR betul apa tidak analisis semacam itu. Sekali lagi, MK dalam posisi yang pasif. Bukan hanya karena pengaturan itu mengenai institusi MK, tetapi juga karena ketentuan itu nanti setelah RUU menjadi UU, potensial diuji di MK,” jelas Fajar.
Rencana revisi UU MK tersebut ditolak sejumlah LSM yang tergabung dalam Koalisi Save MK. Koalisi menilai draf RUU MK yang diajukan DPR sarat potensi politik transaksional.
Koalisi berpendapat, ‘keistimewaan’ bagi hakim MK dalam revisi UU memiliki tujuan terselubung. Mereka menduga hal ini sebagai cara bagi DPR agar MK menolak permohonan uji materi beberapa UU yang krusial yang masih berproses di MK, seperti UU KPK dan Perppu Corona.
“Perubahan ini disinyalir mencari cara untuk ‘menukar guling’ supaya MK dapat menolak sejumlah pengujian konstitusional utas yang krusial, seperti revisi UU KPK dan Perppu Penanganan COVID-19,” kata salah satu anggota koalisi, Kurnia Ramadhana, dalam keterangannya.
Untuk itu, koalisi meminta DPR membatalkan pembahasannya dan meminat Presiden Jokowi tak mengirim utusannya untuk membahas revisi UU MK.
Berikut poin-poin yang hendak diubah dalam draf revisi UU MK:
1. Pasal 4. Di pasal ini yang diubah adalah pada ayat (3) di mana masa jabatan hakim MK yang semula 2 tahun 6 bulan menjadi 5 tahun. Selain itu ada ayat 4f, ayat 4g, dan 4h dihapus.
2. Pasal 7A ayat (1) mengenai kepaniteraan. Di pasal ini yang diubah adalah adanya penjelasan lebih detail mengenai masa pensiun panitera yakni berumur 62 tahun.
3. Pasal 15 ayat (2d) tentang batas usia minimal hakim MK. Semua disebutkan batas usia hakim MK adalah 47 tahun dan tertinggi 65 tahun. Sementara dalam draf disebutkan batasan usia naik jadi paling rendah 60 tahun.
Lalu pasal 15 ayat (2h) yang masih mengatur soal syarat hakim MK, di pasal ini dihapus adanya syarat calon hakim pernah menjadi pejabat negara. Sehingga syaratnya hanya satu yakni berpengalaman di bidang hukum selama 15 tahun.
4. Pasal 22 dihapus. Pasal ini sebelumnya membahas mengenai masa jabatan hakim MK.
5. Pasal 23 ayat (1d) soal pemberhentian dari jabatan hakim konstitusi dihapuskan.
6. Pasal 26 ayat (1b) juga dihapuskan. Lalu pasal 26 ayat (5) juga dihapuskan.
7. Pasal 27A ayat (2c, 2d, dan 2e) tentang penegakan kode etik dihapuskan.
8. Pasal 27A ayat (5) dan ayat (6) dihapuskan.
9. Pasal 45 dihapuskan.
10. Pasal 50A dihapuskan.
11. Pasal 57 ayat (2a) dihapuskan.
12. Pasal 59 ayat (2) dihapuskan.
13. Pasal 87 huruf a diatur mengenai masa jabatan ketua dan wakil MK menjadi 5 tahun.
14. Pasal 87c adanya kekhususan bagi hakim MK yang berusia 60 langsung bisa menjabat hingga umur 70 tahun. (msn)