Indovoices.com-Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) berencana memulangkan 600-an WNI mantan simpatisan ISIS dari Timur Tengah. Ide itu pertama kali disampaikan oleh Menteri Agama Fachrul Razi pada 1 Februari lalu di Hotel Discovery, Jakarta Utara.
“Badan Penanggulangan Terorisme dalam waktu dekat akan dipulangkan 600 orang yang sekarang tersesat di ISIS di Timur Tengah. Mereka dulu tergabung di ISIS untuk mendirikan negara yang mereka namakan khilafah,” kata Fachrul.
Fachrul menuturkan mereka tengah telantar di wilayah Timur Tengah. Ia berharap setelah dipulangkan ke Indonesia, pemerintah dapat melakukan pengawasan dan pembinaan agar mencintai negara.
Namun belakangan pernyataan Fachrul diklarifikasi oleh Kemenag. Melalui staf khususnya, Ubaidillah Amin, menyatakan ada kesalahan informasi mengenai rencana pemulangan WNI eks ISIS.
Menurutnya tidak mudah untuk memulangkan WNI eks ISIS karena harus melalui pengkajian dan analisa yang panjang. Ubaidillah menegaskan Menag akan selalu berada di garda terdepan untuk mencegah dan menangkal paham radikalisme dan intoleransi di Indonesia.
Sementara Kepala BNPT Komjen Suhardi Alius mengatakan masih membuka opsi untuk memulangkan anak-anak dan perempuan WNI eks ISIS. Opsi itu diambil karena tanggung jawab negara untuk menyelamatkan masa depan mereka.
Meski begitu, opsi pemulangan WNI eks ISIS masih harus melalui sejumlah pertimbangan lain. Suhardi mencontohkan upaya pemulangan anak dari pelaku bom Bali, Imam Samudra. Setelah diasesmen, anak Imam Samudra jauh lebih keras dari ayahnya.
Hingga saat ini masih belum ada kejelasan mengenai rencana pemulangan 600-an WNI eks ISIS. Namun beberapa pihak dengan tegas menolak wacana pemulangan mereka.
Berikut mereka yang menolak pemulangan WNI eks ISIS dari Timur Tengah:
1. Presiden Jokowi
Presiden Jokowi menegaskan pemerintah belum memutuskan apakah akan memulangkan WNI itu atau tidak. Namun Jokowi mengatakan jika secara pribadi ditanya, dia enggan menerima kembali WNI eks ISIS itu ke Indonesia.
“Kalau bertanya kepada saya, saya akan bilang tidak. Tapi masih dirataskan,” kata Jokowi di Istana Negara.
Jokowi mengatakan, pemerintah akan membahas perihal ratusan WNI di luar negeri itu dalam rapat terbatas (ratas). Hasil ratas itu akan diputuskan apakah WNI itu dipulangkan atau tidak.
Menurutnya pemerintah akan mempertimbangkan secara matang perihal ratusan WNI eks ISIS itu. Berbagai pertimbangan dari kementerian terkait akan dikumpulkan terlebih dahulu.
“Kita ini pasti kan harus semuanya lewat perhitungan, kalkulasi, plus minusnya, semua dihitung secara detail. Dan keputusan itu pasti kita ambil dalam ratas setelah mendengarkan dari kementerian-kementerian dalam menyampaikan hitung-hitungannya,” ucap Jokowi.
2. Menkopolhukam Mahfud MD
Menkopolhukam Mahfud MD mengatakan belum ada keputusan dari pemerintah terkait nasib WNI eks ISIS. Akan tetapi, secara pribadi, Mahfud mengaku cenderung tak ingin para eks anggota ISIS itu pulang ke Indonesia.
“Tapi kecenderungan, kalau saya pribadi sih enggak dipulangkan,” ujar Mahfud.
Mahfud berpandangan, jika memang harus dipulangkan, ratusan WNI itu dikhawatirkan akan membuat masalah baru di Indonesia.
“Mulai dari mudaratnya, kalau dipulangkan itu nanti bisa menjadi masalah di sini, bisa menjadi virus baru di sini. Karena jelas-jelas dia pergi ke sana untuk menjadi teroris,” kata Mahfud.
Mahfud mengatakan, para WNI tersebut jika dipulangkan harus menjalani proses deradikalisasi terlebih dahulu. Ia khawatir para eks ISIS tak diterima masyarakat dan kembali menjadi teroris.
3. Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin
Ali Ngabalin menyebut pemerintah akan memutuskan rencana pemulangan 600-an WNI eks ISIS sekitar Mei atau Juni 2020. Namun secara pribadi, Ngabalin menolak jika pemerintah memutuskan memulangkan Eks Kombatan ISIS itu.
Ia berpandangan dengan menyebut pemerintahan RI thogut merupakan adalah persoalan ideologi yang serius.
“Karena sudah menyebutkan negara ini negara thogut, negara kafir, dia merobek-robek membakar paspornya, makan itu kau punya paspor,” kata Ngabalin.
Dia juga menilai, keputusan memilih keluar Indonesia dan menempuh jalan yang dianggap menuju surga, menurut Ngabalin menjadi urusan individu masing-masing.
“Tempuhlah jalan itu, kau selamat atau kau tidak selamat, itu urusanmu. Jangan lagi membebani negara pemerintah, serta rakyat Indonesia dengan rencana pemulanganmu,” ucap Ngabalin.
4. Pengamat Terorisme dari Universitas Indonesia Ridlwan Habib
Ridlwan Habib mengingatkan pemerintah mengenai rencana pemulangan 600-an WNI eks ISIS. Ridlwan mengatakan masalah ini harus dikaji lebih dalam karena sudah menyangkut persoalan ideologi.
“Pertama, Indonesia belum punya prosedur deteksi ideologi. Yang saya maksud prosedur deteksi ideologi adalah kita tidak bisa melihat secara objektif seseorang ini sudah sembuh secara ideologi atau belum,” kata Ridlwan.
Ridlwan juga membandingkan persoalan ini dengan virus corona yang baru-baru ini juga menggegerkan. Menurutnya, seseorang bisa dideteksi sembuh dari corona dengan indikator fisik. Misalnya tidak batuk, tidak panas, dan sebagainya.
“Tapi dalam konteks ideologi kita tidak bisa lagi menggunakan itu. Orang tidak bisa hanya menulis misalnya surat pernyataan di atas kertas saya sudah pro NKRI, saya pro Pancasila, kemudian tanda tangan,” ucap Ridlwan.
Namun, mengenai opsi pemulangan WNI eks ISIS khusus anak-anak dan perempuan, menurut Ridlwan juga bisa dilakukan. Sebab, jika sampai di Indonesia mereka masih bisa dilakukan konseling psikologis.
“Masih bisa diperbaiki. Tetapi kalau kemudian posisinya wanita dewasa yang tidak lemah mereka juga sama militannya dengan laki-laki bahkan lebih militan,” ujar Ridlwan.
5. Gubernur Jateng Ganjar Pranowo
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menyatakan menolak rencana pemulangan WNI eks ISIS ke Indonesia. Ganjar hanya ingin menerima WNI terutama asal Jateng yang sudah sukses di luar negeri.
“Meski ada warga Jateng yang juga terafiliasi dengan ISIS di luar negeri, namun saya tidak mengharapkan mereka kembali. Yang saya tunggu kembali ke tanah air itu WNI asal Jateng yang sukses di luar negeri. Bukan mereka (anggota ISIS),” kata Ganjar.
Ganjar mengatakan Jateng selama ini terus berupaya melakukan deradikalisasi kepada masyarakat yang terpapar paham radikalisme, khususnya para narapidana kasus terorisme.
Selama ini, ia selalu intens berkomunikasi dengan para eks narapidana terorisme di Jateng yang jumlahnya cukup banyak.
“Dari cerita eks napiter itu, mereka mengatakan betapa bahayanya para eks teroris itu, apalagi kalau tidak ada pembinaan. Makanya kami ngurusi yang sudah ada saja, kami bina mereka. Itu saja sekarang butuh energi banyak, apalagi kalau ketambahan mereka,” ucap Ganjar. (msn)