Indovoices.com –Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menjelaskan penyebab rasa gerah yang dialami warga terutama Jabodetabek beberapa hari terakhir.
Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Herizal menyampaikan, suasana gerah secara meteorologis disebabkan suhu udara yang panas disertai dengan kelembapan udara yang tinggi.
“Kelembapan udara yang tinggi menyatakan jumlah uap air yang terkandung pada udara. Semakin banyak uap air yang dikandung dalam udara, maka akan semakin lembap udara tersebut, dan apabila suhu meningkat akibat pemanasan matahari langsung karena berkurangnya tutupan awan, suasana akan lebih terasa gerah,” ujar dia melalui keterangan tertulis.
“Udara panas gerah juga lebih terasa bila hari menjelang hujan, karena udara lembap melepas panas laten dan panas sensibel yang menambah panasnya udara akibat pemanasan permukaan oleh radiasi matahari,” ujar Herizal.
Di sisi lain, suasana gerah menandakan bahwa suatu wilayah hendak memasuki musim kemarau.
Selama bertahun-tahun, periode April-Mei menjadi salah satu periode dengan suhu tertinggi di Indonesia, selain saat puncak kemarau pada Oktober-November.
Berdasarkan pantauan BMKG, sekitar 35 persen wilayah zona musim di Indonesia baru saja memasuki musim kemarau pada pertengahan Mei lalu.
Di Jabodetabek, wilayah Bekasi bagian utara serta sebagian Jakarta disebut sudah memasuki musim kemarau, sehingga suhu udara semakin tinggi.
“Di Jabodetabek, pantauan suhu maksimum tertinggi terjadi di Soekarno/Hatta 35°C, Kemayoran 35°C, Tanjung Priok 34,8°C, dan Ciputat 34,7°C,” kata Herizal.
Ia menambahkan, warga tak perlu merasa gusar dengan suasana gerah yang dirasakan selama kurang lebih 5 hari belakangan.
“Banyak minum dan makan buah segar sangat dianjurkan,” pungkasnya.(msn)