Indovoices.com – Saya memiliki sahabat yang cukup lama kebaktian di depan istana Presiden untuk memperjuangkan agar dieksekusi keputusan pengadilan.
Suatu ketika, saya berkelakar dengannya. Dulu itu, aku pernah tinggal di Riau 10 tahun. Di Riau itu, sangat sulit izin membangun gereja. Kesulitan mereka mendapat izin gereja membuat internal mereka bergandengan tangan dan satu hati dan pikiran.
Mereka yang kesulitan medapat izin gereja bersatu hati untuk melayani Tuhan. Tetapi ketika mereka mendapat izin gereja, muncul konflik internal. Di berbagai daerah yang saya lihat, ketika mereka kesulitan mendapat izin tempat beribadah, pertumbuhan rohani sangat baik. Terutama dalam persekutuan yang sangat kental. Mereka bersatu hati dan rajin beribadah.
Cerita lain dari kelakar saya adalah di kampung saya di Tobasa, bebas beribadah 24 jam. Dengan cara apapun, dengan volume berapapun, di tempat manapun beribadah tidak ada yang keberatan.
Di Tobasa itu bebas, kapan dan dimana saja bebas beribadah. Dan, izin rumah ibadah tanpa kesulitan apapun. Tetapi, gairah beribadah dan bersekutu berbeda kehangatannya dengan pengalaman saya di Riau.
Di Tangerang, ada yang menarik perhatian saya. Sebuah gereja yang kebaktian meminjam gedung karena tidak memperoleh izin gereja. Mereka itu kreatif ke penduduk sekitar. Karena gerejanya memiliki jemaat dokter, maka mereka membangun klinik.
Klinik itu menyediakan dokter spesialis. Mulai dari dokter spesialis kandungan, kulit, THT, internis, tulang dan lain sebagainya. Juga ada dokter gigi. Apakah klinik itu ada andaikan izin gereja ada?. Tidak ada yang bisa menjawab.
Esensi yang hendak saya katakan adalah kesulitan memperoleh rumah ibadah dapat berdampak memicu kehangatan persekutuan, kreatifitas melayani Tuhan dan sesama. Sebab, inti ibadah adalah melayani Tuhan untuk sesama.
Sebagai warga negara, sejatinya kita bebas beribadah. Beribadah membuat kitadekat dengan Tuhan dan juga sesama. Kelak, warga negara yang rajin beribadah memberikan kontribusi untuk membangun bangsa.
Walaupun dalam tulisan ini cerita sebuah kelakar, tetapi sejatinya substansi beribadah harus dijamin oleh negara. Kita kehilangan nalar ketika rumah ibadah sulit memperoleh izin.
UUD 1945 memberikan jaminan kepada kita untuk beribadah. Karena itu, amanat itu sejatinya harus dilaksanakan. Dengan demikian, warga negara tidak memghabiskan energinya untuk sebuah izin ibadah. Tetapi, orang yang sudah beribadah akan memberikan kontribusinya yang terbaik bagi bangsa dan negara.
Mengapa energi kita habis untuk izin rumah ibadah?. Apakah kita tidak yakin kebebasan beribadah akan memproduksi anak bangsa untuk membangun bangsa dan negara?.
Di era digital ini, sejatinya semua kita warga negara membangun kebersamaan membangun bangsa dari ancaman luar. Kita hindari sikap menghalangi hak-hak warga negara. Pemberian hak-hak warga negara akan mendorong kebersamaan kita sebagai warga negara Indonesia siap mengahadapi persaingan global. Modal utama bangsa kita melawan persaingan dengan bangsa asing adalah kebersamaan. Kebersamaan kita terganggu jika ada hak warga lain yang tidak diberikan. (gurgur manurung)
#gurmanpunyacerita