Indovoices.com –Berselang beberapa jam kami bergembira luar biasa dengan sahabat-sahabat yang diisolasi di RSU Tarutung diizinkan pulang , saya mendengar demo penolakan pasien Covid 19 di RSU Porsea. Dua minggu sebelumnya, saya diminta bang Martin Manurung mengirim jamu/obat ke keluarga yang ditolak itu, karena dinyatakan positif hasil rapid test. Kami komunikasi sebelumnya dengan baik dengan ayah dari yang dinyatakan Positif Covid 19 hasil test SWAB. Jamu yang seharusnya langsung di Tarutung, singgah di Balige untuk dibagi karena mendengar ada juga positif hasil rapid test di Balige.
Selama 15 hari, kami komunikasin intens di group WA dengan sahabat-sahabat yang diisolasi di RSU Tarutung. Komunikasi yang sangat menyenangkan. Selama 15 hari bergumul soal kesehatan mereka. Sehari sebelumnya, mereka menunggu hasil test SWAB penuh kegamangan.
Kegembiraan tidak lama, tiba-tiba mendengar berita demo penolakan pasien isolasi di RSU Porsea. Reaksi saya adalah, teringat masa-masa remaja bermain bola dekat RSU Porsea mengikuti pertandingan bola untuk merayakan 17 Agustus. Ada kelakar ketika itu mengatakan, “tumagon ma talu daripada ndang boi mulak” (lebih baik kalah daripada tidak boleh pulang)”. Mengapa, muncul kelakar itu?. Pertandingan sering rusuh. Suatu ketika, pernah saya bicara dengan camat Porsea,”mengapa pertandingan 17 Agustus tidak dilakukan?”. Potensi pemain bola di Porsea itu luar biasa. Saya berkeliling kota dan saya suka mengamati sepakbola. Potensi sepakbola Porsea itu luar biasa. Andaikan pertandingan perayaan 17 Agustus itu diadakan maka seyogianya sudah muncul pemain bola hebat dari Porsea.
Kemudian, saya merenung dan menelpon orang sekitar RSU Porsea. Apa yang dituntut sehingga terjadi penolakan?. Sombong kali klian?. Dia mengatakan bahwa para pendemo itu tak yakin akan kualitas RSU sanggup menangani pasien positif hasil SWAB. Ruang AC saja pintunya terbuka. RSU Porsea tidak memiliki ventilator, Alat Pelindung Diri (APD), obat-obat seperti Cloroquina, Avigan dan fasilitas lain. Apa sih yang dimiliki RSU Porsea?.
Waktu anak-anak saya dibawah umur 10 tahun, saya takut pulang karena takut kalau anak-anak saya demam ngak tau dibawa ke rumah sakit mana. Soalnya, saya sudah terjebak sejak kecil membawa anak-anak saya berobat di Rumah Sakit berlabel internasional. Ketika itu saya pulang, anak-anak saya menangkap ikan di kolam. Mereka senang sekali dan setelah selesai menangkap ikan di kolam yang penuh lumpur, mereka mandi di sungai. Malamnya anak yang pertama demam, dan yang kedua panas dalam. Saya sungguh panic dan terjadi apa yang saya kuatirkan. Saya bawa ke Balige. Rumah sakit yang waktu saya SD kursinya masih itu kulihat. Sudah saya jumpai tiga dokter, tak sembuh. Padahal, hanya demam. Terus terang, kepanikan saya berlebihan. Istri saya bilang, sebenarnya abang yang sudah sakit. Kekuatiran yang berlebihan.
Besok paginya, saya jumpai senior kami yang dokter di Laguboti, dokter Sabam Simatupang. Dia ketawa mendengar cerita saya. Kemudian dia kasih obat generic. Bang, mana mempan generic sama anakku?. Dia terbiasa kubawa ke RS ini dan itu sambil kujelaskan nama-nama RS di Jakarta. Dokter Sabam bilang,” pos ma roham”. Beberapa jam anak kita akan sembuh. Dia menjelaskan secara detail bagaimana kesalahan-kesalahan orang kota berobat. Kasihlah obat generic, dek?, katanya. Kemudian, dia jelaskan bahwa kandungan obat itu kan sama. Biasalah, gaya aktivis. Saya dan istri diberikan kuliah sama senior saya di PMK HKBP itu. Beberapa jam kemudian anak saya panasnya turun dan sembuh total. Sejak itu, anak saya jarang ke dokter. Kalau demam, saya telpon dokter Sabam minta nasehat.
Mengapa masyarakat menolak pasien Positif Covid 19 hasil SWAB?. Karena rakyat pendemo tidak yakin akan kemampuan RSU Porsea menangani. Mengapa tidak yakin?. Pengalaman selama ini pasien tidak diperlakukan dengan baik atau sebutlah tidak optimal. Apa lagi?. RSU Porsea memang tidak pernah berkembang. Jabatan rumah sakitpun terkesan kepentingan politik, bukan karena kompetensi. Suka atau tidak suka (like or dislike) sangat kental. Sejak dulu, cerita dokter spesialis bisa ke Puskesmas padahal akan optimal di RSU Porsea. Manajemen RSU Porsea sangat kental dengan kepentingan politik.
Jujur saja, sahabat saya dokter alumni SMA Soposurung yang kesohor itu, kemudian dokter dari USU saja dipecat dari ASN karena kritis. Sudah sangat lama berjuang sahabat saya itu berjuang agar serius membangun fasilitas kesehatan. Padahal, Kabupaten Toba kurang dokter. Debat sampai diluar kolong langit, padahal intinya, Bupati tidak suka dengan yang kritis. Jangan banyak cincong. Sahabatku itu, salah satu pribadi yang terbaik yang saya kenal. Jiwa raganya adalah semangat melayani. Stop korupsi di dunia kesehatan. Itu saja teriakannya. Ketika sahabatku itu dipecat, dia senyum dan terus teriak. Teriakannya, stop korupsi.
Jika RSU Porsea selama ini membangun komunikasi yang baik dengan masyarakat sekitar, apakah ada demo?. Jika RSU Porsea selama ini memberikan hasil yang baik, apakah ada demo?. Apakah demo itu karena para pendemo tak memiliki rasa kemanusiaan?. Semua itu akibat dari ketidakpercayaan. Ini sangat berbahaya. Kondisi ini harus segera direformasi. Demo itu adalah sebuah akibat akumulasi kekecewaan. Baru-baru ini sahabatku, menelpon saya. Dia menceritakan bahwa ibunya masuk RSU Porsea. Saran saya, ibunya dibawa ke Siantar saja. Kawan saya itu mengatakan bahwa menurut dokter ibunya sakit thypus. Ibunya meninggal, ketika saya Tanya kemudian penyebab meninggalnya ibunya karena Demam Berdarah (DBD). Andaikan diketahui DBD sejak awal, mungkin kejadian akan lain, bukan?.
Dalam kondisi pandemic Covid 19 sekarang, semua kita kesulitan. Karena itu, pihak RSU harus membangun komunikasi dengan masyarakat. Dijelaskan bahwa Pandemi ini kita tangani dengan memasang APD, kita sudah menyiapkan ventilator, obat cloroquina, Avigan sudah kita miliki. Kami menjamin bahwa isolasi ini tidak berdampak ke masyarakat sekitar karena sumber makanan diolah sendiri. Penjaga yang sakitpun tidak membeli makanan di sekitar RSU. Mereka yang demo itu tidak kuatir hanya karena RSU Porsea tidak memiliki fasilitas, tetapi ketidakdisiplinan. Mereka melihat perilaku medis RSU Porsea setiap hari. Mereka membandingka ke Rumah Sakit canggih yang sudah pernah mereka lihat. Ibarat melihat satpam BCA dengan bank lain sangat berbeda. Satpam professional dengan satpam asal jadi. Coba lihat Satpam BCA dengan satpam di berbagai tempat. Beda sekali, bukan?.