Indovoices.com –Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif meminta PT Freeport Indonesia mempercepat penyelesaian pembangunan fasilitas pemurnian (smelter) di Gresik, Jawa Timur. Dengan begitu, smelter bisa segera memberi manfaat nyata bagi bangsa Indonesia.
“Karena jika ini selesai, kita tinggal mendorong industri hilirnya supaya bisa berkembang,” ujar Arifin Tasrif dalam informasi tertulis di Jakarta.
Adapun pembangunan smelter PT Freeport ini dilaksanakan dalam jangka waktu 5 tahun dan direncanakan selesai pada akhir tahun 2023 mendatang. Nilai investasi proyek ini sebesar US$ 3 miliar.
Sebelumnya, Wakil Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Jenpino Ngabdi telah melaporkan progress pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian minteral atau smelter di Gresik pada anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat. Dengan kondisi terbaru saat ini, menurut dia, akan sangat sulit memenuhi tenggat waktu penyelesaian pembangunan smelter yang ditetapkan pemerintah di tahun 2023.
Pasalnya, hingga Juli 2020, pembangunan smelter yang ditargetkan mencapai 10,5 persen ternyata realisasinya hanya 5,85 persen. Hal tersebut di antaranya akibat pandemi Covid-19 yang menyebabkan belum adanya kesepakatan antara Freeport dan kontraktor engineering, procurement and construction (EPC) smelter, khususnya terkait biaya dan target waktu penyelesaian proyek.
“EPC terkendala karena ada pembatasan di negara-negara asal. Ada vendor yang belum aktif, akibatnya kontraktor belum finalisasi biaya dan waktu penyelesaian. Belum semua vendor beri penawaran harga final,” kata Jenpino, dalam rapat kerja dengan Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dan Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat, Kamis, 27 Agustus 2020.
Jenpino menjelaskan, para vendor dan PC juga mengaku kesulitan memenuhi target pemerintah dan memerlukan adanya revisi jadwal. “Jika memungkinkan, kami memohon ada pelonggaran hingga 2024,” tuturnya.
Namun sejumlah anggota DPR menolak keras permintaan Freeport tersebut. Politikus dari Fraksi Partai Golkar Rudy Mas’ud, misalnya, menolak keras permintaan PT Freeport Indonesia itu. Ia meminta sejumlah alasan teknis seperti adanya pandemi Covid-19, perizinan, dijadikan alasan hambatan. “Ujung-ujungnya tak terwujud,” katanya.
Rudy juga menyoroti bahwa permintaan PT Freeport Indonesia soal kelonggaran waktu penyelesaian kewajiban membangun smelter. “Apalagi diminta ditunda, gak gentlemen sekali. Ini perjanjian tidak hanya dengan Freeport, tapi multilateral, banyak negara,” ucapnya.
Menurut Rudy, penundaan penyelesaian pembangunan smelter hingga jangka panjang akan menimbulkan banyak dampak negatif terhadap lingkungan hidup juga sosial. “Tidak hanya di Papua, tapi juga di Gresik,” ujarnya.
Hal senada disampaikan politikus dari Partai Nasdem Rico Sia menilai penundaan pembangunan smelter tidak bisa diundur ke 2024 karena akan sangat merugikan Indonesia. “Apalagi ada pinjaman yang begitu besar,” katanya.
Rico juga tak bisa menerima pernyataan Freeport bahwa pembangunan smelter merupakan investasi yang rugi. “Ini berita bohong, menyesatkan masyarakat,” ujarnya. “Karena yang namanya investasi memang harus keluar modal di awal, baru akhirnya ada keuntungan,” ucapnya.
Akibat penolakan dari sejumlah anggota Komisi Energi DPR itu, lantas rapat diskors oleh pimpinan rapat Eddy Soeparno. Setelah skors rapat dicabut, ia menutup rapat dengan PT Freeport Indonesia dan mengagendakan rapat terpisah dengan perusahaan tersebut untuk membahas proyek smelter.(msn)