Indovoices.com –Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohirmengatakan pandemi virus korona (covid-19) memberi peluang besar untuk percepatan transformasi digital. Potensi ekonomi digital di Indonesia diperkirakan mencapai US$133 miliar pada 2025.
“Sedangkan Di ASEAN potensi ekonomi digital mencapai US$200 miliar di tahun 2025. Namun, tantangan transformasi digital masih sangat banyak,” ucap Erick lewat keterangan tertulis, Sabtu, 14 November 2020.
Menurut dia, ketergantungan dunia terhadap teknologi digital semakin tinggi selama masa pandemi covid-19. Tercatat 441 juta orang atau 65 persen populasi ASEAN telah menggunakan internet hingga Juni 2020.
“Lebih dari 1,5 miliar anak harus belajar dari rumah, ratusan juta orang harus bekerja dengan platform virtual, online shopping meningkat tajam,” kata dia.
Erick menambahkan ada sejumlah tantangan transformasi digital yang harus dihadapi. Pertama, banyak jenis usaha atau pekerjaan lama yang tutup.
“Sekitar 56 persen pekerjaan di lima negara ASEAN terancam hilang akibat otomatisasi,” kata Erick.
Kedua, kesenjangan digital di negara ASEAN masih sangat besar. Penetrasi internet belum merata di seluruh negara ASEAN. Tercatat hanya tiga negara dari 10 yang memiliki penentrasi internet di atas 80 persen.
Selain itu, kegiatan ekonomi digital di ASEAN hanya sebesar tujuh persen dari total produk domestik bruto (PDB) ASEAN. Erick mengatakan ada tiga hal yang harus didorong demi menghadapi tantangan transformasi digital.
“Pertama memastikan revolusi digital yang inkulsif dengan 3A, access, affordability, dan ability,” ungkap dia.
Erick menuturkan ASEAN perlu menyiapkan infrastruktur digital yang memadai dan merata di seluruh kawasan. Serta internet dengan harga yang terjangkau dan peningkatan literasi digital bagi sumber daya manusia.
“Kedua, ASEAN harus menjadi pemain besar dalam ekonomi berbasis digital. Ekonomi digital harus membantu usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) kawasan ASEAN untuk masuk dalam rantai pasok global,” kata dia.
Menurut dia, UMKM adalah tulang punggung ekonomi ASEAN karena mewakili 89-99 persen dari seluruh perusahaan di ASEAN. Dia meyakini percepatan transformasi digital UMKM akan mendorong bangkitnya roda perekonomian kawasan.
“Pemerintah masing-masing negara ASEAN harus punya andil yang lebih besar dalam mendorong transformasi digital. Ini penting untuk menjadikan ASEAN menjadi kawasan yang digital friendly,” ungkap Erick.
Erick menambahkan Indonesia memiliki ekosistem digital yang menjanjikan karena Indonesia memiliki 2.993 startup pada 2019 atau kelima terbesar di dunia. Indonesia juga memiliki satu decacorn dan empat unicorn.
Sejak tahun 2018 Indonesia mengembangkan Peta Jalan “Making Indonesia 4.0”. Serta membangun industri manufaktur dan pengembangan pusat-pusat inovasi.
“Kami memberikan insentif berupa super tax deduction bagi industri yang berinvestasi di research dan development,” jelas Erick.
Ketiga, Penguatan sinergi untuk menciptakan ekosistem digital yang kondusif di kawasan ASEAN. Sinergi dengan bekerja sama mengeliminasi hambatan perdagangan digital, membangun kepastian hukum, penyederhanaan prosedur, dan sistem perizinan.
Selain itu, membangun regulasi sinergi perdagangan digital, e-commerce, dan konektivitas digital. Pemerintah juga memperkuat kemitraan antara pemerintah dan swasta (PPP) untuk memperkuat konektivitas digital.
“Sinergi ini harus bersifat inklusif, tidak ada satu pun yang boleh tertinggal. Itulah prasyarat jika kita ingin menjadikan kawasan ASEAN sebagai pemenang dalam era transformasi digital ini. No one is left behind,” tutup Erick.(msn)