Indovoices.com – Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) tidak mau main-main dalam menggenjot produktivitas pertanian. Dalam kegiatan Mentan Sapa Penyuluh dan Petani (MSPP) yang digelar Badan Penyuuhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP), secara virtual, Selasa (8/9), Mentan targetkan produktivitas minimal 7 ton/hektare.
Kali ini, MSPP mengangkat tema Percepatan Pencapaian Target Pembangunan Pertanian di Masa Pandemi Covid-19, dengan menghadirkan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL).
“Produksi sampai 7 ton, kalau pupuk oke, lahan oke, semua sudah oke, berarti produksi harus harus sampai 7 ton per hektare. Tapi kalau masih ada daerah yang produksinya di bawah 7 ton, berarti tidak mau belajar. Sekarang minimal produksi harus 7 ton per hektare,” katanya.
Mentan mengatakan bahkan jika perlu dilakukan evaluasi setiap minggu pada daerah yang mendapatkan pupuk subsidi namun tidak mampu menggenjot produksi.
“Kalau sampai ada daerah yang produksinya hanya 6 ton ke bawah, bila perlu jangan dikasih pupuk. Karena dahulu saja tanpa pupuk produksi bisa 5 ton. Jadi kalau mau dapat pupuk harus ada konsekuensinya, seperti meningkatkan produksi sampai 7 ton perhektare,” tegasnya.
Mentan SYL pun berharap Covid-19 dapat membuat pertanian untuk menjadi lebih baik lagi. Ia pun meminta setiap wilayah ada demplot yang dikembangkan, ada pembelajaran yang bisa dilakukan. Sebab, hal itu menjadi bagian dalam pengembangan pertanian.
“Pertahankan pertanian di wilayah agar cukup pangannya. Kalau ada yang merasa tidak cukup, segera lapor. Kalau tidak lapor, kami anggap itu aman. Saya butuh kejujuran. Karena rakyat tidak boleh bersoal dengan pangan, apalagi sekarang kita dalam masa sulit,” tuturnya.
Mentan menambahkan, saat ini semua negara sudah mengalami krisis. Ditambahkannya, semua boleh bersoal, namun tidak dengan pangan.
“Kalau memang ada kekhawatiran, segara laporkan. Karena ini adalah bagian untuk memperkuat lumbung pangan, baik lumbung pangan provinsi, kabupaten, dan yang tidak kaah penting adalah memperkuat lumbung pangan rumah tangga, juga lumbung pangan desa. Sehingga 2020 semua pastikan beras rakyat selalu ada, dan disetiap desa tersedia,” katanya.
Mentan mengatakan, untuk membangunpertanian tidak bisa dengan bicara di atas meja, membangun pertanian berarti bicara di lapangan. Karena pertanian ada di lapangan. Dan setiap lapangan, beda kondisinya. Setiap tempat beda kondisinya.
“Jangankan secara nasional, secara regional, wilayah, atau daerah, pasti beda. Di pertanian, local problem must be respons by local respons. Masalah lokal dipecahkan dan dilakukan dengan pendekatan lokal. Kita bicara mengenai kebersamaan. Kita selesaikan masalah bersama-sama,” tuturnya.
Sementara Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP) Kementan Dedi Nursyamsi mendukung hal itu.
“Pembangunan pertanian harus diawali dengan pembangunan SDM pertanian. Siapa SDM pertanian itu? Ya petani, penyuluh, petani milenial, poktan, dan juga gapoktan,” tutur Dedi Nursyamsi.
Menurutnya, untuk membangun pertanian maka penyuluh dan petani harus ditingkatkan keterampilan, kemampuan, pengetahuan, dan juga kompetensinya.
“Peningkatakan kemampuan SDM pertanian bisa dilakukan di Kostratani melalui demplot atau sekolah lapang. Dan Kostratani juga menjadi tempat petani belajar dan berkonsultasi sehingga produksi bisa meningkat. Penyuluh pun harus terus ke lapangan mendampingi petani,” katanya.(kementan)