Indovoices.com –Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menyatakan, tidak ada solusi tunggal dalam penyelesaian kasus kejahatan lintas negara yang terorganisasi.
Menurut Retno, pendekatan penyelesaian kasus kejahatan lintas terorganisir harus bersifat situasional, sebab karakteristik mereka cenderung berbeda-beda.
“Tidak ada solusi one-size fits all yang dapat mengatasi seluruh tipe kejahatan teroganisir,” kata Retno saat menyampaikan pidato pada Peringatan 20 Tahun Konvensi PBB Melawan Kejahatan Lintas Negara Terorganisir (UNTOC), yang digelar secara daring dari Markas Besar PBB, New York, Jumat (13/11/2020).
Karena itu, Retno mengingatkan pentingnya membangun dan memelihara kerja sama antarnegara secara global.
Retno menegaskan, tidak ada satupun negara yang dapat mengatasi kejahatan lintas negara terorganisasi secara sendirian.
“Tidak ada satu negarapun yang dapat mengatasi masalah ini sendirian, tidak sebelumnya dan tidak dalam masa pandemi Covid-19 ini,” ujarnya.
Bertalian dengan itu, Retno menyatakan pentingnya adaptasi terus-menerus agar UNTOC tetap relevan dalam mengatasi kejahatan lintas negara yang terorganisasi.
Pendekatan dan solusi yang diambil oleh negara-negara harus terus disesuaikan dengan karakteristik kejahatan.
“Pentingnya adaptasi terus menerus agar UNTOC tetap selalu relevan dalam mengatasi kejahatan lintas negara teroganisir baik pada masa sekarang dan di masa yang akan datang,” kata Retno.
Dalam kesempatan itu, Retno juga sempat menyinggung soal pengungsi etnis Rohingya.
Ia menyebut masalah tersebut merupakan bentuk kejahatan penyelendupan dan perdagangan manusia terorganisasi di kawasan.
“Indonesia saat ini menampung lebih dari 900 orang yang telah menjadi korban perdagangan manusia dan terlantar di laut lepas. Indonesia kembali menekankan pentingnya penyelesaian masalah Rohingya dari akar masalahnya melalui repatriasi secara suka rela, aman dan bermartabat. Bagi Indonesia, Myanmar adalah rumah bagi pengungsi Rohingya,” tegas Retno.
Konvensi PBB Melawan Kejahatan Lintas Negara Terorganisir (UNTOC) diadopsi di Palermo, Italia, pada 2000.
Konvensi tersebut menjadi instrumen hukum internasional utama yang mengatur masalah penanggulangan perdagangan orang, penyelundupan manusia, dan perdagangan gelap senjata api. Indonesia telah menjadi negara pihak pada konvensi tersebut sejak 2009.
Indonesia terpilih menjadi salah satu negara sponsor bersama Italia dan Maroko pada acara peringatan 20 tahun adopsi UNTOC yang diinisiasi oleh United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC).(msn)