Halo sahabat IV. Sudah lama tak menulis di IV. Sekarang saya hadir kembali mencoba menjawab jawaban salah satu sahabat IV terkait serangan bom Surabaya yang tidak hanya mengguncang Surabaya tetapi seluruh Indonesia.
Saya akan mencoba menjawab sesuai kemampuan saya. Semoga ada juga tanggapan sahabat-sahabat IV untuk menambah solusi dan pendapat konstruktif ke depan. Tentu jawaban bukan jawaban paripurna yang tak terbantahkan. Masih bisa dikoreksi, ditambahi, bahkan dikurang, atau dihilangkan sama sekali. Saya akan menjawab satu per satu.
Apa sebaiknya respon ketika ada beberapa kawan mengatakan ini hanya pengalihan isu?
Ada dua cara. Pertama, segera laporkan ke pihak yang berwenang. Siapa tahu memang dia adalah bagian dari terorisme. Pernyataan bom Surabaya sebagai pengalihan isu sudah termasuk penghinaan baik kepada pemerintah dan kepolisian. Biar pihak berwajib yang mengorek apa maksudnya. Kita tahu mengalihkan isu dengan memanfaatkan anak-anak tak berdosa dan mengorbankan masyarakat tak berdosa serta mencoba membakar kericuhan dengan bom adalah perbuatan biadab.
Kedua, mengorek informasi dengan pertanyaan dan mengcounter. Silakan ajak berdiskusi. Bertanyalah kenapa dia mengatakan bom Surabaya adalah pengalihan isu, apakah hanya asumsi, apa analisanya, dan apa motifnya. Dengan seperti ini kita berharap dia terbuka berdiskusi. Karena ada orang hanya ikut-ikutan saja, karena kebodohannya. Kita tidak bisa salahkan. Untuk itu kita harus meluruskan. Ada orang karena fanatismenya, maka kita juga harus meluruskan. Ada juga karena radikalisme, psikopat, teroris dan bagian dari bom itu sendiri, maka kita bisa mengambil tindakan secepatnya.
Apa sebaiknya respon ketika ada yg mengatakan kejadian ini adalah momen untuk menuntut Jokowi dan Tito mundur?
Pertama, serangan teroris tidak terjadi kali ini saja. Pada era SBY pun kita menghadapi justru yang lebih parah. Menuntut pemimpin mundur karena satu kesalahan tak terduga bukanlah cara terbaik dalam berbangsa dan bernegara.
Kedua, Pemerintah dalam hal ini Jokowi sebagai Presiden dan Tito sebagai Kapolri tidak pernah mengharapkan adanya serangan bom yang mematikan itu. Kita lihat keduanya sangat mengutuk serangan bom itu. Dan bukan hanya mengutuk, melainkan langsung meninjau ke lapangan. Padahal, situasi sebenarnya masih dalam siaga-1.
Ketiga, mereka sudah bertindak secara cepat. Meninjau, mengambil keputusan, dan melakukan penanggulangan. Kalau mereka tidak bertindak cepat, mungkin puluhan bom lain akan meledak di berbagai kota di Indonesia. Karena kesigapan institusi yang mereka pimpinlah, setidaknya beberapa serangan dapat digagalkan.
Apa sebaiknya respon ketika ada kawan mengatakan untuk tidak perlu mengutuk?
Kita harus mengutuk, karena serangan bom adalah tindakan yang tidak berperikemanusiaan. Serangan bom – bukan dalam perang – adalah perbuatan biadab, jahat, bejat, dan pantas dikutuk. Selain memanfaatkan anak-anak di bawah umum, kelakuannya juga mengakibatkan kerusakan tidak sedikit. Bukan hanya korban manusia, tetapi juga ancaman intoleransi yang merajalela. Untungnya, masyarakat kita sudah lebih dewasa dalam menanggapi serangan-serangan psikologis dan ideologis. Kalau tidak dewasa, tidak bisa dibayangkan kalau toleransi dan kebhinekaan kita yang sudah kita rawat selama ini akan terkoyak-koyak.
Apa sebaiknya respon ketika ada kawan yg mengatakan ini adalah kesalahan BIN?
Tidak bisa juga mengatakan ini sepenuhnya kesalahan BIN. BIN tidak punya wewenang untuk menindak. Intelijen juga tidak punya wewenang untuk menindak. Bahkan Densus 88 tidak juga punya wewenang untuk menindak sebelum pelaku melakukan tindakan teror.
Artinya, mereka ini harus menunggu si pelaku merakit, membawa, dan meledakkan bom terlebih dahulu, baru dapat ditindak. Padahal, pelaku tidak akan mungkin menunjukkan dirinya berniat membom.
Hal itu terjadi karena mereka tidak diberi kewenangan untuk itu. Tidak ada payung hukumnya. Kalau mereka bertindak melewati kewenangannya, maka lawan mereka adalah masyarakat Indonesia dan penggiat HAM. Tidak adanya wewenang untuk menindak, maka mereka hanya mengawasi. Sekali pun tahu dia adalah teroris, yah menunggu dan menunggu saja.
Apalagi sekarang teroris semakin pintar. Gaya mereka sudah semakin membaur dengan masyarakat. Tidak ada ciri khusus membedakan mana rakyat biasa dan mana teroris. Mereka juga berkamuflase memanfaatkan anak-anak dan wanita. Siapa yang menyangka ibu dan anak-anaknya akan meledakkan diri. Dari sudut pandang kewarasan kita, orang gila saja tidak mau membunuh anaknya sendiri.
Jadi tidak semudah itu menyalahkan BIN. Mereka sudah bekerja maksimal. Buktinya setelah kejadian di Mako Brimob dan di Surabaya, mereka langsung bergerak cepat. Yang mereka awasi langsung ditindak serentak. Yang jelas, apa yang kita tahu sekarang, hanya sebagian kecil dari yang kita tahu.
Apa respon ketika ada kawan yg mengatakan bahwa kejadian ini bukanlah masalah agama tetapi kemanusiaan?
Benar ini adalah masalah kemanusiaan. Tetapi tidak bisa sepenuhnya dipisahkan dari masalah agama. Tetapi juga tidak bisa dikatakan masalah ini terkait antara agama yang satu dengan agama yang lain. Melainkan ini adalah masalah internal agama masing-masing.
Perlu dipisahkan masalah antar agama dan masalah internal agama serta masalah antar pemeluk agama. Kalau masalah antar agama berarti agama yang satu dengan agama yang lain saling serang. Masalah internal agama adalah di dalam agama tertentu ada masalah yang perlu diselesaikan. Sementara masalah antar pemeluk agama berarti antara pemeluk agama yang satu dengan pemeluk agama yang lain saling bentrok.
Kita tidak boleh menutup mata bahwa di kalangan agama masing-masing ada bibit-bibit radikalisme, ekstremisme, sampai terorisme. Hanya dengan melakukan evaluasi dan refleksi terus-menerus, kita akan mampu mengatasi persoalan itu. Kalau kita hanya menyangkal, itu sangat tidak menyelesaikan masalah.
Terorisme terkait dengan masalah internal agama dan antar pemeluk agama. Bahwa dalam agama tertentu ada oknum pemeluk yang salah menangkap maksud ajaran agamanya dan salam memproyeksikan ajaran itu. Karena sudah salah dari awal maka salah pula merealisasikannya terhadap penganut agama lain.
Apa sebaiknya respon ketika ada yg mengatakan bahwa teroris tidak beragama?
Pelaku bom ke 3 gereja itu – menurut kesaksian tetangganya – masih melakukan salat subuh berjamaah Bersama warga lainnya. Itu bukti bahwa mereka beragama. Terlepas bagaimana dia memandang ajaran agamanya.
Kita tidak bisa menyangkal kenyataan bahwa teroris punya agama. Kita juga jangan terlalu mudah mengatakan mereka tidak beragama. Bahwa tindakan mereka tidak sesuai dengan ajaran agama tidak lalu membuat mereka tidak beragama. Bahkan mungkin tindakan mereka didasarkan pemahaman yang salah terhadap ajaran agama yang benar.
Apa sebaiknya respon jika ada yg mengusulkan untuk audiensi kepada pemerintah (gubernur) mengenai keadaan sumbar?
Secara umum, perlu agama-agama kembali melihat ke dalam agama masing-masing. Melakukan evaluasi menyeluruh tentang pengajaran dan cara-cara pengajarannya. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa ajaran radikalisme – sebagai tahap awal ideologi teroris – tidak berkembang di daerah dan dalam agama itu sendiri. Untuk itu pemerintah perlu melakukan pengawasan secara ketat.
Perlu juga menggalakkan dialog antar agama baik dialog kehidupan maupun dialog ajaran. Dialog kehidupan dapat digalakkan melalui kegiatan-kegiatan sosial, ekonomi dan budaya. Dialog ajaran dapat dilakukan dengan seminar bersama mengenal perbedaan dan saling mengunjungi antar pemuda agama yang satu dengan agama yang lain sebagai jalan silaturahmi, serta pemuka agama saling berdiskusi dan berefleksi.
Hubungan antar pemuka agama ini sangat penting. Ketika pemuka agama dapat saling bertukar pikiran, duduk bersama, maka pemeluk agama masing-masing pun akan melihat dan meresapkan dalam hatinya bahwa yang pemuka agama yang berbeda pun dapat saling bertukar pikiran. Kalau kepalanya dapat rukun niscaya umatnya pun akan rukun. Amin.
Semoga jawaban saya ini memperkaya wawasan Anda sekalian baik yang menanyakan maupun sahabat IV yang saya kasihi. Harapan saya hanya satu, Indonesia Jaya. Tetapi kejayaan itu hanya mimpi kalau radikalisme, terorisme, ekstremisme, dan isme-isme yang lain berkembang di tanah air ini. Maka mari mencoba melakukan refleksi terhadap diri, kelompok, dan paguyuban kita masing-masing.
Salam IV