Pengertian “Indonesia yang lebih baik” itu ternyata disikapi dengan aneka ragam penafsiran dari masing-masing orang. Seharusnya, Indonesia yang lebih baik itu mengandung makna, bahwa negeri dimana kita dilahirkan dan dibesarkan semakin aman, damai dan sejahtera. Akan tetapi kenyataannya tidaklah seperti yang kita bayangkan. Karena, ada segelintir orang yang malahan merindukan kembali ke zaman Orba, hanya semata-mata demi kepentingan pribadi .
Semua Bisa Diatur
Sebagai seorang mantan pengusaha nasional, walaupun kelas teri, saya menuliskan artikel ini, untuk menjawab pertanyaan, mengapa masih saja ada pengusaha yang ingin kembali ke zaman Orba? Artikel ini tidak mengambil referensi dari manapun, karena merupakan pengalaman pribadi selama lebih kurang dua puluh tahun menjadi Pengusaha.
Sebagai seorang Boss sebuah perusahaan, walaupun termasuk kelas teri tapi setidaknya perusahaan saya sudah terdaftar sebagai Eksportir Kopi dan Cassia, yang pada masa tersebut Atau kerennya adalah sebagai “Pengusaha Nasional”
Susah nggak ya mengurus Surat Penting tersebut? Jawabannya “Bisa sangat susah, bahkan mungkin anda tidak akan pernah mendapatkannya. Tapi kalau mau “dibantu”, maka semua akan menjadi “mudah” Pada masa itu, memegang uang bagaikan memegang “Lampu Aladin” Cukup dielus-elus dan semuanya akan dipersiapkan sesuai keinginan Pengusaha. Silakan memilih, mau membentur dinding dan hancur ataukah lewat pintu belakang ?
Aturan Bisa Dibikin Fleksibel
Saya berkantor di jalan Niaga, kota Padang. Walaupun cuma perusuhaan yang berkaliber “teri” bila dibandingkan dengan perusahaan besar lainnya, tapi sebagai Pemilik Perusahaan dan sekaligus bertindak sebagai Direktur Utama. Segala sesuatu urusan bisnis bisa diatur dengan duduk goyang kaki di meja kerja. Yang penting “Di sana senang, di sini senang”
Ritual dimulai sejak kantor dibuka pagi hari. Sekretaris mengetuk pintu dan mengatakan, “Maaf pak, ada Petugas ingin bertemu” Tentu saja saya persilakan masuk. Di depan saya berdiri dengan sikap menghormat sambil melapor “Izin melapor pak. diluar ada beberapa truk yang membawa kopi dan cassia dari Sungai Penuh. Mohon maaf, sebenarnya dilarang parkir di depan gudang, karena mengganggu lalu lintas.”
“Ooo begitu ya?, Anda bisa bantu nggak?” Tanya saya
“Siap pak, saya kerjakan” Petugas memberi hormat dan keluar dari ruang kantor . Mudahkan ?
Di sana Senang, Di sini Senang
Belum 5 menit, sekretaris mengetuk pintu, “Maaf pak, dari Maskapai Pelayaran mau bicara, boleh saya sambungkan?”
“Boleh ” Jawab saya. Dan dari seberang sana terdengar suara “Selamat pagi Boss. Dapat kabar ada 20 ton barang, mau dikapalkan ya Boss?”
“Benar pak, ada apa pak?” Tanya saya, padahal saya sudah tahu ujung pembicaraan
“Hmm mohon maaf Boss, gudang kita lagi penuh” Jawaban dari Teluk Bayur.
“Oo begitu ya?, diatur sajalah mas” Jawab saya singkat, karena hal ini sudah menjadi ritual dari tahun ke tahun. Lalu jawaban dari seberang sana “Siap Boss., pokoknya barang Boss akan diprioritaskan.” Hmm.. oya Boss.. kebetulan sudah lama tidak ketemu Boss, boleh saya singgah ke kantor?”
“Boleh, silakan mas” Jawab saya mantap’.
Sertifikat Mutu
Salah satu persyaratan sebelum barang dikapalkan, harus ada Sertifikat Mutu, yang diterbitkan oleh Dinas terkait. Petugas datang dan mengambil contoh secara acak dari beberapa karung biji kopi yang akan diberangkatkan dan kemudian dibawa pulang ke kantornya. Keesokan harinya ada telpon masuk, ternyata dari kantor instansi yang menerbitkan Sertifikat Mutu, “Maaf pak, kami sudah memeriksa contoh biji kopi yang akan dikapalkan.Setelah kami periksa, ternyata tidak sesuai dengan standard mutu yang ditetapkan.”
Karena apa yang dikatakan petugas, sudah lagu lama, maka saya tidak kaget lagi, Cukup dengan memberikan kode “Tolong diatur saja ya pak”
Dan jawaban yang sudah saya hafal adalah “Baik Boss, akan kita atur.Sertifikat, akan saya antarkan ke kantor” Nah, urusan sangat mudah, hanya dengan password :”Tolong dibantu ”
Bill of Lading Belum Ditanda Tangani
Urusan bongkar muat barang sudah ada yang bantu, Urusan gudang penuh juga sudah diatasi dan urusan muat barang ke atas kapal juga sudah tuntas hanya dengan mengucapkan “Anda bisa bantu?” maka semuanya menjadi mudah. Setelah barang yang akan diekspor berada di atas kapal, maka seharusnya surat tanda bahwa sudah dimuat, yang dikenal dengan istilah Bill of Lading, diterbitkan oleh maskapai pelayaran yang bersangkutan, tapi ternyata sudah lewat tengah hari, karyawan saya belum pulang membawa surat yang dibutuhkan tersebut.
Tanpa Bill of Lading, saya tidak bisa mencairkan dana dari Letter of Credit. Maka saya minta Sekretaris menelpon ke Pimpinan Maskapai Pelayaran dan langsung berbicara, “Maaf pak, saya butuh Bill of Lading hari ini sebelum jam 2.00 siang.”
“Bisa dibantu pak?” Tanya saya.”Bisa saya bantu Boss, Nggak usah dijemput, saya suruh orang saya antarkan ke kantor ya Boss” jawaban yang sangat menyenangkan .
Urusan Pajak? Gampang
Selama menjadi pengusaha, saya tidak pernah menginjakan kaki ke kantor pajak. Semua sudah beres, karena semuanya sudah “dibantu”. Itulah enaknya banyak teman di intansi, dimana-mana orang siap membantu.
Mau memperpanjang SIM ? Gampang, tunggu dikantor, beres. Mau perpanjang paspor? No problem at all, tidak usah datang ke kantor, tunggu di rumah saja. Nah, enakkan di zaman Orba? Pokoknya, money is the power dan semua bisa diatur.
Tiba Tiba Suasana Berubah Total
Kalau di zaman Orba, Pengusaha adalah Penguasa dan bisa memberikan instruksi kepada instansi yang terkait, tiba-tiba semuanya berubah total. Boss bukan lagi orang yang berkuasa mengatur ngatur. Kalau dulu jawabannya “Siap Boss beres, kami bantu”, kini jawabannya “Maaf pak, silakan ikuti aturan yang ada, tidak ada pengecualian” Maka itulah pertama kalinya saya mendatangi kantor Pajak, kantor Polisi untuk perpanjangan SIM. Ternyata semua sudah berubah total. Bukan uang lagi yang mengatur Petugas di berbagai Instansi, melainkan aturan yang berlaku yang diterapkan.
Itulah Sebabnya Maka Ada Segelintir Pengusaha Rindukan Kembali ke Zaman Orba
Bagi Yang Masih Merindukan zaman dimana Boss adalah Penguasa, tentu saja sangat antusias mendapatkan angin surga, untuk berangan-angan kembali ke zaman Orba, agar “wibawa” sebagai Boss dapat dipulihkan kembali
Pada waktu itu, falsafah bagi para pengusaha adalah “Anda mau jujur? Maka anda akan terbujur kaku, ikuti aturan permainan atau bisnis anda akan berakhir.!” Di era Orde Baru, Penguasa bisa mengatur aturan sesuai keperluan, tapi kini Pengusaha dan Penguasa, harus mematuhi aturan yang sudah ditetapkan.
Tulisan ini diharapkan dapat memberikan jawabaan mengapa masih ada orang yang ingin kembali ke zaman Orba! Bukan karena ingin Indonesia menjadi lebih baik, melainkan karena ingin kembali ke zaman dimana semua bisa diatur!
Tjiptadinata Effendi