Indovooices.com – Hari Kamis, 25 Oktober 2018, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo hadir di acara yang digelar kantor Kepala Staf Kepresidenan (KSP). Di sana Tjahjo sempat memberi paparan. Dalam paparannya Menteri Tjahjo menyoroti beberapa hal, antara lain tentang tugas Kementerian Dalam Negeri sesuai yang perintahkan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Kata Tjahjo, perintah Presiden Jokowi kepadanya sebagai Mendagri sangat tegas, bagaimana membangun tata kelola pemerintahan pusat dan daerah yang lebih efektif dan efesien. Titah lainnya, mengoptimalkan percepatan reformasi birokrasi. Penguatan otonomi daerah dan lain sebagainya. Karenanya sekarang pelantikan gubernur bukan oleh Mendagri atas nama Presiden. Tapi langsung oleh Presiden.
” Sebab gubernur adalah tangan kanan presiden, tangan kirinya ya menteri- menteri,” kata Tjahjo, di Jakarta, Kamis (25/10/2018).
Tjahjo juga menyoroti soal tugas pemerintah pusat. Katanya, tugas pemerintah pusat yang paling penting adalah memastikan program strategis nasional terlaksana di tingkat provinsi, kabupaten dan kota. Tapi tentunya, tanpa mengabaikan program prioritas dari kepala daerah. Intinya, harus seiring sejalan. Saling melengkapi. Termasuk juga memastikan pembangunan berjalan optimal di tingkat kecamatan, desa, dan kelurahan.
” Untuk efektivitas, efisiensi sebagaimana arahan Bapak Presiden, Negara kita itu ternyata Negara peraturan bukan negara hukum. Ada 40 ribu lebih peraturan mulai UU sampai peraturan bupati, walikota itu belum peraturan kecamatan dan desa yang melingkupi setiap proses pembangunan kebijakan politik pembangunan di setiap tingkatan, ini yang membingungkan,” tuturnya.
Banyak peraturan yang tumpang tindih, kata Tjahjo. Bahkan aturan yang membuat seorang bupati, walikota, gubernur atau bahkan menteri tidak punya ruang melakukan diskresi. Ini yang kemudian coba diatasi dengan gebrakan deregulasi. Hasilnya, sudah banyak aturan yang tumpang tindih dipangkas. Tapi yang disayangkan, ada kepala daerah yang pola pikirnya sempit. Tidak paham, bahwa UU yang ada lahir karena buah pembahasan Pemerintah dan DPR. Dan kepala daerah adalah bagian dari pemerintah. Karena apapun yang namanya pemerintah itu tegak lurus.
” Tapi ada walikota, bupati yang menggugat ke MK mengenai UU dan oleh MK disetujui. Saya kira ini problem tapi apapun di Kemendagri kami akan terus mempersingkat urusan birokrasi. Kami akan selektif untuk Perda,” ujarnya.
Hal lainnya, menurut Tjahjo terkait dengan konsolidasi demokrasi. Ia bersyukur dari tiga tahapan Pilkada serentak yang digelar, semuanya berjalan lancar dan sukses. Ini tentu modal penting mempercepat konsolidasi demokrasi. Tentu, kerja menguatkan konsolidasi demokrasi, bukan kerja satu lembaga. Tapi kerja bersama yang melibatkan banyak pihak, mulai dari unsur pemerintah pusat, penyelenggara Pemilu, pemerintah daerah, kepolisian, TNI dan BIN.
“Soal ada pernik-pernik demokrasi sesuatu hal yang wajar. Tinggal tahapan untuk Pileg dan Pilpres secara serentak. Untuk stabilitas tadi, Forkopimda ini hanya sampai di tingkat kabupaten/kota. Mencermati gelagat perkembangan dinamika yang ada kami tingkatkan Forkopimda itu sampai tingkat kecamatan. Banyak yang lupa bahwa di kecamatan itu ada Kapolsek ada Komandan Koramil sampai Babinsa, tokoh agama, masyarakat dan adat,” urai Tjahjo.
Dengan adanya Forkopimda di tingkat kecamatan, kata dia, ia berharap deteksi dini lebih efektif. Di samping ada forum komunikasi umat beragama. Ini juga satu bagian tak terpisahkan, saling mendukung dan saling melengkapi.