Indovoices.com –Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menetapkan tiga syarat kepala daerah boleh mutasi aparatur sipil negara (ASN). Hal itu tertuang dalam Surat Edaran (SE) Nomor 273/487/SJ tentang Penegasan dan Penjelasan Terkait Pelaksanaan Pilkada Serentak 2020.
“Saya membuat edaran agar tidak melakukan mutasi, kecuali kalau pejabatnya ada yang wafat, melakukan perbuatan pidana sehingga ditangkap dan ditahan, atau jabatan itu kosong,” kata Tito di Senayan, Jakarta, Selasa, 19 Januari 2021.
Mendagri mengatakan SE tersebut dikeluarkan untuk menyukseskan Pilkada Serentak 2020. Dia menegaskan aturan ini sesuai dengan Pasal 71 Ayat 2 Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.
Pasal 71 Ayat 2 berbunyi, “Gubernur atau wakil gubernur, bupati atau wakil bupati, dan wali kota atau wakil wali kota dilarang melakukan penggantian pejabat enam bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari menteri.”
Ia mengeluarkan SE tersebut agar kepala daerah yang mencalonkan diri lagi, tidak menyalahgunakan kewenangan. Mutasi dapat menjadi siasat kepala daerah untuk memperoleh suara ASN pada pilkada.
“Nah itu (kalau SE tidak ada), nanti partai-partai yang bukan petahana komplain ke saya. Yang diuntungkan ya petahana begitu,” kata Tito.
Mendagri menyebut setelah penetapan pasangan calon pemenang pilkada, larangan mutasi ASN oleh kepala daerah masih berlaku sama. Hal itu untuk mencegah ASN sengaja disingkirkan karena tidak menjadi simpatisan kepala daerah terpilih tersebut.
“Sama, tidak boleh melakukan mutasi kecuali tiga hal ini. Wafat, kena pidana, atau jabatan itu kosong. Karena apa? Supaya tidak terjadi mutasi-mutasi yang mengganggu stabilitas pemerintahan,” kata Tito.
Ia mengatakan gangguan stabilitas pemerintahan itu bisa terjadi jika mutasi ASN tersebut dilakukan dengan motif-motif tertentu. Dia tak ingin perombakan terjadi karena faktor suka-tidak suka.
“Mumpung masih belum pelantikan, dimutasi semua. Karena untuk janji atau untuk yang lain, kami enggak mengerti. Setelah kemudian pejabat baru masuk, ini dianggap bukan ‘orangnya’, ganti (lagi) semua. Nah itu, akan tidak bagus untuk pemerintahan. Tidak bagus juga untuk karier pegawai itu,” kata Tito.(msn)