Indovoices.com- Pemerintah menggelar rapat koordinasi teknis (rakornis) tingkat eselon I terkait hasil kajian Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhanas) tentang Revitalisasi Fungsi Utama Keluarga. Rakor dilaksanakan di ruang rapat Lt.13, Kemenko PMK, Jakarta.
Rapat itu dipimpin Deputi Bidang Koordinasi Perlindungan Perempuan dan Anak Kemenko PMK, Ghafur Dharmaputra. “Berdasarkan PP Nomor 87 Tahun 2014 ada delapan fungsi keluarga yang harus dipahami dan disadari oleh setiap keluarga mulai dari fungsi keagamaan, sosial budaya, cinta kasih, perlindungan, reproduksi, sosialisasi dan pendidikan, fungsi ekonomo, serta fungsi pembinaan lingkungan,” terang Ghafur mengawali arahannya.
Namun demikian, lanjut Ghafur, berdasarkan data SIMFONI – PPA kasus kekerasan masih banyak terjadi di lingkungan keluarga. Data SIMFONI-PPA tahun 2019 menyebutkan kekerasan yang terjadi di rumah atau dalam rumah tangga mencapai 1771 kasus atau mendominasi kasus kekerasan berdasarkan tempat kejadian.
Masih merujuk data SIMFONI – PPA tahun 2019, Ghafur mengungkapkan, bahwa kasus kekerasan berdasarkan hubungan banyak terjadi atau dilakukan oleh suam/istri sebanyak 775 kasus, kekerasan yang dilakukan orang tua sebanyak 316, keluarga/saudara 155 kasus, yang dilakukan tetangga ada 290 kasus, dan lain-lainnya sebanyak 318 kasus.
“Masih banyak data lainnya yang seakan-akan fungsi keluarga tidak berjalan maksimal. Semisal, masih tingginya angka pernikahan di bawah umur atau sekitar 11,2 persen (Susenas 2018) sehigga berdampak juga pada tingginya angka percerai yang mencapai angka 375.714 perceraian (Badilag MA),” papar Ghafur.
Ghafur menambahkan, data Komnas Perempuan tahun 2019 menyebutkan bahwa kasus kekerasan terhadap permpuan juga relatif masih tinggi atau sekitar 406.178 kasus. Sementara kasus kekerasan seksual anak berdasarkan data dari KPAI 2017 mencapai 393 korban dan 66 pelaku. Data ini seakan pararel dengan adiksi pornografi yang menurut hasil Survey terhadap 6000 anak SD yang dilakukan oleh Kemenkes tahun 2017 menyebutkan sekitar 6,30 persen anak SD kecanduan pornografi ringan dan 0,07 persen kecanduang berat.
“Beberapa contoh Data tersebut menyiratkan bahwa beberapa fungsi keluarga belum berjalan maksimal. Diantaranya fungsi agama, fungsi cinta kasih, dan fungsi perlindungan. Hal tersebut disebabkan karena adanya perubahan sosial yang menyebabkan terganggunya ketahanan keluarga,” terang Ghafur.
Idealnya, kata Ghafur, setiap keluarga memiliki kemampuan untuk melaksanakan fungsi dan perannya dalam aspek ekonomi, sosial, psikis dan budaya. Sehingga keluarga dapat membangun sumberdaya yang berkualitas sebab keluarga merupakan lembaga pertama dan utama proses sosialisasi dalam membentuk setiap individu.
“Namun apabila. keluarga tidak mampu bertahan dalam perubahan peranan dan fungsi keluarga dapat mengakibatkan ancaman dan gangguan terhadap ketahan keluarga. Untuk itu perlu strategi penguatan ketahan keluarga berbasis organisasi lokal yang ada,” jelas Ghafur.
Tenaga Pengkaji Sosial Budaya dan Demografi Lemhanas, Prof. Daryono mengungkapkan selain KDRT, Kekerasan seksual anak, angka percerain yang tinggi, dan pornografi masalah terorisme, radikalisme, narkoba, hingga masalah stunting menjadi ancaman bagi ketahanan keluarga.
Menurut Daryono, revitalisasi fungsi keluarga diperlukan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang dihadapinya, terutama untuk menghasilkan generasi yang sehat, cerdas, dan berkarakter (mengurangi anak stunting).
Revitalisasi fungsi keluarga, kata Daryono, akan mencapai hasil maksimal apabila semua komponen bangsa aktif berpartisipasi karena revitalisasi fungsi keluarga adalah tanggung jawab semua komponen bangsa Indonesia.
“Kunci keberhasilan revitalisasi fungsi keluarga adalah pendampingan dan kehadiran negara yang secara khusus menyiapkan landasan yuridis, kelembagaan, program kerja, dan anggaran yang cukup,” ujar Daryono.
Sementara itu, Deputi Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga BKKBN M Yani mengatakan, bahwa tantangan keluarga akan semakin kompleks karena pengaruh Revolusi Industri 4.0. Oleh karena itu mutlak diperlukan pembangunan Keluarga melalui Pembinaan Ketahanan dan Kesejahteraan Keluarga yang relavan dengan Era Revolusi Industri 4.0 untuk membantu keluarga agar mampu melaksanakan fungsi keluarga secara optimal.
Selain itu, lanjut Yani, perlu juga harmonisasi regulasi yang tidak/kurang selaras dengan prinsip, tujuan, dan arah kebijakan Pembangunan Keluarga. “Namun sinergitas antar- K/L, antara pusat dengan daerah, dan antara pemerintah dengan swasta, terutama terkait dengan perencaan, pelaksanaan, monitoring, dan evaluasi menjadi amat startegis,” kata Yani.(jpp)