Indovoices.com – Saat ini, anggaran riset Indonesia (Gross on Research and Development, GERD) baru mencapai 0,25 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Namun demikian, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa pemerintah terus meningkatkan anggaran riset menuju jumlah idealnya. Salah satunya melalui Dana Abadi Riset yang dianggarkan dalam APBN atau #UangKita.
Pemerintah menganggarkan Dana Abadi Penelitian pada APBN 2019 atau #UangKita 2019 sebesar Rp990 miliar untuk memajukan ilmu pengetahuan (IPTEK) di Indonesia agar lebih berdaya saing.
Pengembangan penelitian, demikian keterangan yang diunggah situs resmi Kementerian Keuangan, Senin (22/07/2019), didukung dengan Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Iptek dan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 38 Tahun 2018 tentang Rencana Induk Riset Nasional Tahun 2017-2045.
Terkait hal itu, Pemerintah telah menyusun Rencana Induk Riset Nasional (RIRN) untuk mendorong kemajuan IPTEK, serta meningkatkan kontribusi riset bagi perekonomian nasional.
“(RIRN) Ini diharapkan akan menjadi panduan bagi para peneliti dan seluruh komunitas peneliti di negara ini untuk menuju pada tahapan-tahapan tertentu pada waktu tertentu mengenai (arah) riset itu akan dibawa ke mana,” ungkap Direktur Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan, Kemenristekdikti Muhammad Dimyati.
Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara (PKPN) Kementerian Keuangan, Rofyanto Kurniawan, menjelaskan saat ini Kementerian Keuangan berkoordinasi dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi, serta Kementerian Perindustrian untuk menyusun peraturan pemberian fasilitas pajak penghasilan kepada perusahaan yang melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan di Indonesia.
Insentif yang akan diberikan ke perusahaan berupa fasilitas super deduction atas biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan litbangnya. Nantinya biaya terkait kegiatan litbang dapat dilipatgandakan maksimal 300 persen dari biaya litbang riil yang dikeluarkan. Dengan begitu, beban PPh perusahaan yang melakukan kegiatan litbang di Indonesia akan berkurang.
“Pemerintah juga perlu memperhatikan aspek akurasi kebijakan dan inefficiency cost dari kebijakan super deduction. Kegiatan litbang di Indonesia yang diberi fasilitas ini harus bisa memaksimalkan penciptaan economic value added untuk Indonesia,” jelasnya.
Adapun bidang yang menjadi prioritas untuk diriset adalah riset dalam rangka kemandirian dan peningkatan kapasitas nasional, yaitu bidang pangan, energi, kesehatan, transportasi, produk rekayasa keteknikan, pertahanan dan keamanan, kemaritiman, sosial humaniora, dan bidang riset lainnya. (jpp)