Indovoices.com-Sejak aku remaja, senang protes. Dimasa kuliah, aku merasa menderita. Menderita karena melihat ketidakadilan. Sering melawan polisi. Berulangkali melawan polisi. Hingga saat ini juga. Saya melihat ketidakberesan di berbagai lini. Di berbagai tempat senang debat.
Dalam proses hidup saya, ada ayat Alkitab yang disampaikan rasul Paulus yang mengatakan aku melupakan di belakangku, aku berlari mengejar hadiah itu. Rasul Paulus melatih dirinya untuk bersikap rohani. Fisik Paulus dilatih untuk berbuat rohani. Gerak gerik dan isi hati dan pikirannya berpusat kepada Tuhan. Paulus itu menyerahkan dirinya untuk Tuhan.
Dalam bahasa Batak sering kita dengar, “pasomalsomal ma dirim tu hadaulaton”. Makna pasomalsomal ma dirim tu hadaulaton teramat luas. Kita diajak untuk melatih diri untuk bermartabat. Kata “pasomalsomal” itu adalah kontinuitas. Melatih diri secara berkelanjutan secara terus-menerus.
Sejak kuliah, saya senang berorganisasi. Di internal kampus, juga eksternal kampus. Di dunia tulis menulis, saya sering bergabung dengan komunitas penulis kristen, komunitas pendidikan, juga penulis dengan tema budaya, sosial dan politik. Di Komunitas ini saya melihat dukung mendukung sesama anggota dalam menulis. Saling memberi pandangan, kritikan dan saling memberi data. Di komunitas penulis di berbagai segmen itu sangat asyik.
Saya juga melihat komunitas-komunitas penulis yang sangat energik. Mereka sangat produktif. Tolong menolong hingga menghasilkan karya.
Dalam kondisi yang teramat menyenangkan, saya sering ke kampung halaman. Awalnya, melakukan pelatihan-pelatihan ke guru. Saya meyakini, guru menjadi sumber ilmu pengetahuan. Dan, sangat mudah menjangkau guru. Bergaul dengan guru sangat menyenangkan. Apalagi dengan trainer-trainer guru yang pengetahuan dan pemahaman yang teramat luas.
Sebagai orang yang senang menulis, saya coba menulis tentang kampung halaman. Menulis kondisi yang sebenarnya. Belajar dari pengalaman menulis selama ini. Saya kaget, responnya ada yang negatif dan positif.
Membaca komentar-komentar yang mengagetkan itu, kuatir juga dibaca istri dan keluarga. Karena komentarnya aneh-aneh. Bagaimana iya tanggapan istriku dan keluargaku kepada komentar yang aneh-aneh itu?. Ternyata, istri bilang biarkan saja. Memang begitulah realita hidup, katanya.
Sebetulnya, saya kasihan sama mereka. Mengapa?. Mereka melatih dirinya menjadi manusia kacau. Kalau dirinya mengacaukan dirinya, bagaimana masa depannya?. Bagaimana kerangka berpikir anak-anaknya?. Jika mengacaukan diri hanya karena kepentingan sesaat, bagaimana?. Hasilnya hanya rupiah, tapi kehilangan karakter?.
Jadi ingat pesan rohaniawan gereja Baptis, Billy Graham yang mengatakan, “ketika hartamu hilang, tiada yang hilang, jika kesehatanmu terganggu, sebagian hilang, ketika karaktermu hilang, semua telah hilang.
#gurmanpunyacerita