Indovoices.com- Deputi Bidang Koordinasi Pemberdayaan Masyarakat, Desa, dan Kawasan Kemenko PMK Sonny Harry B Harmadi memberikan sambutan pembukaan di Universitas Brawijaya, Malang, dalam rangka Aksi Nyata Gerakan Revolusi Mental dalam Pembangunan Manusia Inklusi yang mengangkat tema “Menuju Indonesia Inklusif, Setara, Semartabat”.
Sonny menyampaikan, bahwa salah satu visi yang ingin diwujudkan dalam visi Indonesia 2045 tentang masyarakat yang inklusif adalah terwujudnya akses terhadap keadilan, partisipasi dalam penyusunan kebijakan, serta pengentasan kesenjangan sosial. Guna mewujudkan visi Indonesia 2045 tersebut, lanjut Sonny, pemerintah mengajak seluruh elemen masyarakat untuk meningkatkan pembangunan yang berkualitas. Tidak terkecuali masyarakat yang termarjinalkan untuk berpartisipasi. “Pembangunan yang berkualitas adalah pembangunan yang mampu mengajak seluruh elemen masyarakat untuk berpartisipasi, sekecil apapun perannya termasuk kelompok yang termarginalkan”, tuturnya.
Sonny juga menjelaskan bahwasanya sumber daya manusia (SDM) yang unggul merupakan SDM yang mampu memberikan kontribusi nyata kepada Indonesia apapun kondisinya. “SDM unggul tidak hanya mereka yang berpendidikan tinggi, tidak hanya mereka yang memiliki fisik yang sehat tetapi mereka juga harus mempunyai hati, jiwa Indonesia dan mampu memberikan kontribusi nyata kepada Indonesia, apapun kondisinya,” ujarnya.
Menurut Sonny, Visi Indonesia 2045 sangat relevan dengan Gerakan Revolusi Mental (GNRM) yang memiliki fokus untuk melakukan perubahan terhadap pendekatan pembangunan untuk mewujudkan bangsa Indonesia yang maju dan dapat berkompetisi ditingkat global. Hal ini juga ditegaskan oleh Presiden RI, Joko Widodo dengan diterbitkannya Inpres No 12 Tahun 2016. “Untuk mendorong kesamaan gerak dan langkah dalam implementasi Revolusi Mental, Presiden Joko Widodo telah menerbitkan Inpres No 12 Tahun 2016” ujar Sonny.
Kemenko PMK sebagai penanggung jawab GNRM ditingkat nasional, selalu mendorong kolaborasi multipihak untuk terlibat dalam penciptaan kader GNRM guna melakukan perubahan ditingkat komunitas maupun instansi. Bekerja sama dengan Universitas Brawijaya dan Pemerintah Daerah Jawa Timur, Kemenko PMK mengharapkan mahasiswa, dosen dan aparat pemerintah daerah menjadi agen-agen perubahan, motor pengerak GNRM dalam Pembangunan Manusia Inklusif. “Universitas Brawijaya mampu menjadi wadah untuk memperluas gerakan inklusi sosial dan Pemerintah Jawa Timur dalam menyusun kebijakan daerah yang dapat mengakomodir kepentingan kelompok marginal yang terpinggirkan dan terbukannya akses layanan publik yang lebih baik”, tutup Sonny
Aksi Nyata GNRM dimeriahkan flashmob Pandu Inklusi Nusantara (PINTAR) yang diikuti dengan semangat oleh seluruh peserta. Diskusi dilanjutkan dengan pendalaman materi di 5 (lima) kelas tematik yang terdiri atas: Agama Minoritas, tema “Indonesia Rumah Bersama”; Anak yang Menjalani Pidana Penjara, tema “Menyemai Prestasi di Jalan Bali Blitar”; Anak yang Dilacurkan, dengan tema “Berikan Kesempatan yang Kedua”; Disabilitas, dengan tema “Memangkas Galau Disabilitas dalam Pembangunan ke Situbondo”; Anak dari Pekerja Migran, tema “Jangan Jadikan Mereka Yatim Piatu Sosial.”
Kelas tematik ditutup oleh Asisten Deputi Pemberdayaan Masyarakat Kemenko PMK Mustikorini Indrijatiningrum dengan beberapa pesan kepada para mahasiswa. “Saya mengajak adik-adik mahasiswa untuk ikut serta dalam pembangunan inklusif. Tidak membeda-bedakan terhadap kelompok tertentu, suku tertentu. Karena semua sama sebagai manusia, yang memiliki hak dan kewajiban yang sama. Marilah kita implementasikan Gerakan Revolusi Mental dalam kehidupan untuk Indonesia yang lebih baik,” pesan Indri.
Hadir juga Kepala Badan Koordinasi Wilayah III Prov. Jawa Timur, Walikota Malang, Direktur Sekolah Paska Sarjana UB, Kepala Bappeda Situbondo, Kepala Lembaga Pemasyarajatan Khusus Anak Blitar, Dinas Kesehatan Kota Surabaya, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Jember, Team Leader Program Peduli-The Asia Foundation (TAF), Lembaga Pengkajian Kemasyarakatan dan Pembangunan (LPKP), civitas akademika UB, lebih dari 200 mahasiswa termasuk mahasiswa disabilitas yang ada di Universitas Brawijaya. (jpp)