Indovoices.com –Wakil Ketua MA bidang Yudisial, Andi Samsan Nganro menilai tudingan Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD yang mengatakan menurunnya Indeks Persepsi Korupsi (IPK) atau Corruption Perception Index (CPI) Indonesia pada 2020 disebabkan oleh pengurangan hukuman oleh Mahkamah Agung (MA) pada tingkat putusan kasasi maupun peninjauan kembali (PK) hanyalah persepsi atau asumsi.
Seperti diketahui, IPK Indonesia mengalami kemerosotan sebesar tiga poin menjadi 37 dari sebelumnya berada pada skor 40 pada 2019. Indonesia pun turun ke peringkat 102 dari sebelumnya peringkat 85 dari 180 negara yang disurvei pada 2019.
“Itu hanya persepsi atau asumsi. Sebab berbicara mengenai pemidanaan termasuk mengurangi hukuman terdakwa/terpidana korupsi melalui upaya hukum yang diatur dalam undang- undang adalah bagian dari penyelengaraan peradilan sebagai wujud mekanisme sebuah negara hukum. Dunia internasional tentu memahami masalah ini, ” kata Andi Samsan.
Menurutnya, bila dilihat secara kuantitas, pengurangan hukuman itu tidak signifikan pengaruhnya terhadap turunnya skor IPK. Sebab putusan PK MA yang mengabulkan permohonan PK Terpidana korupsi dengan mengurangi hukuman hanya 8 persen. Artinya sekitar 92 persen permohonan PK Terpidana korupsi yang ditolak. “Menurut data yang ada, hanya 8 persen yang memang dikabulkan, jadi masih ada 92 persen yang ditolak,” tegasnya.
Ia menegaskan, dalam memutuskan suatu perkara Majelis Hakim tidak dapat diintervensi oleh siapapun, bahkan oleh Ketua MA. Oleh karenanya, maraknya pemotongan masa hukuman terpidana korupsi melalui putusan PK tak dapat disimpulkan sebagai pelemahan terhadap upaya pemberantasan korupsi.
Ia terus menegaskan bahwa MA mendukung penuh upaya pemberantasan korupsi. Bahkan, sebagai lembaga peradilan, tugas MA tidak sekadar menegakkan hukum dengan memberikan efek jera tetapi juga menegakkan keadilan, termasuk keadilan bagi terpidana kasus korupsi.
“Kami mempertimbangkan semua, kami sinergikan semua kemudian melahirkan sebuah putusan berdasarkan ya kami akan pertimbangkan juga, kami tidak gegabah begitu, kami juga pertimbangan pada hati nurani, apakah ini sudah adil, apakah ini sudah tepat,” terangnya.
Dikabulkannya PK
Ia pun mengungkapkan tiga alasan mendasar dikabulkannya PK. Pertama adalah alasan disparitas pemidanaan. “Disparitas pemidanaan ini, ini yang kami amati, ini fakta menunjukkan bahwa ada sebuah tindak pidana yang dilakukan oleh beberapa orang, namun di dalam persidangannya itu mulai dari awal karena itu adalah kewenangan penuntut umum untuk di dalam berkas perkara itu diajukan ke Pengadilan, apakah diajukan secara berbarengan atau dipisah-pisah, di split. Artinya beberapa berkas,” ujar Andi .
MA, kata Andi, beberapa kali menemukan adanya disparitas. Ia pun mencontohkan salah satunya terkait hukuman seorang terpidana yang dipukul rata dengan terpidana lainnya. Padahal dalam perkara itu terpidana tersebut telah mengembalikan barang ataupun hadiah yang diberikan pada saat dirinya disuap.
“Bahwa ya jadi terjadi diskriminasi hukum, menimbulkan ketidakadilan, ya bagaimana MA memutus perkara kasasi, kendati majelis hakimnya berbeda kok berbeda beda. Inilah yang antara lain yang dijadikan alasan untuk mengajukan PK. Nah kalau diajukan PK perkara yang demikian itu ya majelis hakim PK itu ya tetap akan mempertimbangkan,” terang Andi.
Alasan kedua, sambungnya, yakni pemohon PK merasa keberatan dengan hukuman yang diberikan kepada pemohon tersebut. Salah satu contohnya, ialah pemohon merasa keberatan karena hukuman yang diterima pemohon lebih berat, padahal ia hanya berperan membantu. “Dari segi hukum pidana membantu itu ya itu salah satu alasan yang bisa meringankan artinya tidak sama dengan pelaku pemeran utama,” jelasnya.
“Yang ketiga bisa ada alasan-alasan lain yang masuk independensi hakim, ya soal rasa keadilan, sebab menentukan berat ringannya pidana juga itu merupakan suatu seni, suatu pertimbangan memerlukan suatu bekerjanya fungsi fungsi rasio, fungsi hari nurani dan lain lain,” tambahnya.
Sebelumnya Pada Kamis (28/1), Mahfud MD mengatakan, lantaran maraknya korting hukuman koruptor berimbas pada persepsi korupsi Indonesia yang kini hanya memeroleh angka 37 poin atau sama dengan Gambia. Bahkan berdasarkan penelitian TII, IPK Indonesia berada di bawah Timor Leste yang memeroleh angka 40 poin. “Itu saya sudah menduga ini akan terjadi sesuatu, tapi ini negara, saya tidak ingin mengkotak-kotakan itu kan bukan pemerintah, itu tidak bisa,” ucap Mahfud.
CPI 2020 menggunakan sembilan sumber data. Dari sembilan sumber data itu, hanya satu sumber data yang menyumbang kenaikan CPI Indonesia tahun 2020, yakni World Justice Project – Rule of Law Index.
Kemudian, tiga sumber data mengalami stagnasi, yakni World Economic Forum Eos, Bertelsmann Foundation Transformation Index, dan Economist Intelligence Unit Country Ratings. Sementara lima sumber data mengalami penurunan, yakni PRS International Country Risk Guide, IMD World Competitiveness Yearbook, Global Insight Country Risk Ratings, PERC Asia Risk Guide, dan Carieties of Democracy Project.
Skor dan ranking Indonesia pada tahun 2020 sama dengan negara Gambia. Adapun di dunia internasional, skor yang diraih Indonesia berada di bawah angka rata-rata CPI internasional yakni skor 43. Meskipun, 60 persen dari 180 negara di dunia pun stagnan dalam perolehan skor IPK.(msn)