Indovoices.com –Menko Maritim dan Investasi sekaligus Wakil Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, ada hampir dua juta data terkait Covid-19 yang belum masuk ke dalam sistem rekap data pemerintah.
Dikutip dari pemberitaan Kontan.co.id, Jumat (5/2/2021), Luhut menyebut kondisi ini berpotensi mempengaruhi positivity rate Covid-19 di Indonesia.
Positivity rate adalah perbandingan antara jumlah kasus positif Covid-19 dengan jumlah tes yang dilakukan.
“Saya laporkan juga, ada hampir dua juta data atau mungkin lebih, itu yang belum di-entry. Itu akan berpengaruh pada positivity rate,” ucap Luhut saat rapat dengan Wamenkes Dante Saksono, ahli kesehatan, dan epidemiolog secara virtual .
“Pak Wamenkes, Anda harus lihat bahwa data yang di-entry di daerah dengan apa yang di pusat itu beda,” tuturnya.
Luhut tidak menjelaskan secara rinci data seperti apa yang dimaksud, apakah terkait jumlah kasus, pasien sembuh, atau tes yang dilakukan.
Dia mengatakan bahwa pemerintah berharap data itu segera diproses dan dapat diselesaikan dalam dua minggu ke depan.
“Dua juta data, kurang lebih ini, kami harap bisa selesaikan dalam dua minggu ke depan. Dan saya harap positivity rate, saya kira berubah dari angka yang ada sekarang,” ucapnya.
Namun, dengan belum terintegrasinya data tersebut, menurut dia, tidak menutup kemungkinan penambahan kasus Covid-19 akan kembali meningkat dalam beberapa waktu ke depan.
Luhut menyebutkan, pemerintah kini sedang menyelesaikan persoalan data kasus Covid-19 antara pusat dan daerah yang belum sepenuhnya terintegrasi.
Dia menargetkan masalah sinkronisasi data lewat aplikasi PeduliLindungi Kemenkominfo ini akan selesai pertengahan Februari 2021.
Sebagaimana diketahui, persoalan data memang masih menjadi beban dalam penanganan Covid-19.
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil kepada Presiden Joko Widodo dan Luhut pada pekan lalu melaporkan, masih ada perbedaan data kasus corona antara data pemerintah pusat dan daerah.
Kemudian, Ridwan Kamil juga mengungkapkan, bahwa sejak September 2020 sampai saat ini masih ada perbedaan data angka kasus corona antara Jabar dan pemerintah pusat, khususnya atas data kasus harian.
Berdasarkan penelusurannya, data kasus lama tercampur dalam data yang dilaporkan pemerintah pusat.
Emil, panggilan karib Ridwan Kamil lantas mencontohkan tambahan kasus Covid-19 di Jawa Barat pada 27 Januari 2021.
Saat itu, data Kemenkes melaporkan kasus Covid-19 di Jawa Barat bertambah 3.000 kasus lebih dan jadi yang tertinggi di Indonesia.
Namun, setelah dicek, ternyata 2.000 kasus yang diumumkan merupakan data lama.(msn)