Indovoices.com –Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan mengatakan ia baru saja melakukan courtesy call dengan pejabat pentagon US Under Secretary of Defense For Policy. Kepada pejabat tersebut, Luhut menegaskan posisi dan kedaulatan Indonesia di tengah hubungan Amerika dan Cina yang sedang memanas.
“Saya bilang, negara ini terlalu besar untuk berkiblat ke salah satu kekuatan mana pun,” kata Luhut dalam kuliah umum Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia ( yang ditayangkan di akun YouTube FEB UI.
Informasi ini disampaikan Luhut saat membahas pergeseran perdagangan dunia dalam tiga dekade terakhir. DI tahun 1980, Amerika menguasai 20 persen perdagangan dunia. Saat itu, Cina masih di bawahnya dengan 15 persen pada 1981.
Kondisi berubah mulai 1983. Cina menyalip Amerika dan melaju pesat. Mereka kini menguasai 36 persen perdagangan dunia pada 2019. Amerika tetap naik tapi di bawah Cina dengan porsi 26 persen.
Menurut Luhut, perubahan tren di perdagangan dunia ini kemudian memberikan dampak ke seluruh dunia. Bagi mantan prajurit Komando Pasukan Khusus (Kopassus) TNI Angkatan Darat ini, Indonesia harus bisa menentukan sikap di tengah kondisi ini. “Kita tidak akan nunduk,” kata dia.
Dalam beberapa kesempatan, Luhut sering dianggap terlalu membawa ekonomi Indonesia condong ke Cina. Tapi, ia berkali-kali membantah anggapan tersebut.
Di sisi lain, ketegangan ekonomi yang kini terjadi di antara kedua negara besar juga merembet ke masalah militer. Minggu lalu, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi juga memberikan penegasan atas posisi Indonesia di tengah ketegangan kedua negara.
Saat itu, Retno angkat suara terkait laporan Pentagon “Military and Security Development Involving the People’s Republic of China 2020” yang terbit Selasa, 1 September 2020. Laporan itu menyebutkan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang dianggap oleh Cina sebagai lokasi bagi fasilitasi logistik militernya.
Situs asia.nikkei.com mewartakan dalam laporan Pentagon tersebut, Cina tampaknya telah menganggap Myanmar, Thailand, Singapura, Indonesia, Pakistan dan Sri Lanka serta beberapa negara Afrika dan Asia tengah lainnya sebagai fasilitas logistik. Zack Cooper, peneliti dari lembaga kajian American Enterprise Institute, mengatakan pernyataan seperti ini tampaknya pertama kali dalam observasi semacam ini yang diungkapkan dalam laporan.
Laporan itu mencatat, Cina telah mengajukan penawaran (jadi fasilitas logistik) ke Namibia, Vanwatu dan Negara Kepulauan Solomon. Cooper mengatakan laporan tersebut menekankan keinginan Cina bertindak secara global.
Tiga hari kemudian, Jumat, 4 September 2020, Retno Marsudimembantah informasi tersebut. Ia menyatakan wilayah Indonesia tidak dapat dan tidak akan dijadikan basis atau pangkalan maupun fasilitas militer bagi negara manapun.
“Secara tegas, saya ingin menekankan bahwa sesuai dengan garis dan prinsip politik luar negeri Indonesia, maka wilayah Indonesia tidak dapat dan tidak akan dijadikan basis atau pangkalan maupun fasilitas militer bagi negara manapun. Saya ulangi, wilayah Indonesia tidak dapat dan tidak akan dijadikan basis atau pangkalan maupun fasilitas militer bagi negara manapun,” kata Retno.(msn)