Indovoices.com –Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian melibatkan lintas sektoral untuk menegakkan regulasi terkait penerapan protokol kesehatan dalam pemilihan kepala daerah (pilkada). Sebab, pelaksanaan pilkada di tengah pandemi Covid-19 menggunakan beberapa peraturan di luar Undang-Undang (UU) tentang Pilkada.
“Menegakkan regulasi tersebut dengan cara kerja sama lintas sektoral. Karena regulasinya ini penegaknya berbeda-beda,” ujar Tito saat rapat koordinasi kesiapsiagaan penyelenggaraan pilkada.
Regulasi dimaksud antara lain aturan yang mengatur spesifik mengenai pelaksanaan pilkada, yakni UU Pilkada dan aturan teknisnya di Peraturan KPU (PKPU). Penegak atau pengawasan terhadap aturan ini adalah Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Di samping itu, ada regulasi di tingkat daerah seperti peraturan daerah (perda) maupun peraturan kepala daerah (perkada) baik itu peraturan gubernur, peraturan bupati, atau peraturan wali kota, terkait ketentuan disiplin protokol kesehatan Covid-19.
Tito mengatakan, semua daerah yang melaksanakan pilkada sudah memiliki perda atau perkada tersebut. Penegak regulasinya adalah Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), didukung polri dan TNI. Aparat penegak keamanan ini akan membantu pelaksanaan pilkada dengan menerapkan protokol kesehatan di lapangan.
“Peraturan-peraturan lain yang juga beririsan dengan kepatuhan protokol Covid-19, banyak undang-undangnya. Mulai Undang-Undang KUHP ada pasal-pasal pembubaran kerumunan,” tutur Tito.
Ia melanjutkan, ada pula ketentuan yang mengantisipasi apabila seseorang melawan petugas yang membubarkan kerumunan. Jadi ada diskresi atau kewenangan yang diberikan oleh UU kepada petugas di lapangan berdasarkan penilaian subjektif. Kalau kerumunan itu dianggap menjadi media penularan dapat dibubarkan.
“Di-backup lagi dengan undang-undang yang lain, Undang-Undang tentang Wabah Penyakit Menular melarang terjadinya kerumunan. Kemudian Undang-Undang tentang Karantina Kesehatan. Siapa penegak undang-undang ini? Polri. Di mana posisi Satpol PP? Mendukung Polri,” tegas Tito.
Direktur Pusat Studi Konstitusi (PusaKo) Universitas Andalas Padang, Feri Amsari mengatakan, pada dasarnya untuk menertibkan publik dalam hal mencegah timbulnya keramaian dalam proses penyelenggaraan pilkada bisa dengan berbagai ketentuan. Namun, tingkat kesadaran publik dalam menghadapi Covid-19 tidak diantisipasi penyelenggara pilkada dan pemerintah.
“Cuma problematikanya tingkat kesadaran publik dalam menghadapi Covid ini dan itu yang tidak diantisipasi dengan penyelenggara pemilu dan pemerintah,” ujar Feri dalam konferensi pers daring Menunda Pilkada 2020, Selasa (22/9).
Misalnya, Peraturan KPU (PKPU) Nomor 6 Tahun 2020 juncto PKPU 10 Tahun 2020 mengatur pendaftaran calon hanya dihadiri ketua dan sekretaris partai politik pendukung. Akan tetapi, kata Feri, hampir seluruh calon melanggar ketentuan itu saat pendaftaran pencalonan 4-6 September.
Menurut Feri, semestinya pemerintah dan penyelenggara pemilihan menyadari tabiat masyarakat yang sangat tidak mungkin proses pendaftaran pasangan calon tidak diantar para pendukung. Ia pesimistis, jika ada ketentuan-ketentuan yang mengatur publik tidak berkumpul dalam kegiatan pilkada tengah pandemi Covid-19 akan berpotensi diabaikan orang.
“Apalagi tidak ada contoh, contohnya itu penyelenggara masih ke mana-mana, berkumpul, makan di tempat yang ramai. Pemerintah juga begitu, mengadakan program berkumpul, dan berjumpa di tempat yang ramai,” kata Feri. (msn)