Indovoices.com –Komisi Pemilihan Umum (KPU) dinilai perlu menghadirkan larangan serta sanksi kepada para peserta Pilkada 2020 yang melanggar protokol kesehatan dalam rancangan Peraturan KPU Pilkada tentang kondisi bencana non-alam. Hal tersebut disebut dapat dilakukan karena melihat sejumlah aturan terkait Pilkada yang sudah ada.
“KPU perlu menghadirkan larangan disertai sanksi kepada para peserta Pilkada 2020 yang melanggar protokol kesehatan di dalam rancangan PKPU Pilkada dalam kondisi bencana non-alam,” ujar peneliti bidang politik The Indonesian Institute, Rifqi Rachman.
Menurut Rifqi, hal tersebut dapat dilakukan karena melihat UU Nomor 1/2015 tentang Pilkada. Dia melihat peraturan perundang-undangan tersebut menyediakan ruang bagi KPU untuk memberikan larangan dan sanksi pada pelaksanaan Pilkada.
Hal itu juga diperkuat oleh ketentuan yang ada di PKPU Nomor 4/2017 tentang Kampanye Pilkada. “Regulasi ini salah satunya memuat kewenangan KPU dalam memberikan sanksi terhadap pelanggaran kampanye yang dilakukan oleh peserta Pilkada,” terangnya.
Jika memang perlu diatur khusus, kata dia, maka sudah sepantasnya rancangan PKPU tentang Pilkada dalam kondisi bencana non-alam juga menyertakan larangan dan sanksi bagi pelanggar protokol kesehatan di tahapan kampanye. Selain itu, Rifqi juga menyatakan, KPU perlu membuat acuan pasti untuk setiap aturan kampanye yang melibatkan aktivitas langsung.
Itu perlu dilakukan demi menghindari hal-hal yang tak terduga, seperti kerumunan yang berpotensi muncul pada tahapan kampanye. “KPU perlu dengan tegas menerapkan batas maksimal kehadiran orang di setiap tahapan kampanye yang mempertemukan orang secara langsung,” tutur dia.
Kolaborasi dan sinergi antara KPU dengan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 juga perlu ditingkatkan, terutama soal penerapan protokol kesehatan pada tahapan kampanye yang mempertemukan orang. Itu perlu dilakukan agar pengawasan ketat terhadap penerapan protokol kesehatan tidak hanya dipikul oleh penyelenggara Pilkada 2020 saja.
Ia mengatakan, Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 perlu melaporkan secada berkala tentang perkembangan penyebaran Covid-19 di wilayah-wilayah yang menyelenggarakan Pilkada kepada KPU. Dengan demikian, KPU dapat segera mengambil keputusan yang tepat.
“Misalnya untuk kembali menunda Pilkada, manakala suatu wilayah memiliki risiko penularan yang membahayakan pemilih, penyelenggara, peserta, dan pihak lain yang terlibat dalam pelaksanan Pilkada 2020,” jelas dia.
Anggota Komisi II DPR Guspardi Gaus meminta agar KPU dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) berhati-hati dalam menerapkan PKPU tentang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota dalam Kondisi Bencana Nonalam Covid-19. Ia mengatakan, semenjak pilkada serentak diputuskan digelar 9 Desember 2020, pro dan kontra bermunculan dari masyarakat.
“Saya me-warning kepada KPU agar betul-betul melaksanakan PKPU dan peraturan Bawaslu ini sesuai protokol kesehatan,” kata Guspardi dalam rapat kerja dengan KPU di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta.
Guspardi mengaku khawatir pada saat pelaksanaan pilkada nanti banyak petugas dan masyarakat yang tumbang akibat terpapar Covid-19. Menurutnya jika itu terjadi maka Komisi II, bersama pemerintah dan penyelenggara pemilu menjadi pihak yang disalahkan oleh masyarakat.
“Kami sudah me-warning, kami sudah memberitahu ternyata dilaksanakan dalam kondisi ini, baru pertama kali pelaksanaan di kondisi yg tidak pas ini. Mudah-mudahan warning ini menjadi cemeti bagi KPU bersama Bawaslu dalam rangka mengantisipasi jangan ada satu pun penyelenggara dan masyarakat dalam menjalankan hak demokrasi terkapar oleh Covid-19,” ujar politikus PAN itu.
Sementara itu anggota komisi II DPR fraksi PDIP Junimart Girsang mengaku pesimistis bahwa PKPU dapat berjalan dengan baik. Menurutnya PKPU tidak akan berjalan dengan baik apabila tidak didukung oleh anggaran yang memadai.
“Bagaimana membangun sinergi, pak, kalau tidak dipenuhi anggaran, percuma semua, percuma pak,” kata Junimart. (msn)