Indovoices.com-Hampir 3 bulan, KPK gagal menangkap mantan Sekretaris Mahkamah Agung, Nurhadi. Tersangka mafia peradilan itu masih buron.
Indonesia Police Watch (IPW) mengklaim sempat mendapat informasi bahwa Nurhadi sempat terlacak keberadaannya di sebuah masjid saat Salat Duha. Namun tak disebutkan masjid yang dimaksud.
Plt juru bicara KPK, Ali Fikri, mengatakan pihaknya akan mempelajari setiap laporan terkait keberadaan Nurhadi. Termasuk soal informasi keberadaan Nurhadi di masjid.
“Setiap informasi yang kami terima dari masyarakat terkait keberadaan para DPO, KPK pastikan akan menindaklanjutinya. KPK akan mendalami informasi tersebut dan akan terus mencari dan mengejar para DPO NH (Nurhadi) dkk,” ujar Ali.
Meski belum berhasil diamankan, Ali memastikan berkas penyidikan rasuah yang menjerat Nurhadi tetap berjalan.
“Saat ini, penyidik juga sedang merampungkan pemberkasan perkara atas nama tersangka NH dkk tersebut,” sambung Ali.
Dalam keterangan tertulisnya, Ketua IPW Neta S Pane sempat menyampaikan bahwa KPK dan Polri sempat mengendus keberadaan Nurhadi. Namun masih gagal menangkapnya.
“Sumber Indonesia Police Watch (IPW) menyebutkan, KPK dibantu Polri terus berupaya menangkap Nurhadi. Mantan Sekjen MA itu selalu berpindah-pindah mesjid saat melakukan salat duha. Setidaknya sudah ada lima mesjid yang terus dipantau,” ucap Neta.
Ia berharap Nurhadi bisa ditangkap sebelum Hari Raya Idul Fitri. Ia pun mendukung KPK memajang Nurhadi bila nanti melakukan konferensi pers.
“Aksi memajang tersangka patut didukung semua pihak agar ada efek jera. Para koruptor harus dipermalukan seperti bandar narkoba dan kriminal jalanan yang tertangkap,” kata Neta.
Latar Belakang Perkara
Nurhadi ditetapkan sebagai tersangka bersama menantunya, Rezky Herbiyono; dan Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal, Hiendra Soenjoto.
Dalam perkaranya, Nurhadi diduga menerima suap Rp 33,1 miliar dari Hiendra melalui Rezky. Suap itu diduga untuk memenangkan Hiendra dalam perkara perdata kepemilikan saham PT MIT yang berperkara di MA.
Nurhadi melalui Rezky juga diduga menerima janji 9 lembar cek dari Hiendra terkait perkara PK di MA. Namun diminta kembali oleh Hiendra karena perkaranya kalah dalam persidangan.
Sementara dalam kasus gratifikasi, Nurhadi diduga menerima Rp 12,9 miliar selama kurun waktu Oktober 2014 sampai Agustus 2016. Uang itu untuk pengurusan perkara sengketa tanah di tingkat kasasi dan PK di MA, serta Permohonan Perwalian.
Ketiganya sempat dua kali mengajukan praperadilan untuk menggugurkan status tersangka. Namun, dua kali pula gugatan itu ditolak hakim.
KPK sudah beberapa kali melayangkan panggilan. Namun, ketiganya selalu mangkir. Mereka ditetapkan sebagai buronan dengan masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak 13 Februari 2020.