Indovoices.com – Pemerintah telah melakukan berbagai langkah kebijakan, dan aksi nyata untuk mengatasi persoalan sampah laut. Pemerintah juga telah menerbitkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 83 Tahun 2018 tentang Penanganan Sampah Laut yang berisikan strategi, program, dan kegiatan yang sinergis, terukur, dan terarah untuk mengurangi jumlah sampah di laut, terutama sampah plastik.
Selanjutnya, regulasi ini dituangkan dalam bentuk Rencana Aksi Nasional Penanganan Sampah Laut Tahun 2018-2025. Rencana Aksi merupakan dokumen perencanaan yang memberikan arahan strategis bagi kementerian/lembaga, dan acuan bagi masyarakat serta pelaku usaha dalam rangka percepatan penanganan sampah laut untuk periode delapan tahun, terhitung sejak tahun 2018 sampai dengan tahun 2025.
Isu pesisir dan laut saat ini tidak hanya menjadi isu nasional, melainkan telah menjadi isu regional bahkan internasional. Isu ini juga memiliki dimensi jangka panjang, sehingga membutuhkan basis science yang kuat.
“Oleh karena itu, saya tekankan betapa pentingnya peran para akademisi, peneliti, dan praktisi bersama pemerintah juga masyarakat, untuk menemukan solusi permasalahan pesisir dan laut terutama marine litter,” ujar Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) MR Karliansyah, saat membuka Workshop Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Pesisir dan Laut Perspektif Akademisi dan Praktisi, di Surabaya, Rabu (25/7/2019).
Pelaksanaan workshop ini dimaksudkan untuk menjaring masukan dan best practices dari sisi akademisi dan praktisi mengenai persoalan sampah laut, untuk kemudian dapat diimplementasikan pada tataran yang lebih luas.
Saat ini, Karliansyah menjelaskan, pencemaran akibat sampah di kawasan pesisir dan laut menjadi perhatian serius bagi berbagai kalangan masyarakat di tingkat lokal, nasional, maupun global. Sebanyak 80% sampah di laut berasal dari aktifitas di daratan yang mengalir melalui sungai dan selokan sehingga mencemari laut. Dalam satu meter persegi terdapat 106,3 gram sampah laut dalam bentuk organik, domestik, plastik, dan logam.
Hasil survei KLHK tahun 2017 – 2019 di 18 Kabupaten/Kota, menunjukkan bahwa estimasi total sampah laut sekitar 1,2 juta ton, dengan rerata timbulan sampah laut sebanyak 106,385 gram per meter persegi. Sampah plastik di lautan terutama berasal dari darat bersumber dari aliran sungai yang bermuara di laut dan kawasan pesisir.
Selain itu, hasil kajian pencemaran mikroplastik (MPS) di DAS Citarum yang dilaksanakan KLHK bekerjasama dengan pakar Institut Pertanian Bogor, menunjukkan di daerah hulu ditemukan rataan mikroplastik sebesar 29.02 ± 37.56 MPS per m3, di daerah tengah sebesar 0.76 ± 0.53 MPS per m3, dan di hilir sebesar 1.88 ± 1.61 MPS per m3.
Untuk itu sejak tahun 2015, KLHK telah melakukan Gerakan CCU di berbagai wilayah di Indonesia. Sampah yang dikumpulkan dari kegiatan bersih-bersih pantai akan ditimbang untuk diketahui berat dan dipilah jenis sampahnya. Selanjutnya, sampah tersebut akan diangkut ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) untuk dikelola.
“Kegiatan bersih-bersih seperti itu, kalau dilakukan secara rutin sehingga masyarakat akan terbiasa hidup bersih, akhirnya menjadi sebuah kebutuhan, tidak usah diperintah sudah berjalan sendiri, seperti di Surabaya ini,” lanjut Karliansyah.
Berbagai keberhasilan dari inisiatif lokal yang telah dilakukan, diharapkan dapat menjadi contoh bagi daerah lain untuk melakukan kegiatan serupa, termasuk salah satunya memberikan apresiasi terhadap berbagai gerakan masyarakat peduli lingkungan, khususnya dalam pengurangan sampah plastik.
Sejalan dengan komitmen Indonesia terhadap solusi perlindungan lingkungan laut, Indonesia juga menjadi tuan rumah penyelenggaraan The 11th East Asian Seas Partnership Council Meeting yang berlangsung pada tanggal 24-26 Juli 2019 di Surabaya.
Kegiatan ini dihadiri oleh perwakilan dari Kementerian/Lembaga, Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota, para Dekan Fakultas Kelautan dan Perikanan yang berasal dari Universitas di Surabaya dan sekitarnya, peneliti, serta Kepala UPT KLHK. (jpp)