Ketika Tanah Berguncang Di Ranah Minang Berlalu, Mama Menyusul Pergi Meninggalkan Kami Selamanya..
Diakhir bulan September, 11 tahun yang lalu. Saat itu ada kejadian yang tak pernah terlupakan bagiku sepanjang hayat.
Sebagai anak yang jauh dari orang tua apalagi hanya mama yang masih ada, inilah alasan kuatku melepas rasa rindu pulang kampung ke Padang berlebaran dan merasakan hangatnya pelukan mama, mama segalanya dalam hidupku.
Seperti biasanya aku, suami dan ketiga anakku tiap tahun minimal kami merayakan Idul Fitri di Padang, ditahun itu aku dan anak bontotku saja yang mudik ke ranah minang karena mama sakit.
Sesampai ku dirumah mama menyambut dengan senyuman lembutnya yang bikin rindu dihati sirna seketika tenang dan nyaman, meskipun sudah beberapa lama mama tidak sanggup lagi beraktifitas di rumah seperti biasa, mama itu kalau lagi sehat gak bisa diam, ada saja yang dikerjakannya, bikin kue keringlah buat ngemil, menjahitlah, merawat tanamanlah, beberes rumahlah, kalaupun sedang ngaso..dipastikan ada yang sedang dibacanya.
Nah, diwaktu aku masih tinggal sama mama yang ku khawatir kan itu kalau mama mulai terlihat tidur siang. Itu pertanda mama sedang tidak sehat kalau itu yang terjadi kami bersaudara gantian memijit dan membalur kaki dan punggung mama dengan minyak kayu putih..
Berjalannya waktu sebelum kepulangan ku saat mau lebaran itu, adikku memberi tahukan kondisi mama sudah mulai menurun sejak pernah jatuh dikamar mandi dan pernah dirawat dirumah sakit karena kekurangan kalium kata dokter.
Sejak itu kondisi mama terlihat turun drastis, adikku bilang kalau mama itu gak terima dengan kondisinya yang diharuskan istirahat ditempat tidur, kalau berjalan harus pakai kursi roda..
Malam sesampainya di Padang, aku suapin mama puding kesukaannya, walau dimakan sedikit tapi beliau kelihatan semangat.
Beberapa hari dirumah aku lihat kebiasaan rutin mama, dari bangun pagi sampai malam menjelang tidur, lebih banyak dilakukan ditempat tidur.
Tanggal 30 September 2009 pagi harinya, suhu badan mama naik, biasanya kalau bangun tidur bila dikasih susu selalu diminum, pagi itu sama sekali gak mau minum, ada slem dikerongkongan mama yang menyulitkan untuk menelan. Lalu aku dan adik adik rembukan apakah harus dibawa ke rumah sakit, karena aku khawatir dengan kondisi stamina mama yang terus menurun. Meskipun dulu mama pernah berpesan : ..”kalian ingat ya, kalau mama sakit dihari tua, mama gak mau dirawat dirumah sakit, apalagi bikin repot kalian..”, sekarang ternyata kondisinya sudah diluar kemampuan ku untuk merawat mama.
Aku dan adik adik mengambil keputusan membawa beliau ke dokter, sebelumnya juga meminta pendapat serta persetujuan keluarga besar. Maka di putuskan untuk di bawa ke rumah sakit, ambulan ditelepon terlambat datangnya. Subhanallah, layanan kesehatan di negeri kita memang masih lamban.
Disaat mama dibawa ke ambulan pandangan mata mama terasa geram sama aku dan adik adik, beliau terlihat menolak untuk dibawa ke rumah sakit.
Sampai di rumah sakit mama langsung masuk ke ruang IGD, lumayan lama menunggu mama diperiksa, akhirnya dokter merekomendasikan agar rawat inap.
Setelah pindah kekamar di lantai 3, rumah sakitnya gak punya lift, ada tangga biasa dan jalan untuk kursi roda dan brankar. Kami agak cemas karena ditempatkan di lantai 3, waktu itu kota Padang sudah sering dilanda gempa, tapi kita gak bisa pilih kamar karena kamarnya penuh, kita dijanjikan akan pindah kamar besok kalau kamar di lantai bawah sudah kosong, ya apa boleh buat terima saja yang ada yang penting penyakit mama bisa ditangani Dokter.
Baru 15 menit dikamar, tiba tiba kedengaran suara seperti motor distarter diluar gedung, keras sekali, gak berapa lama dinding dinding kamar runtuh, kaca jendela pecah, tempat tidur, dispenser barang barang lainnya bergeser dengan cepat, aku dan adikku reflek melindungi kepala dan badan mama sambil menahan tempat tidur yang bergerak dan tiang tempat botol infus jatuh. Suara orang teriak, lari, dan perawat yang mendorong brankar menambah kepanikan..ini gempa paling besar yang pernah aku rasakan, getaran gempa terasa beberapa menit.
Semua orang panik, gimana minta tolong sama perawat, semua orang menyelamatkan diri sendiri dan keluarganya sendiri, adikku langsung membopong mama turun dari lantai 3 yang tangganya penuh pecahan kaca, tembok runtuhan dinding, pelan pelan kita berdua turun sambil menyisihkan reruntuhan itu, sampai di lantai dasar, mama didudukkan dikursi roda yg tertimpa reruntuhan juga, selang infus dicopot, karena tanpa sadar darah keluar dr slang infus itu, untung kebetulan ada dokter dipelataran depan, dia berusaha menenangkan pasien dan keluarga pasien yang ada di halaman rumah sakit.
Komunikasi telepon terputus, aku gak bisa menghubungi adik yang baru saja pulang kerumah menyiapkan segala sesuatu dan menengok anak anak yang waktu itu gak ikut ke rumah sakit. Rencananya sore itu kita kumpul lagi di rumah sakit jagain mama.
Kita tidak tahu apa yang terjadi, semua orang panik, gempa masih berulang meskipun gak terlalu keras lagi getarannya, di jalan orang teriak teriak, tolongin ada banyak orang tertimpa gedung, gedung kursus, toko, rumah dan sebagainya, terjadi juga kebakaran dimana mana, bunyi mobil pemadam kebakaran, serine ambulan simpang siur dibawah sore menjelang.
Tiba tiba ada anak muda mengajak naik ke mobilnya saja, kita harus menjauh dari tepi pantai, ada kabar kemungkinan tsunami datang, info masih simpang siur, rumah sakit memang letaknya gak jauh dari pantai. Di mobilnya sudah ada beberapa orang juga, “selagi masih bisa ayo bu naik saja, kasihan si nenek, biar saya antar pulang”, katanya. Anak muda ini ada dirumah sakit mau bezuk temannya, belum sempat masuk, gempa sudah terjadi, dia gak jadi bezuk.
Sepanjang jalan dari rumah sakit pemandangan sungguh mengerikan, gedung, rumah, jalan retak, mobil diparkiran hancur.
Yang sama sama menumpang dimobil ini sudah turun 2 keluarga (4 orang) tinggal aku, adikku dan mama, sampai depan rumah, rumah kosong terkunci, gak mungkin kita turun tinggal diluar rumah, rumah juga gak jauh dari pantai, keadaan mama yang tidak memungkinkan, akhirnya diputuskan kita bawa mama kerumah anak muda ini, lebih kurang 3 km jauhnya dari rumah mama.
Kita diterima dengan sangat baik dirumah itu, mama langsung disediain kasur yang digelar diruang tamu, dijamu dengan baik. Sementara aku masih belum bisa kontak dengan adik dan keluarga di Jakarta, baru sekitar jam 8 malam adikku bisa dihubungi, gsm belum berfungsi, tapi cdma bisa, akhirnya kita kumpul dirumah keluarga yang menolong ini.
Semalaman gak bisa tidur, nguing-nguing ambulan, pemadam kebakaran gak berhenti suaranya, hujan, listrik gak ada, dan persediaan air juga menipis, jangankan untuk mandi, untuk wudhu aja kita hemat dengan menampung air hujan.
Sekitar jam 23.00 baru bisa kontak dengan keluarga di Jakarta, dengan iparku, kebetulan sedang dinas diluar kota, masih belum bisa kontak karena batre hp habis..lengkaplah sudah.
Besok pagi kita pulang kerumah, si ibu yang punya rumah masih sempat bikin nasi goreng untuk sarapan, “kita gak tau apa yang akan terjadi, yang penting perut diisi dulu, anak anak kasihan kelaparan nanti”, katanya, semoga Allah membalas kebaikan keluarga ini.
Suasana kota Padang porak poranda, listrik, air belum nyala, pom bensin tutup, toko toko gak ada yang buka, hanya beberapa warung yang masih buka, seperti kota mati saja.
Kita pulang kerumah adik papa dibelakang rumah, rupanya mereka gak ikut mengungsi seperti kebanyakan warga disekitar rumah, sebelum sampai rumah adik ipar papasan dijalan karena dia berusaha cari kita, dia cuma dapat info kita berada di daerah Padang Baru.
Mama bisa tidur dengan tenang, dibersihkan, dikasih sereal meskipun makan cuma sedikit, slem dikerongkongannya dikeluarkan..kebetulan adik papa perawat jadi sudah biasa mengerjakannya dan juga punya alatnya dirumah.
Alhamdulillah rumah selamat dari gempa ini, hanya beberapa botol madu, dan pajangan yang jatuh tapi gak ada yang rusak. Untuk kebutuhan air ada sumur yang alhamdulillah airnya bisa dikonsumsi, dan tetangga sebelah rumah juga punya genset dan mereka juga mempersilahkan warga memanfaatkan untuk charge hp. Terima kasih tak terhingga, warga saling tolong menolong waktu itu.
Suhu tubuh mama naik turun, sepertinya juga sudah gak mengenali kita meskipun masih sadar. Kamis malam kondisi mama mulai turun, sepertinya tidak mungkin kita bawa kerumah sakit lagi, keadaan rumah sakit umum penuh.
Akhirnya tanggal 2 Oktober 2009, hari jumat jam 05.30 mama berpulang keharibaan Yang Maha Kuasa sang Maha Pencipta.
Innalillahi wainna ilaihirajiun.. 🙁 🙁
Peristiwa besar tentang Tanah Goyang di Ranah Minang mengantarkan kepergian Mama ku untuk selama lamanya…
Semoga Mama dan Papa bahagia di tempat yang layak di sisiNya. Aamiin YRA
Penulis: Ibu Diena