“Alhamdulillah semuanya bisa kami realisasikan tanpa kekerasan, cukup selembar kertas dan tanda tangan,” gubernur Anies.
Demikian salah satu isi pidato gubernur Anies dalam acara reuni 212 beberapa waktu lalu. Gubernur Anies membanggakan dirinya yang mampu melakukan penertiban di Jakarta hanya dengan selembar kertas dan tanda tangan tanpa kekerasan seperti era Ahok.
Namun dengan terjadinya kericuhan antara PKL Tanah Abang dengan petugas Satpol PP hari kamis lalu akhirnya membuka mata kita bahwa ternyata tidak semua persoalan di Jakarta bisa diselesaikan dengan selembar kertas. Ada juga persoalan yang mau tidak mau, suka tidak suka harus diselesaikan melalui kekerasan seperti pembubaran paksa para PKL nakal di Tanah Abang oleh petugas satpol PP.
Sehingga sekarang apa yang disebut “kekerasan” oleh gubernur Anies ini bukan lagi soal Anies atau Ahok, bukan juga soal gubernur seiman atau tidak seiman tetapi soal ketegasan seorang kepala daerah. Ketegasan memang akan selalu berbenturan dengan keinginan warga yang OK OC, ogah kerja dan ogah capek…
Dulu bisa saja gubernur Anies beretorika bahwa penertiban di Jakarta tidak boleh dengan kekerasan tetapi harus dengan pendekatan sosial, komunikasi dan peran serta masyarakat. Namun toh nyatanya kan tidak semudah itu. Setidaknya hari ini pak Anies mengakui bahwa kadang mereka yang ditertibkan malah lebih galak daripada yang menertibkan.
Artinya apa, ketika selembar kertas dan tanda tangan sudah tidak lagi diindahkan, maka jalan terakhir memang harus dengan penertiban paksa kalau tidak mau disebut kekerasan. Itulah ketegasan.
Sama halnya juga dengan penggusuran. Sampai kapanpun dan dimanapun, baik bersalah ataupun tidak bersalah, yang namanya penggusuran tetaplah akan mendapat penolakan dan perlawanan dari warga.
Inilah mengapa Jakarta di era Ahok seolah-olah penuh dengan kekerasan dan kesewenang-wenangan, sementara era Anies adem ayem. Jawabanya jelas, Ahok komitmen normalisasi sungai dan menertibkan bangunan liat dengan ketegasannya, sementara gubernur Anies memilih bermain aman tidak melakukan penggusuran dengan dalih keberpihakan.
Terakhir, apapun alasannya pemerintah tidak boleh kalah terhadap preman-preman yang hanya ingin mengeruk keuntungan tanpa mempedulikan ketertiban umum di Jakarta ini. Tertibkan mereka meski dengan kekerasan kalau memang jelas-jelas melanggar aturan, sukur-sukur bisa dengan selembar kertas dan tanda tangan.
Selamat tanda tangan!