Indovoices.com- Kebakaran hutan yang terjadi di banyak wilayah di Indonesia telah mengakibatkan masalah kesehatan serius bagi warga terdampak. Asap yang pekat, menurut Plt Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Agus Wibowo, menyebabkan sedikitnya ada 919.516 orang yang menderita infeksi saluran pernapasan akut/ISPA.
“Jumlah itu tersebar di enam provinsi, yaitu Riau, Sumatra Selatan, Jambi, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan,” katanya.
Total angka 900 ribuan itu, menurut Agus, diperoleh dari catatan Kemenkes. “Ini catatan Kementerian Kesehatan, kemudian kita sajikan,” kata Agus, di Jakarta, Agus memaparkan, ada sebanyak 275.793 orang penderita ISPA di Riau. Lalu, kata dia, sebanyak 63.554 penderita di Jambi, 291.807 penderita di Sumatra Selatan, 180.695 penderita di Kalbar, 40.374 penderita di Kalsel, dan 67.293 penderita di Kalteng.
Angka total tersebut, menurut Agus, sangat mungkin bertambah mengingat kepekatan asap semakin bertambah. Ancaman kesehatan akibat karhutla memang menjadi persoalan serius di bidang kesehatan.
Itulah sebabnya, Menteri Kesehatan Nila F Moeloek dalam ratas di Riau telah menekankan untuk menjadikan puskesmas sebagai fasilitas pertama yang siaga melayani warga terdampak Karhutla. Lebih dari itu, kata dia, pencegahan sebelum terjadinya hal yang tak diinginkan harus dilakukan terutama bagi masyarakat yang terserang ISPA.
Menkes juga meminta jajaran Dinkes harus siaga menghadapi masalah lingkungan ini. Menkes juga meminta kepala Dinas Kesehatan untuk terbuka dan mempublikasikan upaya bidang kesehatan dalam penanggulangan Karhutla.
Selain itu, Menteri Kesehatan Nila F Moeloek juga pernah menyarankan agar dilakukan pemanfaatan teknologi tepat guna dalam menghadapi situasi serupa itu. “Teknologi tepat guna bisa dijadikan cara untuk mencegah terjadinya masalah kesehatan akibat Karhutla. Bisa kita manfaatkan sebaik-baiknya. Bisa kita gunakan untuk masyarakat. Jangan sampai kita telat lagi dalam pencegahan,” katanya.
Menjelaskan tentang pemanfaatan, Sekretaris Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes, yang sebelumnya menjabat sebagai Kepala Pusat Krisis Kesehatan Kemenkes, Ahmad Yurianto membeberkan salah satu teknologi tepat guna pernah dimanfaatkan pada 2017 untuk kasus yang sama, yakni Karhutla.
“Dua tahun lalu Kemenkes pernah kerja sama dengan Institut Teknologi Bandung membangun save community pada masyarakat salah satunya menciptakan teknologi tepat guna sederhana berupa pemasangan kain dakron yang dibasahi,” katanya.
Setelah diuji coba di beberapa sekolah dan dilakukan pengukuran ISPU di dalam dan di luar kelas, ternyata udara lebih baik di dalam kelas karena terpasang kain dakron,” katanya. Sementara itu, terkait kemarau panjang yang biasanya menjadi pemici terjadinya karhutla, ada juga teknologi yang bisa dimanfaatkan. Diketahui, saat kemarau yang utama adalah air bersih.
Adalah Poltekkes yang pernah menciptakan teknologi tepat guna berupa penjernih air dan berhasil menjernihkan air gambut di Kalimantan. Teknologi sejenis juga diciptakan Balai Teknik Kesehatan Lingkungan (BTKL) Batam 4 tahun lalu. Dengan teknologi ini, air bisa langsung minum. Teknologi tersebut dijadikan replika untuk daerah agar bisa mengembangkan sendiri.
Bidang Pendidikan
Kebakaran hutan bukan hanya mengancam nyawa dan kesehatan penduduk yang berada di daerah terdampak. Ada pula ancaman terhadap kualitas pendidikan. Menyusul terjadinya kebakaran hutan yang mengakibatkan kabut asap pekat di sejumlah provinsi, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy telah menyarankan agar anak-anak libur sekolah jika asap karhutla membahayakan.
Hanya saja saat berada di rumah, Muhadjir meminta agar anak-anak tetap belajar. “Ya kalau memang tidak mungkin masuk sekolah ya jangan sekolah tetapi belajar tetap jalan. Belajar kan nggak harus di sekolah, karena itu harus ada bimbingan di rumah,” katanya, di kantornya, Jakarta Selatan, Rabu (11/9/2019).
Oleh karena itulah, Muhadjir juga meminta pihak sekolah memantau proses belajar-mengajar anak di rumah. “Sekolah juga harus memantau kegiatan belajar anak anak yang ada di lingkungan keluarga itu, di rumah itu. Intinya kalau membahayakan pada siswa dibolehkan siswanya nggak sekolah, tapi bukan berarti tidak belajar,” ujar dia.
Selain itu, dia meminta agar para guru melakukan improvisasi dalam mengajar ketika kondisi tidak memungkinan untuk anak-anak datang ke sekolah. “Guru harus pandai pandai atur, improvisasi dalam belajar mengajar agar gimana supaya proses kegiatan belajar mengajar tetap jalan walau tidak sekolah,” kata Muhadjir.
Terkait dampak karhutla, Mendikbud juga telah menyampaikan kesiapan pihaknya untuk membangun ruang kelas bebas asap untuk sekolah yang terdampak karhutla, baik di Sumatra maupun Kalimantan. “Kemudian kita akan siapkan kalau nanti terlalu lama kita akan lihat kondisi-nya, kita akan segera rapatkan kemungkinan untuk membangun atau menyiapkan yang namanya ruang belajar bebas asap,” ujar Muhadjir.
Muhadjir menyebutkan, pembangunan ruang kelas tanpa asap diperlukan bilamana gangguan aktivitas belajar-mengajar berlangsung untuk waktu yang signifikan. Pembuatan ruang belajar bebas asap merupakan kerja sama Kemendikbud dengan Institut Teknologi Bandung (ITB) sejak 2015. Namun teknologi tersebut tidak digunakan sepanjang 2016 hingga 2018 karena tidak ada kabut asap.
Teknologi untuk membuat ruangan belajar bebas asap itu adalah dengan memberikan setiap jendela alat penyaring, kemudian ruang kelas akan dipasang kipas angin exhaust untuk mengatur sirkulasi udara. Sementara itu, di dalam ruangan akan diberikan tanaman yang memiliki sumber oksigen.
“Jadi teknologinya sederhana kok itu, cuma perlu pakai exhaust saja, jadi nanti ada jendela terbuka yang diberi penyaring untuk menyaring partikel diberi pelembab gitu di dalam juga harus ada kipas angin untuk sirkulasi udara dan ada exhaust yang mengisap udara keluar sehingga secara otomatis udara dari luar akan masuk dan melewati pintu yang diberi penyaring,” kata dia.
“Di dalam ada aquarium untuk menjaga kelembapan dan pergantian atau produksi O2 bisa berjalan dengan baik atau bisa tanaman tanaman interior yang bisa memproduksi O2 bisa ditanam atau ditaruh di ruang-ruangan itu,” imbuh Muhadjir.
Muhadjir mengatakan, pengadaan ruang belajar bebas asap akan diprioritaskan untuk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Menurutnya SMK butuh ruang praktek sehingga tidak bisa belajar di rumah. (jpp)