“Luar Biasa”, “Keren”, itulah kata-kata yang terucap dari bibir saya saat menyaksikan pidato kebangsaan Jokowi dalam acara Visi Indonesia di Sentul Internasional Convention Center, Bogor, Jawa Barat, Minggu 14 Juli 2019 malam, melalui televisi.
Bukan saja berbicara dengan tegas dan tanpa teks, dalam pidatonya, Jokowi juga menguraikan dengan jelas berbagai program-program yang akan dilaksanakannya lima tahun mendatang. Mulai dari program pembangunan infrastruktur, ekonomi, reformasi birokrasi, hingga sumber daya manusia (SDM), dalam pidatonya tersebut.
Bukan itu saja, Jokowi dengan penuh percaya diri juga memberi peringatan kepada pihak-pihak yang tidak bisa diajak bekerja sama. Jokowi secara tegas menyebutkan dirinya akan memberantas semua pihak yang menghambat investasi di Indonesia.
Para pejabat pun tidak lepas dari ultimatum Jokowi, untuk mengubah pola pikir birokrasinya. Menurut Jokowi, para pejabat pemerintahan harus melayani masyarakat dengan baik dan tidak berbelit. Jika tidak, mereka akan dicopot oleh Jokowi.
“Kecepatan melayani, kecepatan memberikan izin, menjadi kunci bagi reformasi birokrasi. Akan saya cek sendiri! Akan saya kontrol sendiri! Begitu saya lihat tidak efisien atau tidak efektif, saya pastikan akan saya pangkas, copot pejabatnya,” tegasnya.
Tak cuma itu, Jokowi bahkan tak main-main akan membubarkan lembaga yang pemerintahan yang tidak berguna.
“Kalau ada lembaga yang tidak bermanfaat dan bermasalah, akan saya bubarkan!” serunya.
Jokowi menyebutkan pula larangan-larangan bekerja yang menurutnya tak sesuai untuk pejabat pemerintahan.
“Tidak ada lagi pola pikir lama! Tidak ada lagi kerja linier, tidak ada lagi kerja rutinitas, tidak ada lagi kerja monoton, tidak ada lagi kerja di zona nyaman. Harus berubah! Sekali lagi, kita harus berubah,” kata Jokowi.
Tak pelak lagi pidato Jokowi pun mendapat pujian dari berbagai kalangan. Politikus PDIP, Darmadi Durianto memuji pidato politik kemenangan Jokowi sebagai pidato yang visioner dan konsepdynamic governance. Sedangkan Ketua Umum PP Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU), Ali Masykur Musa menyebutnya sebagai Pidato yang lugas dan lengkap.
Namun ironisnya pidato yang luar biasa itu harus ternodai oleh kelakuan banyak pengunjung yang masih bermental “barbar”. Beberapa jam sebelum acara dimulai, di sekitar lapangan SICC sudah terlihat begitu banyaknya bekas kotak makanan dan air mineral kemasan yang berserakan seperti yang disampaikan oleh media CNNIndonesia.
CNNIndonesia bahkan menyebut sampah-sampah itu tersebar hingga berbagai sudut lapangan SICC. Himbauan presenter Indra Bekti dan Asty Ananta malah hampir-hampir tidak digubris oleh para pengunjung. Hanya ada sedikit pengunjung yang menuruti ajakan Asty.
Beberapa warganet yang kebetulan hadir di acara tersebut juga mengeluhkan tidak ada rasa malunya pengunjung yang membuang sampah tersebut seperti screenshot yang saya lampirkan di bawah ini.
Warganet lain malah ikut membandingkan dengan kotanya.
Kalau membaca apa yang ditulis CNNIndonesia, baik pengunjung maupun panitia acaranya, sama-sama salah.
Pihak panitia terkesan amatir dan menutup mata karena tidak mengantisipasi dengan menyediakan tempat sampah yang cukup. Sementara pengunjung yang punya kesadaran akan kebersihan juga jumlahnya jauh lebih sedikit dibandingkan dengan yang masa bodoh. Mungkin dianggapnya seluruh lapangan SICC itu adalah tempat sampah, jadi selesai makan tinggal buang saja.
Lantas teman saya nyelutuk, kan bisa saja panitia umumkan, siapa yang bersihkan sampahnya boleh berfoto dengan Jokowi, pasti bersih. Namun menurut saya, itu tidak efektif karena pertama, tidak ada kegiatan seperti itu. Kalau sampai akhir acara, Jokowi langsung pulang, bisa-bisa panitianya yang diamuk massa karena dianggap berbohong.
Yang kedua, katakanlah Jokowi mau berfoto dengan yang membersihkan sampah setelah disampaikan oleh panitia. Lha kalau pengunjungnya 1000 orang, masa Jokowi harus layani satu persatu? Apalagi menilik acara kemarin yang hadir jumlahnya luar biasa banyak.
Namun yang terpenting adalah kesadaran dari pengunjung yang sangat kurang. Di sini saya melihat tugas Jokowi 5 tahun ke depan luar biasa beratnya. Membangun infrastruktur yang juga berat malah terasa jauh lebih ringan bila dibandingkan dengan upaya merubah mental-mental manusia Indonesia yang suka menyampah seperti ini.
Bagaimana Jokowi bisa membahwa seluruh rakyat Indonesia untuk maju? bila revolusi mental yang selama ini digadang-gadang Jokowi, bahkan belum mampu merevolusi mental para pendukungnya sendiri. Termasuk untuk hal-hal yang mungkin terlihat sepele, namun besar dampaknya seperti kebiasaan mengantri atau membuang sampah pada tempatnya.
Membandingkan pidato Jokowi yang ingin membawa Indonesia menjadi negara maju dan kelakuan pengunjung SICC yang menebar sampah. Membuat saya berpikir, persoalannya bukan lagi kapan kita dapat menjadi negara maju. Tapi apakah kita sudah siap untuk bertindak, berpikir, berperilaku dan bermental layaknya penduduk negara maju?