Indovoices.com –Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia, menegaskan jajarannya di BKPM untuk tidak melakukan pungutan liar (pungli). Bahlil menegaskan hal tersebut di tengah upaya lembaga itu mendorong realisasi investasi ke Indonesia.
“Pengalaman kita dulu-dulu ini kan yang membuat kita pengusaha malas itu gara-gara belum dikasih izin sudah minta sesuatu (pungli). Di BKPM sekarang, saya haramkan itu kepada semua pasukan saya di BKPM,” kata Bahlil dilansir dari Antara, Rabu (9/12/2020).
Bahlil Lahadalia yang juga mantan pengusaha itu, meminta agar jajaran BKPM tidak melakukan sesuatu yang bisa merugikan negara. Ia menekankan tugas BKPM adalah mendorong masuknya investasi yang bisa menciptakan lapangan kerja bagi rakyat hingga memberdayakan UMKM.
“Sehingga jangan lagi kita melakukan sesuatu yang merugikan negara,” ujar Bahlil.
Bahlil menambahkan dengan adanya Omnibus Law UU Cipta Kerja semua perizinan usaha nantinya akan terintegrasi di bawah Online Single Submission (OSS) yang berbasis elektronik sehingga meminimalisir adanya pungli.
Di sisi lain, Bahlil juga meminta kepada para investor agar mereka datang ke institusi resmi jika ingin melakukan investasi di Indonesia. BKPM pun akan menerima dengan tangan terbuka para investor yang ingin berinvestasi di Indonesia dan siap membantu.
“Jadi datanglah ke institusi resmi yang punya tugas melakukan itu. Biasanya kita pengusaha, saya juga dulu lah, kalau saya enggak kenal menteri A, carilah itu teman Menteri A yang bisa nge-gol-in konsep. Di situlah main itu barang,” kata Bahlil.
Dia mengingatkan keterbukaan dan transparansi yang ada saat ini menjadi peluang untuk bisa meningkatkan ICOR (Incremental Capital Output Ratio) atau tingkat efisiensi ekonomi Indonesia.
“Dunia sudah terbuka semua, tidak bisa ditutup-tutupi. Semakin ditutupi, semakin integritas kita rusak, ICOR kita naik, kita tidak lagi kompetitif. Negara kita yang dirugikan,” ujar dia.
Sebelumnya, pihaknya mengeklaim telah memfasilitasi investasi mangkrak senilai Rp 474,9 triliun. Angka itu setara 67,1 persen dari total investasi yang mangkrak selama empat tahun senilai Rp 708 triliun.
Dia mengungkapkan, ada tiga persoalan yang jadi penyebab mangkraknya investasi tersebut. Pertama, adanya ego sektoral yang terjadi antar kementerian dan lembaga (K/L).
Kedua adanya tumpang tindih regulasi antara kabupaten kota, pemerintah provinsi, dan pemerintah pusat. Terakhir, permasalahan ketersediaan lahan bagi investor.
“Persoalan tanah itu, jujur mengatakan dalam bahasa saya, itu ada pemain-pemain yang dapat dirasakan, tapi tidak bisa dipegang,” ujar Bahlil.
Bahlil menjelaskan, dalam kondisi pandemi Covid-19 ini, penyelesaian investasi mangkrak pun membantu mencegah penurunan lebih dalam dari realisasi penanaman modal asing (PMA) atau foreign direct investment (FDI) ke Indonesia.
Saat ini, turunnya hanya 10%, lebih rendah dibandingkan survei Bank Dunia bahwa sebagian besar negara FDI turun 30-40%.
“Jadi FDI yang turun tidak lebih dari 10 persen itu karena kita memiliki cadangan investasi mangkrak,” imbuh Bahlil.
Bahlil mengatakan, beberapa proyek investasi mangkrak yang berhasil difasilitasi lokasinya berada di Jawa Barat, seperti, YTL power Tanjung Jati Power dengan nilai investasi Rp 38 triliun, Hyundai sebesar Rp 21,7 triliun, dan PLTS Terapung di Sungai Cirata senilai Rp 1,8 triliun.
Di sisi lain, ia menilai, Undang-Undang (UU) Cipta Kerja dapat menjadi solusi penyelesaian investasi mangkrak. Sebab, beleid itu memenuhi empat hal keinginan investor yakni kecepatan, transparansi, efisiensi dan kemudahan saat investasi.
Dengan regulasi baru itu, maka akan mempermudah kegiatan investasi dan mendorong peningkatan investasi dalam negeri.
“Kalau empat hal itu mampu dilakukan secara baik oleh pemerintah pusat dan daerah, saya yakin Indonesia akan menuju babak baru, memenangkan kompetisi investasi dan khususnya di Asia tenggara, dan global pada umumnya,” pungkas Bahlil.(msn)