Indovoices.com – Pemerintah dalam hal ini Kementerian Pertanian RI melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan mengajak seluruh masyarakat dan mahasiswa untuk tingkatkan kesadaran dan bijak dalam penggunaan antibiotik. Hal itu disampaikan oleh Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, I Ketut Diarmita saat menjadi narasumber pada Seminar Nasional dan Demonstrasi Clinical Avian Medicine In Poultry di hadapan para Mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana Denpasar, Bali. Sabtu (27/4/2019).
“Saya mengajak masyarat dan mahasiswa untuk tingkatkan kesadaran dan bijak dalam penggunaan antibiotik, hal ini penting dilakukan karena jika tidak ada upaya pengendalian global, maka di tahun 2050 diperkirakan resistensi antimikroba atau AMR akan menjadi pembunuh No.1 di dunia, dengan angka kematian mencapai 10 juta jiwa,”ucapnya
Dalam menghadapi ancaman AMR tersebut, Ketut menjelaskan bahwa Indonesia telah memiliki rencana aksi nasional (RAN) untuk mencegah dan memperlambat laju AMR. Tujuan strategis RAN ini adalah (1) Peningkatan kesadaran dan pemahaman resistensi, melalui komunikasi, pendidikan, dan pelatihan yang efektif; (2) Memperkuat pengetahuan berbasis bukti (evidence base) melalui surveilans dan penelitian; (3) Mengurangi kejadian infeksi melalui praktek sanitasi, higiene dan pencegahan infeksi; (4) Menggunakan obat anti mikroba secara bijak dalam kesehatan hewan dan manusia; (5) Meningkatkan investasi melalui penemuan obat, alat diagnostik, dan vaksin baru untuk menurunkan penggunaan antimikroba dengan melibatkan kemitraan Public Private Pathnership.
“Untuk memperlambat laju AMR, di sektor peternakan Kementan telah mengeluarkan
Peraturan Menteri Pertanian Nomor 14 Tahun 2017 yang salah satunya mengatur pelarangan penggunaan antibiotic growth promotant (AGP) yang kemudian ditindaklanjuti dengan Surat Edaran Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan No.12026/PK.320/F/05/2018 tentang Pengawasan Obat Hewan. Pengawasan pelarangan penggunaan AGP ini dilakukan oleh Kepala Dinas yang membidangi fungsi Peternakan dan Kesehatan Hewan yang mengaktifkan pengawasan obat hewan, melibatkan Pengawasan Obat Hewan dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) ditingkat provinsi dan berkoordinasi dengan pengawas obat hewan di kabupaten/kota sesuai dengan tugas, wewenang dan tanggung jawab masing-masing” jelas Ketut.
Diungkapkan juga oleh Ketut bahwa strategi budidaya unggas pasca pelarangan AGP yaitu penggunaan feed additive lain yang dapat meningkatkan feed conversion rate (FCR) dan kesehatan unggas seperti probiotik, prebiotik, acidifier, dan enzim; penggunaan feed supplement yang berkualitas; penerapan biosecurity 3 zona; peningkatan kualitas pakan; serta pemilihan DOC yang sehat dan berkualitas.
*Pembangunan Peternakan*
Pada kesempatan tersebut Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan juga menginformasikan program-program Ditjen PKH antara lain Siwab, Pengembangan Sapi Perah, Pengembangan Ternak Ruminansia Potong, #Bekerja, serta Pengendalian dan Pemberantasan PHMS
Khusus tentang dukungan terhadap pengembangan dan pembangunan peternakan unggas rakyat, Ketut menyampaikan bahwa Kementan selalu mengedepankan kebijakan yang pro rakyat, sebagai contoh program #Bekerja merupakan langkah nyata keberpihakan pemerintah dimana ayam lokal menjadi komoditas utama dalam program ini. Sebanyak 20 juta ekor ayam didistribusikan untuk masyarakat pada tahun 2019. Lebih lanjut Ketut menambahkan keberpihakan pemerintah melalui implementasi Permentan No.32/2017 yang bertujuan melindungi pelaku peternakan dan masyarakat secara keseluruhan.
“Permentan ini mewajibkan pelaku usaha yang memproduksi 300.000 ekor/minggu harus mempunyai RPHU yang memiliki fasilitas rantai dingin; DOC FS/PS yang beredar harus memiliki sertifikat yang dikeluarkan oleh lembaga Sertifikasi; Telur konsumsi wajib memiliki sertifikat veteriner yang dikeluarkan Dinas Provinsi/Kab/Kota; Proporsi distribusi DOC FS antara perusahaan pembibit (integrasi) dengan pelaku usaha mandiri, koperasi dan peternak (50%:50%); dan pengaturan-pengaturan lain yang akan melindungi peternak dan masyarakat” ungkap Ketut.
Menutup diskusi, Ketut mengajak mahasiswa dan masyarakat untuk terus meningkatkan pemahaman tentang AMR dan bersama-sama mencegah dan mengurangi laju AMR, khususnya di Indonesia.