Indovoices.com–Kementerian Kesehatan (Kemenkes) memastikan seiring dengan penaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan maka sistem rujukan pasien akan diperbaiki.
“Mengatur sistem rujukan agar pasien tepat sasaran supaya sesuai dengan kelasnya. Jika diagnosa pasien harus ke fasilitas kesehatan tersier bisa langsung dari layanan primer tanpa harus melewati tahapan lainnya,” ujar Direktur Pelayanan Kesehatan Rujukan Kementerian Kesehatan, Tri Hesty Widyastoeti Marwotosoeko.
Demikian disampaikan Tri Hesty Widyastoeti Marwotosoeko dalam Diskusi Media Forum Merdeka Barat (FMB) 9 dengan tema “BPJS Kesehatan: Mengejar Pelayanan Prima”, bertempat di Ruang Serba Guna, Gedung Utama Kemkominfo, Jakarta.
Tri Hesty menambahkan, persoalan sistem rujukan merupakan salah satu syarat dari perbaikan layanan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola BPJS Kesehatan.
Kenapa perlu ada sistem rujukan? Sebab, tidak semua penyakit dapat ditangani di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP). Hal kedua, jumlah rumah sakit terbatas dan penyebarannya tidak merata, kompetensi setiap rumah sakit tidak sama dan memberikan pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan medis.
“Oleh karena itu sistem rujukan terus dibenahi. Kemenkes dan BPJS Kesehatan sudah memakai proses online untuk mempercepat proses bagi para pasien sehingga tidak perlu banyak-banyak bawa kertas,” jelas Tri Hesty.
Diakuinya, memang tidak mudah berupaya meningkatkan pelayanan kesehatan di negeri yang luas dan majemuk seperti Indonesia. Ada sejumlah tantangan mulai dari kesenjangan fasilitas kesehatan, jumlah dan kompetensi tenaga kesehatan yang tidak merata dan kelas rumah sakit yang tidak sesuai dengan kompetensinya.
“Kita harus menuntut kualitas yang baik sebetulnya bukan hanya karena iuran ditambah saja. Hal itu sudah menjadi kewajiban dari pemerintah menjaga mutu pelayanan yang baik,” jelas Tri Hesty.
Pihak Kemenkes selama ini selalu menjaga kualitas dan mutu layanan kesehatan dengan mengukur mutu layanan dan memberikan akreditasi pada rumah sakit, puskesmas dan klinik. “Sudah ada indikator untuk mengukur capaian indikator mutu layanan tercapai apa tidak. Ya dengan adaptasi itu sebetulnya sudah disebutkan di dalam Undang-Undang Rumah Sakit Nomor 44 Tahun 2009,” urai Direktur Pelayanan Kesehatan Rujukan Kemenkes.
Sejauh ini dari 2.861 rumah sakit yang dikelola pemerintah pusat, pemerintah daerah, TNI/Polri, BUMN/BUMD maupun swasta sudah sebanyak 2.240 terdaftar sebagai provider BPJS Kesehatan. Adapun pada tahun 2018, sebanyak 233 juta kunjungan di setiap tingkat fasilitas kesehatan telah memakai layanan BPJS Kesehatan.
Menurut Tri Hesty, membeludaknya antrean di fasilitas layanan kesehatan membuktikan banyak masyarakat mulai sadar memanfaatkan akses kesehatan dengan BPJS. Mengingat kebutuhan akses kesehatan terus meningkat maka Kemenkes mendapatkan Dana Alokasi Khusus (DAK) melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) agar sarana dan prasarana faskes di daerah semakin baik. Hal ini tentunya diiringi dengan meningkatkan kompetensi sumber daya manusia (SDM) tenaga kesehatan khususnya dokter spesialis di daerah-daerah.
Turut hadir sebagai narasumber dalam FMB 9 kali ini antara lain Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Tubagus Achmad Choesni, dan Direktur Perluasan dan Pelayanan Peserta BPJS Kesehatan Andayani Budi Lestari. (jpp)