Indovoices.com- Kementerian Kesehatan (Kemenkes) bersama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan siap mengantisipasi migrasi kelas peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) seiring penyesuaian iuran mulai Januari 2020. Sejak tahun 2017, pengelola fasilitas kesehatan terus menambah jumlah tempat tidur rawat inap. Rata-rata sebanyak 80 persen kamar perawatan di fasilitas kesehatan (rumah sakit/puskesmas/klinik) dimanfaatkan peserta JKN kelas II dan III.
“Kami sudah siapkan regulasi dan sistem informasinya kalau dia turun karena dia bayar sendiri tidak ada yang melarang, itu boleh,” ujar Direktur Perluasan dan Pelayanan Peserta BPJS Kesehatan Andayani Budi Lestari.
Demikian disampaikan Andayani Budi Lestari dalam Diskusi Media Forum Merdeka Barat (FMB) 9 dengan tema “BPJS Kesehatan: Mengejar Pelayanan Prima”, bertempat di Ruang Serba Guna, Gedung Utama Kemenkominfo, Jakarta.
Lebih lanjut Andayani menerangkan, sebetulnya banyak faktor yang membuat peserta yang turun kelas di samping dari penyesuaian iuran peserta Mandiri atau Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) hingga 100 persen. Ia juga menilai, selain faktor kemampuan membayar, penurunan dari Kelas I ke Kelas III lantaran sebagian peserta belum pernah merasakan manfaat besar asuransi kesehatan.
“Sebetulnya kalau social insurance itu sebetulnya single class jadi kalau nanti karena kemampuan membayar di kelas III pun tidak masalah. Kemudian untuk di RS, kan medisnya sama, hanya kalau rawat inap saja kelasnya dia harus Kelas III,” urai Direktur BPJS Kesehatan.
Menurut Andayani, migrasi kelas tersebut tidak akan mempengaruhi tata laksana di BPJS Kesehatan karena antisipasi lonjakan peserta Kelas III telah dikoordinasikan dengan Kemenkes agar menambah jumlah tempat tidur pasien Kelas III. “Secara sistem dan bisnis proses kami dari BPJS kami siapkan pelayanan bagi masyarakat yang ingin turun kelas. Caranya bisa dengan mobile JKN yang bisa diunduh untuk mutasi kelas. Tadinya turun kelas itu harus satu tahun. Kita akan siapkan kalau ada masyarakat yang mau mulai turun kelas,” jelas Andayani Budi Lestari.
Menyikapi banyak fasilitas kesehatan enggan menerima pasien BPJS atau dinomorduakan pelayanannya, Andayani membantah hal itu. “Kalau dikatakan bahwa peserta BPJS dinomorduakan, saya mau ungkapkan bahkan ada rumah sakit yang 99 persen pasiennya adalah peserta BPJS. Termasuk di rumah sakit pemerintah yang berbiaya mahal. Lha kalau kemudian ada peserta yang merasa dinomorduakan, lantas yang nomor satunya siapa?” imbuhnya.
Dari catatan BPJS Kesehatan sejak tahun 2017 jumlah kapasitas tempat tidur yang dimanfaatkan peserta JKN selalu bertambah dari 200.192 menjadi 217.660 pada tahun 2019. Sedangkan, pemanfaatan terbanyak pada kelas III pada tahun 2017 sebanyak 111.750 (56 persen), 114.623 (54 persen) dan tahun 2019 sebanyak 116.302 (53 persen). Sisanya rata-rata kelas II sebanyak 26 persen dan selebihnya lagi di kelas I. Sedangkan jumlah, fasilitas kesehatan tingkat pertama (FTKP) seperti klinik, puskesmas, praktik dokter perseorangan dan klinik gigi sejak tahun 2014 hingga 2018 meningkat 26,4 persen, sedangkan fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjut (FKRTL) seperti rumah sakit dan klinik utama bertambah 46 persen.
Menurut Direktur Pelayanan Kesehatan Rujukan Kementerian Kesehatan, Tri Hesty Widyastoeti Marwotosoeko, membeludaknya antrean di fasilitas layanan kesehatan membuktikan banyak masyarakat mulai sadar memanfaatkan akses kesehatan dengan BPJS. Operasi medis berbiaya ratusan juta kini bisa dijalani oleh kelompok masyarakat menengah hingga tak mampu tanpa harus membayar premi mahal atau tidak perlu membayar karena tergabung sebagai Penerima Bantuan Iuran (PBI).
Mengingat kebutuhan akses kesehatan untuk masyarakat terus meningkat maka Kemenkes mendapatkan Dana Alokasi Khusus (DAK) melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) agar sarana dan prasarana faskes di daerah semakin baik. Hal ini tentunya diiringi dengan meningkatkan kompetensi sumber daya manusia (SDM) tenaga kesehatan khususnya dokter spesialis dan perawat di daerah-daerah.
Selain Andayani dan Tri Hesty, turut hadir sebagai narasumber dalam FMB 9 kali ini Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Tubagus Achmad Choesni.(jpp)