Indovoices.com- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) melalui Pusat Pengembangan Perfilman (Pusbangfilm) kembali berhasil merestorasi film lawas nasional berjudul “Kereta Api Terakhir”. Film produksi Perusahaan Produksi Film Negara (PPFN) tahun 1981 ini menjadi film keempat yang berhasil direstorasi oleh Kemendikbud.
“Ketika sudah direstorasi, keinginan Kemendikbud adalah agar bisa dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan masyarakat,” disampaikan Kepala Pusbangfilm Maman Wijaya yang mewakili Direktur Jenderal Kebudayaan pada peluncuran dan pemutaran film hasil restorasi “Kereta Api Terakhir” di bioskop CGV, FX Mal, Jl. Jenderal Sudirman, Jakarta.
Menurut Maman Wijaya, Pusbangfilm sudah memetakan film-film yang akan direstorasi oleh Pemerintah, dengan memprioritaskan film-film yang masuk kategori sudah mengalami kerusakan parah, dan film tersebut dipandang memiliki nilai budaya tinggi.
Film “Kereta Api Terakhir” terpilih untuk direstorasi karena mengisahkan mengenai perjuangan revolusi kemerdekaan Indonesia tahun 1945–1947 dan merupakan salah satu film kolosal produksi dalam negeri yang melibatkan 15.000 pemain. Selain itu, kondisi copy film ini juga tergolong mendesak untuk segera diselamatkan.
“Film Kereta Api Terakhir merupakan salah satu film epik yang dianggap masih netral dan layak untuk dijadikan referensi tentang sejarah perjuangan bangsa,” kata Elprisdat, Direktur Komersial dan Pengembangan Bisnis Perusahaan Film Negara (PFN). “Proses restorasi ini memakan waktu sekitar enam bulan dari Juni 2019,” imbuh Elprisdat.
Rizka Fitri Akbar, Direktur PT. Render Digital Indonesia, perusahaan yang melakukan restorasi film “Kereta Api Terakhir”, menjelaskan bahwa materi film ini diperoleh dari dua copy positif milik pegiat film komunitas layar tancap. Film nasional berusia 38 tahun ini berhasil direstorasi dengan durasi 120 menit dari durasi asli 170 menit.
Kapusbangfilm menjelaskan bahwa film “Kereta Api Terakhir” hasil restorasi ini juga telah lulus sensor Lembaga Sensor Film (LSF) dengan kualifikasi 13 tahun ke atas.
Film arahan Mochtar Soemodimedjo ini diangkat dari novel karya Pandir Kelana yang mengisahkan tentang perjuangan Tentara Nasional Indonesia (TNI) Siliwangi disebabkan karena pelanggaran Perjanjian Linggardjati tahun 1946 oleh Belanda.
Alkisah, Markas besar TNI di Yogyakarta memutuskan untuk menarik semua kereta api yang menuju Yogyakarta. Letnan Sudadi (Rizawan Gayo), Letnan Firman (Pupung Harris), dan Sersan Tobing (Gito Rollies) ditugaskan untuk mengamankan kereta api terakhir yang akan diberangkatkan dari Stasiun Purwokerto menuju Yogyakarta. Perjalanan kereta api terakhir yang mengangkut pengungsi dan dokumen bersejarah republik diwarnai berbagai rintangan karena serangan udara tentara sekutu yang dibonceng oleh Belanda. Kisah perjuangan ini dikemas dengan cerita romantis serta dibumbui komedi.
Sebelum “Kereta Api Terakhir”, Pusbangfilm Kemendikbud telah merestorasi film “Darah dan Doa” (1950) pada tahun 2013; “Pagar Kawat Berduri” (1961) pada tahun 2017, dan; “Bintang Ketjil” (1963) pada tahun 2018.
Pusbangfilm Kemendikbud melayani peminjaman film yang telah direstorasi untuk komunitas masyarakat sebagai fasilitasi belajar perfilman maupun digunakan sebagai media pembelajaran. “Siapapun yang memerlukan, asal tidak komersial,” kata Maman Wijaya.(jpp)