Indovoices.com- Kementerian Agama berkomitmen untuk memberi perhatian lebih kepada majelis taklim. Salah satunya dengan menerbitkan Peraturan Menteri Agama (PMA) No 29 tahun 2019 tentang Majelis Taklim.
Direktur Penerangan Agama Islam Ditjen Bimas Islam Kemenag Juraidi mengatakan sudah seharusnya pemerintah, bahkan segenap komponen bangsa memperhatikan keberadaan majelis taklim. Menurutnya, sedikitnya ada dua alasan pentingnya memberi perhatian tersebut.
Pertama, lembaga yang tumbuh dari masyarakat ini telah banyak memberikan kontribusi dalam ikut mencerdaskan bangsa dan negara. “Emak-emak yang tidak bisa mengakses dunia pendidikan formal melalui sekolah, dan madrasah, dibina oleh majelis taklim,” ujarnya di Jakarta.
“Begitu juga bapak-bapak yang sibuk bekerja sampai pensiun, sehingga belum sempat belajar agama, ditampung oleh majelis talim. Anak putus sekolah diajari agama di majlis taklim. Bahkan, saya pernah mengajar ngaji para asisten rumah tangga melalui majelis taklim,” lanjutnya.
Alasan kedua, lanjut Juraidi, secara regulasi, UU No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengatur pendidikan keagamaan. Regulasi ini lalu dijabarkan dalam PP No 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan yang menyebut secara eksplisit bahwa majlis taklim merupakan lembaga pendidikan nonformal. Dengan demikian, majelis taklim juga berhak atas anggaran fungsi pendidikan yang alokasinya mencapai 20% dari anggaran negara.
“Majelis taklim justru melaksanakan pendidikan agama kepada masyarakat yang tidak terjangkau dan tersentuh dunia pendidikan formal. Oleh karena itu, majelis taklim perlu diberikan perhatian, dibantu untuk peningkatan manajemen pengelolaannya agar semakin bisa memberdayakan masyarakat di sekitarnya,” tegas Juraidi.
Melalui PMA No 29 tahun 2019, Kementerian Agama ingin memberikan penguatan terhadap keberadaan majelis taklim. Penguatan dilakukan secara komprehensif mencakup lima rukun majelis taklim, yaitu: jemaah, ustadz/ah, pengurus, tempat, dan materi taklimnya. “Kalau soal pakaian seragam dan lainnya, itu sunnah saja,” ujarnya berkelakar.
Ketika disinggung terkait Bab Pembinaan yang dinilai sebagai intervensi dan menggurui, Juraidi menjelaskan bahwa aspek pembinaan sangat luas. Pembinaan antara lain dilakukan dalam bentuk menerbitkan petunjuk teknis (juknis), modul, pedoman, melakukan pendataan, mengundang rapat, menyampaikan informasi, bahkan memberikan bantuan termasuk bagian dari pembinaan.
“Pembinaan diberikan sesuai kebutuhan majelis taklim, pada aspek yang memang masih memerlukan penguatan. Kemenag tentu tidak berpretensi menggurui,” tandasnya.(jpp)