Kemarin Ninoy, Hari Ini Wiranto, Besok Bisa Saya, Anda Atau Bahkan Jokowi
Hari ini muncul berita mengejutkan tentang upaya penusukan terhadap Menkopolhukam Wiranto.
Dalam kronologi yang saya dapat dan beredar luas di WAG. Diberitakan bila kejadian tersebut terjadi pukul 11.50 WIB di Alun-alun Menes Kec. Menes Kab. Pandeglang.
Awalnya Menkopolhukam datang sekaligus menghadiri peresmian gedung perkuliahan Universitas Mathlaul Anwar
Pukul 11.30 Wib, Menkopolhukam pun bergerak meninggalkan Unma Menuju Alun-alun menes Kec. menes Kab. Pandeglang. Saat tiba di Alun-Alun Menes pukul 11.50 Wib, tiba-tiba dari arah belakang, datang pelaku penusukan yang belakangan diketahui bernama Syahrial Alamsyah melakukan penusukan kepada Menkopolhukam hingga tersungkur.
Pelaku beserta seorang wanita yang diduga sebagai istrinya berhasil diamankan di Polsek Menes. Selain Menkopolhukam, ada dua lagi korban yang mengalami luka tusukan.
Kejadian ini tentu merupakan alarm bahwa Indonesia sedang mengalami darurat radikalisme, pasalnya pelaku diduga kuat terpapar Radikalisme.
Nama Syahrial Alamsyah pertama kali muncul dari pemberitaan di media saat Tim Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror melakukan penangkapan terhadap sembilan terduga teroris pada tanggal 23 September 2019 yang lalu. Sembilan terduga teroris tersebut tergabung dalam satu jaringan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) Bekasi yang terkoneksi dengan Bandung.
Salah satu terduga teroris yang berhasil diringkus adalah Abu Zee. Setidaknya ada tiga peran yang ditangani oleh Abu Zee yakni mengkoordinir anggota yang ingin masuk JAD Bekasi, mengajarkan ilmu bela diri kepada anggota JAD Bekasi, dan menikahkan anggota JAD Bekasi.
Tercatat, sudah ada empat pasangan telah dinikahkan oleh Abu Zee, yakni Asep Roni dan Sutiyah, Syarial Alamsyah alias Abu Rara dan Fitria Adriana, Devi Rusli Warni dan Putri, Parjo dan Ummu Farida di kontrakan Abu Zee.
Nah salah satu pasangan yang dinikahkan, yakni Syarial Alamsyah alias Abu Rara dan Fitria Adriana inilah, yang hari ini bertindak nekad melakukan penyerangan terhadap Menkopolhukam.
Merupakan sebuah ironi manakala seorang pembantu presiden yang mengurus masalah politik, hukum dan keamanan negara, bahkan tidak mampu menjaga keamanan dirinya sendiri.
Kelompok teroris bertindak semakin nekad dari waktu ke waktu, sementara kelompok radikalisme masih dibiarkan berkeliaran menghasut di tengah-tengah masyarakat untuk melawan negara. Malah beberapa waktu lalu sempat berkembang wacana untuk menerima kembali WNI bekas ISIS yang sudah terang-terangan merobek passportnya saat bergabung dengan ISIS dulu. Coba bayangkan!
Penyerangan terhadap Menkopolhukam merupakan alarm tanda bahaya bahwa terorisme dan radikalisme tidak bisa dibuat main-main. Radikalisme di Indonesia sudah bukan lagi lampu kuning, namun sudah mulai beralih ke lampu merah.
Masih segar dalam ingatan bagaimana seorang Ninoy Karundeng hampir saja mati, mau dikapak kepalanya oleh segerombolan radikal yang bermental barbar. Kini terjadi lagi aksi nekat dengan menyerang seorang pejabat tinggi negara oleh begundal ISIS.
Mau menunggu sampai kapan, negara baru mau mengambil tindakan tegas untuk membasmi sel-sel ISIS dan Radikalisme yang nyata-nyata meracuni bangsa kita dengan tindakan nyata?.
Persetan dengan Komnas HAM, persetan dengan kelompok yang menamakan dirinya SJW. Kemana suara mereka saat Ninoy diculik dan dipersekusi?
Kemarin Ninoy Karundeng jadi korban pemukulan, hari ini Wiranto yang ditusuk, siapa yang menjamin bila besok bukan saya, anda, atau bahkan Jokowi yang akan mereka serang secara fisik.
Apalagi presiden Jokowi dikenal sebagai pemimpin yang tidak memiliki sekat dengan rakyatnya. Pemimpin yang selalu dekat dan menerima dengan tangan terbuka kepada siapa saja.
Tanpa mengecilkan peran Paspampres yang saya yakin selalu waspada, cekatan dan berani mempertaruhkan nyawa untuk melindungi presiden.
Namun siapa yang bisa memprediksi dari kerumunan besar, mana yang benar-benar tulus ingin bersalaman dengan pemimpinnya dan mana yang berniat jahat?
Ngeri saya membayangkannya.