Indovoices.com- Kondisi keamanan dan ketertiban masyarakat di Tanah Air saat ini sedang menghangat menyusul adanya tindakan rasisme terhadap warga Papua sehingga menyebabkan aksi massa yang memprotes itu, khususnya di Papua dan Papua Barat. Bahkan, aksi massa tersebut pun berujung rusuh dan ricuh sampai adanya pembakaran dan perusakan fasilitas publik.
Maka itu, dengan tegas Presiden Joko Widodo telah memerintahkan kepada aparat penegak hukum agar bertindak tegas kepada sipapun yang telah melanggar hukum, baik mereka yang rasialis maupun perusuh. Sebab, Indonesia adalah negara hukum di mana semua warga sama saja di hadapan hukum tanpa terkecuali.
“Saya sudah mendapatkan laporan tindakan hukum sudah dilakukan, baik proses hukum kepada oknum sipil maupun oknum militer yang melakukan tindakan itu (rasisme), sudah dikerjakan tanpa kecuali. Juga tidak ada toleransi kepada perusuh dan pelaku tindakan-tindakan anarkis,” tegas Presiden saat memimpin Rapat Terbatas Mengenai Penanganan Situasi Terkini di Papua, di Istana Merdeka, Jakarta, 30 Agustus 2019, pukul 19.15 WIB.
Terkait itu, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto, Senin (2/9/2019), menegaskan bahwa Pemerintah telah melakukan penegakkan hukum terhadap para pelanggar hukum, yakni mereka yang melakukan rasisme terhadap mahasiswa papua serta mereka yang melakukan kerusuhan dan perusakan terhadap fasilitas publik.
Misalnya saja di Malang dan Surabaya, Jawa Timur, telah dilakukan proses hukum terhadap lima orang anggota TNI dari Kodam V/ Brawijaya, termasuk Danramil Tambaksari yang telah diskorsing untuk memudahkan proses penyelidikan.
Kemudian dari hasil penyelidikan, Danramil dan satu Babinsa telah lanjut ke tahap selanjutnya atau penyidikan atas dugaan melakukan tindakan yang merugikan disiplin TNI, sedangkan tiga lainnya diperiksa sebagai saksi.
Sementara proses pemeriksaan terhadap masyarakat sipil, Kepolisian telah menetapkan dua orang sebagai tersangka atas nama Tri Susanti dan Saiful dengan dugaan tindak pidana pelanggaran pasal 28 ayat (2) UU ITE, berupa penyebarluasan rasa kebencian atau permusuhan berdasarkan SARA, tindak pidana penghasutan, dan ujaran kebencian.
“Kita juga sudah berniat untuk tindak tegas terhadap pelanggar hukum yang anarkis, pembakaran, perusakan instansi pemerintah, kemudian tempat-tempat yang digunakan masyarakat untuk kehidupan sehari-hari. Maka sebanyak 62 orang dimintai keterangan dan telah ditetapkan 28 orang sebagai tersangka di Jayapura, mereka disangkakan melakukan pelanggaran pasal 170 ayat (1) KUHP tentang perusakan dan juga Pasal 187 KUHP,” katanya.
Selain itu, lanjut Menko Polhukam, di Manokwari, sebanyak 10 orang tersangka telah ditahan oleh penyidik Polda Papua Barat. Kemudian di Sorong juga sebanyak tujuh orang telah ditetapkan sebagai tersangka dan telah ditahan oleh Penyidik Polresta Sorong. Terakhir di Sorong ada satu orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka.
Menurutnya, masing-masing dari mereka dikenakan Pasal 170 ayat (1) KUHP tentang perusakan, membuat ledakan atau pembakaran, dan membawa senjata tajam.
Sudah Kondusif
Sementara pada Rabu (4/9/2019), Menko Polhukam Wiranto mengatakan bahwa secara umum kondisi di Papua dan Papua Barat saat ini sudah kondusif. Berdasarkan laporan yang diterima, pasar tradisional yang merupakan mata rantai ekonomi rakyat sudah berjalan normal.
“Kita bersyukur bahwa perkembangan di Provinsi Papua dan Papua Barat secara umum tetap kondusif dan aktivitas masyarakat kembali normal. Kita bisa pantau aktivitas jual beli pasar tradisional sudah kembali normal. Kita sangat syukuri karena salah satu mata rantai ekonomi rakyat di sana, pasar tradisional sekarang sudah berjalan dengan normal,” ujarnya.
Kemudian, pelayanan publik juga sudah kembali berjalan, khususnya di perkotaan, baik layanan transportasi (pelabuhan, bandara, terminal), distribusi BBM, pemerintahan, kesehatan, pasar, perbankan, bahkan PDAM sudah dapat berfungsi meskipun butuh sedikit perbaikan karena memang ada kerusakan akibat kerusuhan kemarin.
Selain itu, PT Pelindo atau peti kemas juga sudah mulai melakukan pengiriman menuju gudang-gudang penampungan, Bank Mandiri kembali buka melayani perbankan, dan aliran listrik kembali normal meski PLN masih melakukan perbaikan di beberapa tempat yang rusak kemarin.
“BBM di Jayapura dan Manokwari sudah normal walaupun antreannya cukup panjang tapi pasokannya tidak terlambat. Lalu, Dinas Lingkungan Hidup Kebersihan dibantu aparat sementara terus melakukan pembersihan puing-puing akibat perusakan, kebakaran untuk kemudian, nanti akan dilanjutkan dengan proses rehabilitasi dan rekonstruksi oleh Kementerian PUPR, dana sudah disiapkan dari pemerintah,” kata Menko Polhukam.
“Untuk sekolah, khusus kita jadwalkan pada hari Kamis akan dibuka, akan kembali beraktivitas,” sambungnya.
Menko Polhukam mengatakan, saat ini para tokoh agama, tokoh masyarakat, dan tokoh adat terus melakukan koordinasi dan upaya-upaya pertemuan untuk terus memelihara keadaan yang damai agar tetap dapat dipertahankan.
Khusus di Provinsi Papua, telah dilaksanaan kegiatan Forum Kepala Daerah se-wilayah adat Tanah Tabi yang terdiri dari beberapa kabupaten, yaitu Kabupaten Keerom, Kabupaten Mamberamo Raya, Kabupaten Sarmi, Kabupaten Jayapura, dan Kota Jayapura.
Sementara di Sentani, pada Selasa (3/9/2019), mereka membahas kondisi situasi yang berkembang, kemudian mencari solusi bagaimana bisa mempertahankan keamanan dan perdamaian di wilayah adat itu.
Juga pertemuan Forum Komunikasi Umat Beragama Kabupaten Jayapura yang dipimpin Bupati Jayapura dan mengundang tokoh adat, tokoh masyarakat, tokoh agama untuk melaksanakan koordinasi pertemuan, kebersamaan dalam rangka menciptakan suasana damai, suasana yang teduh, dan ini terus akan dilakukan.
“Kemarin ada pertanyaan yang ada di Yahukimo, saya sudah tanyakan di sana. Ternyata pada tanggal 23 September memang terjadi serangan penduduk setempat atau Suku Dani, senjata tombak, panah yang menyerang penambang-penambang pendulang emas ilegal sebenarnya yang datang dari luar daerah. Sebanyak 253 orang itu melarikan diri ke daerah Tanah Merah, Bouven Digoel, dan aparat keamanan sekarang sudah mulai mengamankan daerah itu supaya tidak terjadi bentrokan-bentrokan yang menimbulkan korban manusia,” imbuh Menko Polhukam.
Korban dan Hoaks
Lebih lanjut Menko Polhukam juga menjawab pertanyaan mengenai jumlah korban yang jatuh di masyarakat dan di aparat keamanan. Dikatakan, sampai dengan hari ini dari hasil pantauan di lapangan, masyarakat yang meninggal dunia di Papua sebanyak 4 orang dan yang luka-luka sebanyak 15 orang. Sedangkan di Papua Barat, tercatat tidak ada korban meninggal dan hanya luka-luka.
“Untuk TNI/Polri, di Papua yang meninggal 1 orang TNI, luka-luka 2 orang anggota Polri, dan di Papua Barat, TNI/Polri tidak ada yang meninggal tapi yang luka-luka ada 2 orang,” ungkapnya.
Mantan Panglima ABRI ini juga menjelaskan mengenai isu-isu yang berkembang tentang adanya aksi demonstrasi susulan di Manokwari. Menurutnya, memang ada hasutan, provokasi, dan hoax adanya demo-demo susulan yang terjadwal.
“Tanggal sekian dari ini, tanggal sekian dari kelompok ini dan mengundang semua untuk ikut serta. Saya katakan ini hoaks, masih ada yang ingin supaya keadaan kacau maka aparat keamanan masih hati-hati. Itulah mengapa kita sampai sekarang masih mencoba untuk membatasi kegiatan internet, karena masih ada hasutan-hasutan itu, ajakan provokasi itu. Mudah-mudahan aparat keamanan dengan langkah persuasif bisa meredam itu untuk tidak menjadi demo-demo lagi, tidak ada perusakan lagi, tidak ada pembakaran lagi,” tegasnya.
Kemudian juga dilaporkan adanya proses pengiriman jenazah Maikel Kareth yang menjadi korban pada saat bentrokan massa pada Minggu (1/9/2019) di Abepura. Menko Polhukam mengatakan, jenazah akan dimakamkan di Kabupaten Maybrat dan ternyata sudah berjalan aman, kondusif, serta tidak ada hal-hal yang perlu dikhawatirkan.
“Kemudian di Manokwari memang tanggal 3 September masih terjadi aksi demonstrasi di beberapa lokasi, tapi jumlah massa tidak besar hanya sekita 30 sampai 50 orang dan aksi itu secara damai kemudian membubarkan diri secara tertib setelah menyampaikan aspirasinya,” terang Menko Polhukam.
Terakhir, Menko Polhukam juga menjelaskan mengenai berita penerjunan aparat di Sentani dan Wamena. Ia membantah jika penerjunan itu dilakukan untuk tambahan pasukan.
Sebagai mantan Panglima Kostrad, Menko Polhukam mengaku tahu betul bahwa ada latihan pasukan pemukul reaksi cepat (PPRC). Pasukan tersebut dibagi menjadi dua sehingga mereka bisa siaga penuh, yakni PPRC wilayah barat dan PPRC wilayah timur.
“Itu setiap tahun latihan karena diharapkan tidak sampai 9 jam pasukan itu pasukan lintas udara Kostrad harus bisa membantu daerah-daerah yang terancam, di mana Kodam-Kodamnya tidak mampu untuk menanggulangi maka dikirim pasukan dari Kostrad lewat penerjunan karena tidak boleh lebih 9 jam. PPRC itu latihan-latihan rutin, kalau tidak dilatih nanti mau terjun bisa gugup, bisa takut lagi, tidak biasa maka harus latihan. Itu sudah dijadwalkan jadi tidak ada hubungannya dengan soal-soal ini,” tandas Menko Polhukam. (jpp)