Indovoices.com –Seorang siswa SMP di Tarakan, Kalimantan Utara, ditemukan tewas gantung diri di kamar mandi di rumahnya pada Selasa (27/10) kemarin. Sebelum bunuh diri, korban diketahui pernah mengeluhkan banyaknya tugas sekolah selama masa pembelajaran jarak jauh (PJJ).
Komisioner KPAI Retno Listyarti mengaku sudah mendengarkan penjelasan dari ibu korban dalam sebuah dialog di stasiun TV nasional. Sang ibu bercerita, anaknya pendiam dan bermasalah dengan PJJ. Anak tersebut lebih nyaman dengan pembelajaran tatap muka, karena PJJ secara daring tidak mendapatkan penjelasan rinci dari guru dan tugasnya yang banyak.
“Menurut orang tua korban, anaknya belum menyelesaikan tugasnya bukan karena malas, tetapi karena memang tidak paham sehingga tidak bisa mengerjakan. Sementara orang tua juga tidak bisa membantu ananda. Ibu korban sempat berkomunikasi dengan pihak sekolah terkait beratnya penugasan sehingga anaknya mengalami kesulitan, namun pihak sekolah hanya bisa memberikan keringanan waktu pengumpulan, tapi tidak membantu kesulitan belajar yang dialami ananda,” jelas Retno dalam keterangannya, Jumat (30/10).
Anak tersebut diketahui memiliki tagihan tugas dari 11 mata pelajaran. Jika dirata-rata, korban memiliki 3-5 tugas per mata pelajaran. Persoalan lainnya adalah orang tua siswa yang tak memiliki kemampuan untuk membimbing atau mengajarkan anaknya.
Retno menuturkan, orang tua korban menduga kuat surat dari sekolah anaknya yang diterima sehari sebelum korban memutuskan mengakhiri hidupnya menjadi pemicunya bunuh diri.
“Pasalnya dalam surat tersebut ada ‘tekanan’ jika tugas-tugas tersebut tidak dikumpulkan ke gurunya, maka anak korban tidak bisa mengikuti ujian semester ganjil nantinya. Anak korban yang sudah duduk di kelas akhir (kelas 9) kemungkinan ketakutan tidak mampu mengerjakan tugas, akhirnya tidak ikut ujian semester dan nanti bisa tidak lulus SMP,” tuturnya.
“Barangkali tujuan pihak sekolah hanya sekadar mengingatkan dan memberikan dorongan agar para siswanya mengerjakan atau menyelesaikan tugas-tugasnya yang tertumpuk. Namun, bagi remaja yang mengalami masalah mental, kecemasan, stres atau malah depresi selama masa pandemi karena ketidakmampuan mengerjakan tugas-tugas PJJ, memiliki risiko lebih tinggi untuk melahirkan pikiran tentang bunuh diri,” lanjutnya.
Rekomendasi KPAI
Retno menyoroti kasus serupa sudah pernah terjadi sebelumnya akibat stres dan depresi menghadapi PJJ selama masa pandemi COVID-19. Sebelumnya ada siswi di Kabupaten Gowa yang bunuh diri karena tugas sekolah menumpuk, dan siswa SD yang dianiaya orang tuanya sendiri karena sulit diajari.
Ia pun memberikan sejumlah rekomendasi agar kasus bunuh diri tak terjadi lagi ke depannya. Pertama, ia mendorong Kemendikbud, Kemenag, dan Dinas Pendidikan untuk memonitoring dan evaluasi pelaksanaan PJJ.
“Tidak ada kasus bunuh diri siswa bukan berarti sekolah atau daerah lain, PJJ-nya baik-baik saja. Bisa jadi kasus yang mencuat ke publik merupakan gunung es dari pelaksanaan PJJ yang bermasalah dan kurang mempertimbangkan kondisi psikologis anak, tidak didasarkan pada kepentingan terbaik bagi anak,” kata Retno.
KPAI juga bakal bersurat ke pihak-pihak terkait untuk mencegah masalah mental pada siswa-siswi yang masih mengikuti PJJ daring. Guru Bimbingan Konseling (BK) juga diharapkan bisa membantu masalah gangguan psikologis para siswanya, termasuk guru-guru kelas yang memetakan siswa mana yang mampu dan kesulitan PJJ.
Selain itu, Retno juga mendorong Kemendikbud mensosialisasikan secara massif soal pedoman PJJ. Salah satunya dengan mengingatkan tujuan belajar dari rumah adalah memastikan hak peserta didik untuk mendapatkan layanan pendidikan terpenuhi, termasuk juga menjadi upaya pencegahan terpaparnya COVID-19.
“KPAI juga mendorong Pemerintah Daerah Tarakan melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), serta P2TP2A Tarakan untuk memberikan layanan rehabilitasi psikologi pada ibu korban maupun saudara kandung korban jika dibutuhkan keluarga korban. Tentu harus diawali dengan asesmen psikologi oleh psikolog dari Dinas PPPA Kota Tarakan,” ujar dia.
Dan rencananya, pada minggu ketiga November 2020, KPAI juga akan menyelenggarakan rapat koordinasi nasional (rakornas) untuk membahas hasil pengawasan bidang pendidikan selama masa pandemi corona. Mulai dari persoalan PJJ hingga persiapan pembukaan sekolah. (msn)