Indovoices.com- Bencana kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang terjadi sepanjang Agustrus hingga September 2019 cukup membetot perhatian publik di dalam negeri, pun negeri jiran. Betapa tidak, sepanjang Januari hingga 15 September tercatat sekitar 328 ribu hektar areal terbakar di seluruh Indonesia.
Merespons situasi tersebut, pemerintah jelas tidak tinggal diam. Berbagai langkah simultan dilakukan secara sinergi, antarkementerian dan lembaga, dan terpadu. Baik berupa pencegahan karhutla, penanganan karhutla dan dampaknya, serta menggelar proses hukum terhadap kasus-kasus dugaan pelanggaran pembakaran hutan dan lahan.
Dari data terakhir yang dilansir Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), pada Minggu (29/9/2019), teridentifikasi ada 62 lahan perusahaan yang terbakar dan telah disegel. Sebelumnya, pada 25 September 2019, Direktorat Jenderal Penegakan Hukum LHK tercatat menyegel sebanyak 56 lahan yang terbakar milik perusahaan.
Berdasarkan tangkapan Satelit Modis yang digunakan BMKG yang menjadi standar kondisi cuaca di ASEAN, pada 23 September 2019, terdapat 1.374 titik panas (hotspot) seluruh Indonesia. Dari jumlah itu, di Riau terdapat 134 titik, Jambi 324 titik, Sumatra Selatan 337 titik, Kalimantan Barat 20 titik, Kalimantan Tengah 279 titik, dan Kalimantan Selatan 49 titik, serta Kalimantan Timur 11 titik.
Sedangkan pada 25 September 2019, baik di Riau maupun enam wilayah prioritas penanganan kebakaran hutan dan lahan nasional lainnya, semuanya menunjukkan penurunan jumlah hotspot. Secara nasional jumlah titik api pada 25 September 2019, sebanyak 554 titik, dengan sebaran Riau 68 titik, Jambi 15 titik, Sumatra Selatan 13 titik, Kalimantan Barat 9 titik, Kalimantan Tengah 268 titik, Kalimantan Selatan 39 titik, Kalimantan Timur 60 titik.
Kemudian pada 26 September, satelit modis menangkap kenaikan jumlah titik api, di mana pada pukul 18.55, setelit mencatat ada 915 titik api seluruh Indonesia, dengan Riau tanpa titik api, Jambi 33 titik api, Sumatra Selatan 18 titik api, Kalimantan Barat 59 titik api, Kalimantan Tengah 674 titik api, Kalimantan Selatan 28 titik api, Kalimantan Timur 38 titik api.
Penurunan kembali terjadi pada Jumat (27/9/2019), kemarin pukul 22.12. Di mana satelit mencatat ada 223 titik panas di seluruh Indonesia, dengan Riau hanya 9 titik panas, Jambi 96 titik, terdapat 8 titik panas di Sumatra Selatan, Kalimantan Barat 1 titik, Kalimantan Tengah 1 titik panas, Kalimantan Selatan 1 titik panas, Kalimantan Timur 33 titik panas.
Kemudian pada Sabtu 28 September 2019 pukul 06.02. WIB tren penurunan kembali terjadi. Terdapat 136 titik panas di seluruh Indonesia. Khusus di wilayah rawan karhutla, di Riau terdapat 2 titik, Jambi 17 titik, Sumatra Selatan 3 titik, Kalimantan Barat tidak ditemukan titik panas, Kalimantan Tengah terdapat 4 titik, Kalimantan Selatan 1 titik, dan Kalimantan Timur terdapat 27 titik.
Pantauan pada Minggu 29 September 2019 menunjukkan bahwa sebagian wilayah mengalami kenaikan jumlah hotspot, yaitu Jambi 34 titik, Sumsel 50 titik, Kalbar 2 titik, Kalteng 48 titik, dan Kalsel 31 titik. Beberapa daerah rawan karhutla juga ad yang mengalami penurunan hotspot yaitu Riau 1 titik dan Kaltim 14 titik.
Sehingga pantauan hotspot seluruh Indonesia per Minggu pukul 08.15 WIB yaitu 263 titik. Terhadap wilayah yang mengalami kenaikan hotspot, Menteri LHK Siti Nurbaya sudah meminta perhatian para gubernur, sekaligus agar terus memantau serta memberi arahan untuk satgas dan tim lapangan. Sementara BPPT, BMKG, BNPB, TNI dan POLRI serta kementerian terkait terus melakukan kegiatan sesuai bidang tugasnya.
Penegakan Hukum Diperluas
Penegakan hukum dilakukan secara terukur demi menghasilkan efek jera yang maksimal terhadap para pelaku pelanggaran dan menciptakan budaya kepatuhan. Itulah sebabnya, sebagaimana disampaikan Dirjen Penegakan Hukum KLHK Rasio Ridho Sani, skala penindakan akan diperluas dan ditingkatkan.
“Penegakan hukum memang bukan satu-satunya upaya meminimalisir karhutla, tapi menjadi ujung tombak. Oleh karena itu, kami akan merumuskan sejumlah upaya penegakan hukum yang lebih potensial meningkatkan efek jera. Di antaranya, dengan mengupayakan pemidanaan tambahan berupa perampasan keuntungan yang diperoleh pihak-pihak, khususnya korporasi, dari aksi pembakaran hutan,” tuturnya.
Menurut Rasio, langkah itu sangat dimungkinkan dengan menelusuri kejadian karhutla lima tahun ke belakang. Bilamana kemudian areal bekas kebakaran itu kemudian didapati digunakan untuk lahan usaha, sambung dia, maka bisa diduga ada keuntungan yang diperoleh. “Sehingga, bisa dilakukan perampasan keuntungan,” katanya.
Selain melakukan penambahan tingkat penegakan hukum, menjadi lebih keras, Rasio mengatakan, pihaknya juga mengajak pelibatan secara lebih optimal dari pemerintah daerah. Khususnya, sambung dia, yang berwenang dalam pemberian izin untuk ikut melakukan pengawasan.
Disebutkan Rasio, pada 2015 peran pemda dalam penegakan hukum terhitung nihil. Baru pada beberapa waktu belakangan, kata dia, ada penguatan peran pemda untuk melakukan penindakan. “Di antaranya pemda yang telah berperan kuat dalam penindakan hukum terhadap pelaku pelanggaran adalah Kalimantan Barat,” katanya.
Rasio menjelaskan, terkait perluasan skala penindakan yang dapat dilakukan pemda adalah menlakukan penghentian kegiatan perusahaan, pembekuan izin, dan pencabutan izin.
“Perluasan skala penindakan ini, berupa pengawasan, perlu ada untuk meningkatkan efek jera. Karena diyakini, penegakan hukum akan efekif kalau semua yang punya kewenangan melakukannya. Dorongan terhadap pemda untuk berperan aktif karena izin lingkungan sebagian besar diberikan pemerintah daerah. Sehingga pengawasan harus dilakukan oleh pemda selaku pihak yang memberikan izin. Jika kemudian ditemukan pelanggaran, ya diberikan sanksi,” katanya.
Pada kesempatan itu Rasio juga mengungkapkan bahwa sejauh ini penegakan hukum yang telah dilakukan KLHK berupa pemberian 211 sanksi administratif, 17 gugatan sebagai upaya penegakan hukum, dan pemidanaan.
“Terkait pemberian sanksi administratif, 77 berupa paksaan pemerintah, 16 pembekuan izin, 3 pencabutan izin, dan 115 memberikan surat peringatan,” katanya.
Sedangkan terkait gugatan, Rasio mengatakan, tengah disusun 3 gugatan. Lalu, sambung dia, lima sudah dalam proses persidangan. Sebanyak 9 kasus sudah inkraht dengan nilai Rp3.15 triliun.
Terkait pemidanaan, Rasio mengatakan, 75 langkah dilakukan sebagai upaya memfasilitasi Polri dan Kejaksaan. Kemudian, sambung dia, 4 sudah P21 dan enam lainnya dalam proses penyidikan.
Pendeknya, segala upaya memang digelar pemerintah demi menekan potensi karhutla di masa mendatang. (jpp)