Pada pemerintahan Jokowi Maruf yang akan disahkan Bulan Oktober, jelas mereka butuh Pembantu untuk menyukseskan Visi dan Misi pemerintahan sekarang ini. Tidak bisa dipungkiri, bahwa masih ada Menteri selaku pembantu Presiden yang sangat baik dan ada juga Menteri yang harus diganti karena tidak ada kemajuan selama dalam pemerintahan mereka pada tahun 2018-2019 sekarang ini.
Presiden Jowoki pernah bilang, sistem online membuat transparansi dan efisiensi, baik segi waktu, biaya, serta mengurangi peluang korupsi. Sistem satu atap, satu prosedur, lebih terkontrol.
Mengurangi meja-meja birokrasi. Mencapai target program langsung ke orang-orangnya, dengan melewati para broker . Mendekatkan sentra produk di Indonesia belahan Timur dengan para konsumen di Indonesia Barat. Program yang menyatukan potensi ekonomi Indonesia, sebagai negara korporasi Indonesia incorporated. Apa jawabnya Menteri Millenial?
Pak Jokowi sangat terkesan dengan Menteri Pemuda dan Olahraga Malaysia yang bernama Syed Saddiq. Itu kenapa Mr Syed ini sangat dipromosikan dan sengaja diviralkan di Indonesia saat kedatangannya saat sedang meninjau Lapangan Olahraga untuk ASIAN GAMES 2018 kemaren. Bukan Pak Jokowi Namanya, jika tidak ada slogan slogan dalam aktivitasnya, ditambah pula dengan Kode dari Pak Presiden “Wanita, Muda dan Cantik”. Banyak yang menerka ini ada kemungkinan Grace Nathalie ataupun Tsamara Amany dari PSI, tetapi mengingat Manuver Jokowi yang senang mengambil pilihan pilihan “Gila”, maka untuk Menteri Pemuda dan Olahraga ini Pak Jokowi kemungkinan akan mengambil dari kaum Selebriti atau Putri Pengusaha yang tidak terlibat Partai apapun tentunya. Siapakah mereka? Ya mereka adalah Dian Sastrowardoyo dan Putri Tanjung (Anak sulung dari Pengusaha Chaerul Tanjung).
Kenapa Dian Sastrowardoyo? Salah satu penyebabnya adalah dia masuk dalam radar Lembaga Survei Arus Indonesia sebagai sosok Milenial yang berpotensi menduduki cabinet Jokowi Jilid II. Dian Sastrowardoyo ini menjadi Trendsetter remaja Jaman Now yang dimulai dari film yang meledak di Pasaran yaitu ADA APA DENGAN CINTA, Dian Sastro juga aktif dalam dunia Startup dan menjadi sangat meledak dan berkembang saat ini. Kesuksesannya dan jatuh bangunnya ditambah dengan Komunikasi interaksi dengan para fans dan masyarakat membuat dia layak jadi icon Menteri Pariwisata ataupun Menteri Peranan wanita. Terinspirasi dari pengalamannya tersebut, Dian Sastrowardoyo pun ingin mencoba membuka usaha sendiri. Ia berharap dengan membuka usaha sendiri maka bisa membuat lapangan pekerjaan yang dapat membantu banyak orang.
Dian Sastrowardoyo juga mengharapkan bisa melakukan pergerakan yang aktif dan masif sehingga dapat membuka lapangan kerja di Indonesia. Ia ingin memanfaatkan keartisannya untuk memberikan contoh baik buat semua orang.
Ada lagi, Anak pengusaha besar Chairul Tanjung. Ayahnya pernah sukses jadi Menteri Koordinator perekonomian di era SBY, dan Jokowi pasti sudah tahu banyak lewat AHY soal kepiawaan Chaerul Tanjung.
Namanya Putri Indahsari Tanjung. Dia juga calon pewaris perusahaan bapaknya.Tapi berbeda dengan Angela Herliani yang 8 tahun memimpin MNC grup, Putri ini tidak mau terkait dengan nama besar bapaknya dan dia tidak terlibat Partai Politik.
Putri Tanjung dikenal sebagai orang mandiri. Dia sudah mulai berbisnis sejak usia 15 tahun dengan membuat Event Organizer kecil-kecilan dalam bentuk birthday party. Usia 17 tahun dia mendirikan EO khusus pembicara seminar karena merasa tidak cocok dengan pembicaranya saat menghadiri seminar bisnis. Sekarang Putri berusia 22 tahun dan sudah mempunyai perusahaan kecil dengan 12 orang tim dalam organisasinya.
Dian dan Putri mandiri dan tidak bergantung pada bisnis ayahnya. Mereka membangun kepercayaan pada dirinya sendiri dan bukan menjadi penerus usaha ayahnya yang sudah mapan. Rekam jejak pasti bisa menjadi cerita yang menarik selain sebagai bagian dari pengalaman.
Gus Muwafiq, Gus Nadir, Gus Ulil adalah nama-nama yang penulis sebut sebagai ikon dakwah milenial yang cukup melumpuhkan lawan-lawan para pendakwah yang selama ini menggunakan isu hijrah dan bid’ah sebagai jargonnya tanpa tim manajemen peofesional, berjalan natural tapi tetap konsisten serta mengakar di “medan dakwah” masing-masing.
Kehadiran empat gus (gawagis) di belantaran dunia dakwah cukup menghenyakkan kelompok yang selama ini gandrung menebar kebencian dan ekstrim dalam mengamalkan politik agama sebagai janji-janji kosong khilafah.
Uniknya, meski tidak pernah disatukan dalam sebuah forum laiknya komunitas lucu-lucuan (garis lurus) yang pernah menggelar pertemuan seolah resmi, gawagis itu seolah bertindak secara berirama, beriring, dan saling melengkapi serta tidak pernah saling menghujat di mimbar publik. Indah cara beliau semua berdakwah.Trio Gus
Ini sangat cocok menjadi pengisi Menteri Agama menggantikan Pak Menteri Lukman yang banyak kontroversial karena kasus KKN dan ketidakperduliannya atas isu Radikalisme agama dan Pelarangan pembangunan Tempat ibadah agama yang sudah diakui di Indonesia hanya karena keputusan yang bisa dirubah sebenarnya.
Prospek lainnya adalah Erick Thohir dan Wisnuthama yang sukses luar biasa dalam ASIAN GAMES, Penulis melihat sepertinya chance mereka terpilih cukup besar mengingat mereka aktif dalam kampanye dan juga sering makan dan jalan dekat Pak Jokowi seperti saat event di Grand Indonesia sesaat pengumuman kemenangan dari KPU.
Mereka adalah segelintir Prospek yang ditarget untuk menjadi Menteri Millenial, tetapi apakah Menteri Millenial adalah Jawaban dari sebuah Indonesia Maju? Ini syarat yang berat bagi para calon menteri milenial 2019 di kabinet baru Pak Jokowi. Meminjam cerita jenaka guru bangsa Gus Dur, kita orang Indonesia ini memang unik, karena “yang dibicarakan lain dengan yang dikerjakan”. Program memang bagus, tapi dalam pelaksanaan tidak mencapai target, meleset, bahkan ditinggal pergi sehingga mangkrak. Selain berfikiran digital, calon menteri pak Jokowi ini juga harus memiliki rekam jejak keberhasilan. Kalau tidak, nanti sudah merencanakan program sapu jagad tapi tak mampu merealisasikan dengan baik. Semoga Pak Jokowi bisa memilih Pilihan yang terbaik dan tidak terikat dengan Kontrak Politik Partai tertentu.