Indovoices.com– Ayu (19 tahun) hanya bisa pasrah mengetahui perusahaan tempatnya bekerja memutuskan untuk memberikan Tunjangan Hari Raya (THR) secara bertahap.
Keputusan perusahaan membuat Ayu batal memenuhi janji kepada ibunda. Padahal, Ayu yang sehari-hari bekerja di perusahaan yang memproduksi Kabel Listrik di Cirebon, Jawa Barat, telah menyanggupi permintaan dari sang bunda untuk membantu renovasi rumah begitu THR turun.
“Dengar-dengar akan diberikan pertengahan Mei ini. THR cuma 50 persen bulan ini, sisanya diberikan Desember,” ujar Ayu.
Kesedihan Ayu tak berhenti sampai di sana. Ia juga harus menerima kenyataan gaji yang diterimanya dalam beberapa bulan ke depan akan dipotong oleh perusahaan. Hal ini merupakan imbas dari kerugian yang dialami perusahaan selama pandemi virus corona.
“Selama tiga bulan gaji akan dipotong 15 persen akibat turunnya orderan,” kata Ayu dengan nada lesu.
Ayu mengaku tak bisa berbuat apa-apa dengan kondisi yang ada sekarang. Belum lagi ia harus memberikan penjelasan kepada ibunda dan keluarga soal pemberian THR yang dicicil dan gaji tiap bulan yang dipotong 15 persen.
Meski gundah, Ayu tetap bersyukur tidak mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) seperti cerita para buruh di luar sana. “Masih bersyukur THR 100 persen meski dua kali, dan tidak di-PHK,” ucap Ayu mencoba tetap ceria.
Keresahan juga dialami Diki (32 tahun). Pria yang bekerja di sebuah perusahaan percetakan di Jakarta itu pun berharap perusahaan tempatnya bekerja tidak mencicil pemberian THR.
“Ini apa lagi, jangan sampai THR ditunda. Saya sekeluarga sudah banyak berharap, teman-teman juga yang banyak cicilan,” kata dia.
Diki mengaku ia dan rekan-rekan kerjanya amat berharap pada pemberian THR untuk melunasi cicilan pinjaman online. Jika perusahaan tidak memberikan THR secara penuh, Diki meyakini para pekerja akan sangat kecewa.
Didi juga menilai pemberian THR secara bertahap sangat tidak efektif terkait masa kerja para buruh tersebut. “Kalau saya resign, saya nggak dapat sisa THR dong. Jadi sewajarnya kami dapat 100 persen,” tuturnya.
Sementara itu, Triwahyuni (25 tahun) mengaku rencana THR yang akan diberikan sepenuhnya kepada orang tua di kampung halaman menjadi serba tidak pasti apabila perusahaan mengamini Keputusan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker).
Perempuan yang kini bekerja di perusahaan produksi tas asal Korea Selatan di Provinsi Jawa Tengah itu mengaku semakin resah atas keputusan yang diambil pemerintah.
“Saya pribadi keberatan dengan kebijakan tersebut, tapi kembali lagi penundaan sampai kapan. Itu bisa dikatakan bukan THR lagi, karena bukan hanya perusahaan yang mengalami goncangan pemasukan, tapi karyawan juga,” kata Tri.
Menurut Tri sudah sewajarnya THR menjadi bingkisan manis tiap tahunnya atas dedikasi pekerja. Apalagi di tengah pandemi virus corona (covid-19), THR bak oase yang diharap-harapkan pekerja di tengah lesunya perekonomian.
“Kalau kami harus mengerti kondisi perusahaan itu juga tidak adil. Kebijakan PHK untuk merampingkan perusahaan saja sudah pusing, apalagi ini,” kata Tri.
“THR ini harapan kami untuk mencukupi kebutuhan dari Ramadan sampai Lebaran nanti di tengah corona.”
Ia turut prihatin dengan kondisi ekonomi saat ini . Namun, Tri merasa pekerja harus mendapatkan apresiasi yang layak karena bertaruh dengan kondisi kesehatan mereka dengan tetap pergi bekerja saat pandemi covid-19 agar dapur tetap mengepul.
Oleh karena itu, ia berharap semua pihak dapat memberikan perilaku sama dan adil bagi para pekerja saat ini. “Pegawai Negeri Sipil saja masih dapat tepat waktu kan. Itu dibayar negara, kami pun ingin begitu,” ucapnya.
Sebelumnya, Menteri Tenaga Kerja, Ida Fauziah menerbitkan Surat Edaran (SE) Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/6/HI.00.01/V/2020 tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya Keagamaan Tahun 2020 di Perusahaan dalam Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).
Dalam aturan itu disebutkan perusahaan yang tidak mampu membayar THR secara penuh pada waktu yang ditentukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan maka dapat memberikan THR secara bertahap dengan jangka waktu tertentu yang disepakati.
“Kesepakatan mengenai waktu dan cara pembayaran THR Keagamaan dan denda tidak menghilangkan kewajiban perusahaan untuk membayar THR Keagamaan dan denda kepada pekerja atau buruh dengan besaran sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, serta dibayarkan pada tahun 2020,” tulis Ida dalam surat tersebut. (cnn)