Indovoices.com-Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak akan diselenggarakan kembali pada tahun 2020. Salah satunya di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), di mana pemilihan calon kepala daerah akan dilakukan di tingkat provinsi dan enam kabupaten/kota. Pada masa-masa menjelang pesta demokrasi ini, netralitas perlu dipegang teguh oleh para Aparatur Sipil Negara (ASN).
“Untuk itu, harus sangat berhati-hati, dikawal, dijaga, dan dipastikan kalau ASN di wilayah Kepri betul-betul menjaga netralitasnya,” ujar Kepala Bidang Pembinaan Integritas SDM Aparatur Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Kumala Sari saat menjadi narasumber dalam Rapat Koordinasi Kepegawaian se-Provinsi Kepulauan Riau di Batam..
Netralitas ASN sendiri merupakan azas yang terdapat di dalam Undang-Undang No.5/2015 tentang Aparatur Sipil Negara. Azas ini termasuk kedalam 13 azas dalam penyelenggaraan kebijakan dan manajemen SDM.
Sari menjelaskan bahwa netralitas ASN telah diatur dalam PP No.42/2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik PNS dan PP No.53/2010 tentang Disiplin PNS.
Pada Pilkada Serentak tahun 2017 dan 2018, Kementerian PANRB juga telah mengeluarkan Surat Edaran mengenai pelaksanaan netralitas ASN dalam penyelenggaraan pesta demokrasi di Indonesia tersebut.
Pengukuran netralitas pada ASN sendiri dibagi menjadi empat indikator, yakni netralitas dalam karier ASN, netralitas dalam hubungan partai politik, netralitas pada kegiatan kampanye, dan netralitas dalam pelayanan publik.
Dari keempat indikator tersebut, pelanggaran netralitas sering terjadi pada indikator ketiga, yaitu netralitas pada kegiatan kampanye. Dalam indikator tersebut terdapat beberapa poin yang merinci mengenai kegiatan yang seharusnya dilakukan oleh ASN dalam menjaga netralitasnya.
Pertama, penggunaan media sosial tidak mendudukung aktivitas kampanye. Kedua, tidak ikut dalam kegiatan kampanye. Ketiga, tidak membagi-bagi uang dan souvenir kepada pemilih. Keempat, tidak melibatkan pejabat negara dan daerah dalam kegiatan kampanye.
Selanjutnya, tidak menggunakan fasilitas negara atau pemerintah dalam kegiatan kampanye. Keenam, tidak melakukan mobilisasi ASN lain dalam ajakan memilih paslon. “Dan terakhir, tidak memberikan janji program pembangunan kepada masyarakat,” lanjutnya.
Sari menambahkan bahwa penting bagi ASN untuk bersikap netral dan tidak memihak. Jika tidak netral, maka akan berdampak pada profesionalitas ASN dalam menjalankan tugasnya dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
“Dampak negatif lainnya adalah adanya pengkotak-kotakan PNS yang didasarkan pilihan politik, hingga konflik dan benturan kepentingan atas keberpihakan terhadap suatu calon,” imbuhnya.
Bagi ASN yang melanggar netralitas, maka akan dikenakan sanksi, baik sanksi administratif maupun sanksi hukuman disiplin. Sanksi yang diberikan mulai dari penundaan kenaikan gaji berkala hingga pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri.
Pada kesempatan tersebut, di hadapan perwakilan dari Badan Kepegawaian dan Pengembangan SDM se-Provinsi Kepulauan Riau dan OPD di lingkup Provinsi Kepulauan Riau, Sari menjelaskan mengenai instrumen dari monitoring dan evaluasi terkait pembinaan integritas, penegakan disiplin, etika ASN, wawasan kebangsaan, dan netralitas. Rencananya, monev mengenai hal tersebut akan dilaksanakan mulai tahun depan.
“Data terkait hal tersebut akan kita olah dan ukur, yang akan menghasilkan indeks mengenai integritas dan disiplin ASN secara nasional,” imbuh Sari. (jpp)