Indovoices.com-Brigadir Jenderal Karyoto resmi menjabat Deputi Penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi yang baru pada Selasa, 14 April 2020. Nama Karyoto pernah muncul dalam dugaan kriminalisasi terhadap Komisioner KPK Abraham Samad dan Bambang Widjojanto alias BW.
Penetapan tersangka kepada Abraham Samad dan BW terjadi tak lama setelah komisi antirasuah mengumumkan penetapan tersangka kepada Budi Gunawan yang kala itu menjadi calon tunggal Kepala Kepolisian RI dalam kasus rekening gendut. Pengumuman penetapan tersangka dilakukan Samad dan BW pada 13 Januari 2015. Penetapan tersangka ini menjadi awal konflik antara KPK dan Polri atau biasa disebut Cicak versus Buaya Jilid 3.
Saat konflik ini meruncing, Karyoto masih menjabat Direktur Reserse Umum Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta berpangkat Komisaris Besar. Polisi yang pernah bertugas di KPK itu sempat mendatangi bekas kantornya pada awal Februari 2015. Ia mengantarkan surat dari Badan Reserse Kriminal Umum Polri berisi panggilan pemeriksaan terhadap sejumlah pejabat struktural di KPK. Polisi juga meminta berkas sejumlah kasus korupsi yang tengah disidik KPK.
Rupanya Badan Reserse sedang buru-buru menggarap perkara pemberian keterangan palsu di Mahkamah Konstitusi dengan tersangka Bambang Widjojanto. “Kebetulan saya sedang di Jakarta dan diminta mengantar surat itu,” kata Karyoto seperti dikutip dari Majalah Tempo edisi 9 Februari 2015.
Selain mengantar surat, nama Karyoto juga muncul dalam transkrip rekaman penyadapan yang berisi dugaan rencana kriminalisasi terhadap pemimpin dan pegawai lembaga antikorupsi pada Januari-Februari 2015. Bermula dari penyelidikan dugaan permainan jual-beli jabatan pada masa transisi pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono ke Joko Widodo, obyek penyelidikan penyadapan itu sebenarnya Hasto Kristiyanto yang menjabat Pelaksana Tugas Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan sekaligus deputi tim transisi.
Dalam transkrip rekaman, orang yang diduga Hasto ditengarai berbicara dengan anggota Divisi Hukum PDIP Arteria Dahlan, mantan Kepala Badan Intelijen Negara AM Hendropriyono dan Karyoto. Kepada Arteria, Hasto memerintahkan pengumpulan data sengketa pemilihan Bupati Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, pada 2010. Sengketa pemilu ini menjadi kasus yang membuat BW ditetapkan sebagai tersangka. BW disangka mengarahkan saksi agar memberi keterangan palsu di sidang MK.
Pembicaraan lainnya adalah pertemuan Samad dan Hasto di Capital Residence pada Februari 2014. Pada 22 Januari 2015, Hasto menggelar konferensi pers mengungkap pertemuannya dengan Samad di Capitol Residence. Pertemuan yang dibantah Samad itu disebut sebagai penjajakan calon wakil presiden Jokowi. Lobi politik ini terlarang bagi komisioner KPK.
Di samping Arteria, ada percakapan dan pesan pendek dua orang yang diduga Hasto dan Karyoto. Pembicaraan keduanya mengenai pertemuan Abraham Samad dengan Jokowi menjelang pemilihan presiden di Bandar Udara Adisutjipto, Yogyakarta, 3 Mei 2014.
Topik lain yang dibicarakan adalah rencana pertemuan mereka di Hotel Oakwood di Kawasan Mega Kuningan, Jakarta Selatan. Karyoto tak menyangkal pembicaraannya dengan Hasto, namun mempersoalkan penyadapan itu. “Itu sudah melanggar aturan. KPK sewenang-wenang menyadap. Apa ada kasus korupsi yang disadap?” kata Karyoto dikutip dari Majalah Tempo, edisi 9 Juli 2015.
Sementara Hasto menjelaskan, pertemuannya dengan Karyoto di Hotel Oakwood membahas tulisan Sawito Kartowibowo di situs Kompasiana berjudul “Rumah Kaca Abraham Samad”. Tulisan itu membahas soal dugaan pertemuan Hasto dan Samad di Capitol Residence. Hasto mengatakan bertemu untuk memberi keterangan sebagai saksi pelaporan tulisan itu.
Di awal masa kepemimpinan Agus Rahardjo cs, Karyoto juga sempat mendaftar menjadi Direktur Monitor KPK. Pencalonannya itu ditentang kalangan internal KPK. Salah satu alasannya, Karyoto sempat masuk radar Kuningan (lokasi kantor KPK) dalam perseteruan KPK dan Polri dalam kasus Budi Gunawan. Ia gagal dalam seleksi ini.
Di masa kepemimpinan Firli Bahuri cs, Karyoto yang telah menjabat Wakil Kepala Kepolisian DIY, kembali mencalonkan diri untuk posisi yang lebih tinggi, yakni Deputi Penindakan KPK. Posisi ini sangat penting karena akan membawahkan seluruh aspek penindakan komisi antikorupsi. Mengikuti proses seleksi sejak awal Maret 2020, Karyoto dipilih Ketua KPK Firli Bahuri dkk untuk posisi tersebut.
Firli dalam sambutan acara pelantikan pada 14 April 2020 meminta agar pejabat yang baru memprioritaskan pemberantasan korupsi di sektor yang yang memiliki dampak pada perekonomian negara. Ia berpesan penegakan hukum tak menimbulkan kegaduhan. “Penegakan hukum harus mengagungkan kesejahteraan rakyat Indonesia dan jauh dari kegaduhan,” kata Firli. (msn)