Indovoices.com-Status negara maju yang baru-baru ini dikeluarkan Amerika Serikat (AS) terhadap Indonesia dinilai perlu diteliti mendalam agar tak menjadi jebakan yang merugikan perekonomian di Tanah Air. Sikap tegas perlu dilakukan agar Indonesia siap secara nyata berdaya saing.
“Jangan bangga dengan status negara maju tapi sebenernya kita tidak dapat manfaat,” kata Ekonom senior Indef Aviliani ditemui usai menghadiri acara Economic Outlook 2020 di Ritz Carlton Pacific Place, Jakarta, Rabu, 26 Februari 2020.
Aviliani memaparkan bahwa kebijakan AS mengeluarkan Indonesia dari negara berkembang telah diajukan di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Selain Indonesia, ada India, Afrika Selatan, Tiongkok, dan Brasil yang juga berubah status jadi negara maju.
Sebagai negara maju yang diakui organisasi dunia, kata dia, Indonesia akan kehilangan banyak fasilitas sebagai negara berkembang seperti fasilitas Generalize System of Preference (GSP) atau keringanan bea masuk impor barang ke AS. GSP merupakan sistem tarif preferensial yang membolehkan satu negara secara resmi memberikan pengecualian terhadap aturan umum WTO.
“Kalau saya melihatnya menjadi negara maju itu kalau kita daya saingnya udah bagus, artinya GSP itu bukan hanya bertahan untuk AS loh, kalau sudah dilakukan WTO berarti berlaku untuk seluruh dunia,” ungkapnya.
Menjadi negara maju, lanjut Aviliani, Indonesia masih membutuhkan waktu yang cukup panjang membenahi angka pengangguran hingga pendapat per kapita yang baru di angka USD4 ribu. Meski dunia mengakui Indonesia memiliki potensi dan kapasitas ekonomi, Indonesia perlu berada terlebih dahulu pada posisi daya tawar ekonomi yang besar.
“Jadi kalau dilihat dari itu ya (Indonesia punya keunggulan) hanya pertumbuhan doang, kalau dibilang anggota G20 jangan lupa itu hanya melihat market, di mana-mana Indonesia jadi market dunia,” ujarnya.
Aviliani tak sepakat dengan sikap pemerintah Indonesia yang santai menanggapi kebijakan yang digulirkan hanya untuk keuntungan sepihak. Indonesia dengan status sebagai negara maju mestinya sudah harus siap dari sisi industri serta pertumbuhan ekonomi yang merata.
“Problemnya adalah apakah kita sudah siap, mereka tidak tergantung pada kita loh, kalau harga di kita tidak kompetitif mereka bisa mencari supply yang lain,” ucap Aviliani.(msn)